Preman Pensiun
Sinopsis Preman Pensiun 6 Hari ini 20 September: Orang Suruhan Kang Ujang Ketahuan, Irin Jatuh Cinta
Gawat! Orang-orang suruhan Kang Ujang ketahuan kelompok Bang Edi. Sekarang apa langkah Kang Ujang, Kang Cecep, dan Kang Murad?
Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID - Berikut ini sinopsis Preman Pensiun 6 tayang hari ini (20/9/2022) pukul 19.00 WIB, di RCTI.
Sinetron Preman Pensiun 6 hari ini mengisahkan tentang strategi Kang Ujang menaruh orang-orang suruhannya di pasar, gagal total karena ketahuan kelompok Bang Edi.
Kang Murad, Ujang, dan Kang Cecep pun tak tinggal diam.
Mereka mulai mengatur strategi untuk mengamankan orang-orang tersebut dari serangan kelompok Bang Edi.
Sementara Bang Edi terkejut ketika mengetahui ada kelompok lain yang berusaha menguasai pasar.
"Saya sudah kecolongan. Siapa yang bawa orang orang untuk mengawasi pasar?" kata Bang Edi kepada anak buahnya.
"Penyusupan orang orang saya di pasar udah ketahuan Bang Edi," lapor Kang Ujang ke Kang Cecep dan Kang Murad.
"Kalian mau bertahan atau akan nyerah," tanya Kang Cecep kepada orang suruhan Ujang di pasar.
"Saya akan bertahan. Masa baru sehari kerja, udah nganggur lagi," jawab seorang anak buah Kang Ujang.
Di cuplikan terakhir, Kang Ujang terlihat mengantar Irin, karyawan pabrik kecimpring, ke rumahnya.
Kang Ujang dan Irin pun saling bertatap dan melempar senyum sebelum berpisah.
"Irin baru balik. Dibonceng sama Kang Ujang," lapor seseorang ke Ceu Esih.
Sinetron Preman Pensiun
Melansir Wikipedia, Preman Pensiun adalah sinetron bergenre drama komedi yang ditayangkan di RCTI dan diproduksi oleh MNC Pictures.
Serial ini menceritakan seseorang bernama Bahar sebenarnya hanya preman “kecil”, tetapi wilayahnya cukup luas, selain menjadi “backing” para pedagang kaki lima, juga menguasai sebuah pasar dan terminal.
Kisah yang akan dituturkan dalam serial ini bukanlah perjalanan hidupnya sejak awal, meskipun dalam beberapa dialog terceritakan juga, melainkan kisah di masa tuanya ketika dia memutuskan untuk pensiun.
Masa lalu yang terceritakan dalam dialog adalah Bahar dan temannya, Bagja merantau dari Garut ke Bandung sekitar tahun 1972, ketika dia remaja dan pergi merantau karena keluarganya di kampung sangat miskin.
Di Bandung, Bahar remaja mencari nafkah sebagai penjual tahu, leupeut dan telur asin di bus sebelum keluar terminal.
Penghasilan Bahar kala itu tidaklah besar, hanya pas-pasan, cenderung minim.
Dia menerima itu sebagai rezekinya, tetapi yang tidak bisa dia terima adalah bahwa dia harus membayar pajak pada para preman.
Bahar kemudian berpikir bahwa daripada dipungut “pajak” lebih baik dia yang memungut pajak.
Kemampuan beladiri yang dipelajarinya karena tradisi di kampung dan tekad yang kemudian muncul untuk bertahan dan berjaya di perantauan, membuat dia kemudian nekad perlahan-lahan masuk jaringan premanisme yang menguasai terminal.
Bermula dari hanya sekadar “keset”, lama kelamaan, tahun demi tahun, perlahan-lahan, Bahar kemudian mencapai puncak kekuasaan.
Sepuluh tahun pertama, Bahar hanya menjadi bagian dari kekuasaan sebuah jaringan premanisme, dua puluh tahun selebihnya, Bahar adalah pemegang kekuasaan yang mencengkram jalanan, pasar dan terminal.
Tangan kanannya adalah Muslihat, maling amatir yang masuk ke rumahnya sekitar dua puluh tahun silam.
Muslihat berhasil ditaklukkan hingga tidak sadarkan diri dan baru sadar tiga hari kemudian, di hadapan Bahar dan polisi.
Setelah tahu bahwa Muslihat mencuri demi untuk membiayai ibunya masuk rumah sakit, Bahar meminta polisi untuk tidak memproses kasusnya secara hukum, mengakui Muslihat sebagai saudaranya dan persoalan akan diselesaikan secara kekeluargaan.
Lalu Muslihat diberi uang satu juta yang pada waktu itu merupakan jumlah yang cukup besar.
Setelah seminggu, Muslihat kembali pada Bahar dengan uang yang masih utuh. Muslihat bermaksud mengembalikan uang itu karena sudah tidak membutuhkannya lagi. Ketika dia pulang ke kampung dengan membawa uang, ibunya sudah terlanjur meninggal.
Bahar kemudian meminta Muslihat untuk bekerja padanya. Rasa hormat Muslihat dan kepercayaan Bahar, membuat mereka tidak terpisahkan hingga dua puluh tahun kemudian. Muslihat kemudian merekrut Komar di terminal yang sebelumnya pengamen yang ditolong Muslihat bekerja padanya karena gitar Komar hilang.
Sementara itu, masa yang akan datang, copet kelas kakap, Junaedi merekrut dua orang sebagai partner yaitu Saep dan Ubed. Sementara anak buah Bahar semakin bertambah.
Pemegang terminal, Jamal melakukan kekerasan di Dago, kemudian dia digerebek, tetapi Bahar dan Muslihat membiarkan ia ditahan di penjara, hingga Jamal balas dendam pada Muslihat, walaupun pada Bahar hanya setengah-setengah.