Berita Surabaya
Cerita Pelukis yang Dulu Pernah Hidupkan Kawasan Simpang Lonceng Surabaya
Kisah satu-satunya pelukis Simpang yang masih tersisa di Jalan Simpang Lonceng 5, atau sekarang lebih dikenal dengan Jalan Basuki Rahmat 1A Surabaya.
Penulis: Zainal Arif | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID, SURABAYA - Bangunan overdect trotoar Basuki Rahmat dan Tunjungan yang berada di Jalan Simpang Lonceng 5, atau sekarang lebih dikenal dengan Jalan Basuki Rahmat 1A Surabaya, dulunya sempat dihidupkan dengan keberadaan para pelukis.
Satu diantara pelukis itu ialah Imam Chudori (51).
“Kami di sini dikenal orang-orang sebagai pelukis Simpang, dikenal menghidupkan tempat ini. Daerah sini yang tadinya suram, gelap, ruang-ruang tidak terurus tapi karena kehadiran kami makanya seperti hidup,” kata Imam kepada SURYA.CO.ID, Jumat (26/8/2022).
Warga Mulyorejo, Surabaya itu setia menjadi pelukis Simpang mulai tahun 2000 hingga sekarang.
Karena baginya, dulu di tempat ini banyak pelukis seperti dirinya. Namun jauh sebelum pandemi Covid-19, mereka semua banyak yang banting setir beralih profesi lain.
“Dulunya banyak, kira-kira ada empat pelukis Simpang di sini, semuanya pelukis potret. Lambat laun berkurang dan tinggal saya sendiri. Pandemi kemarin semua terdampak, termasuk saya juga, tapi saya tetap standby di sini,” ungkapnya.
Menjadi pelukis Simpang satu-satunya yang masih bertahan, Imam mengaku memiliki alasan, yaitu ingin mengangkat tempat tersebut dengan menunjukkan ada nilai hasil dari situ.
Selain itu pula, juga untuk menghargai para pelukis yang jauh sebelumnya ada di sana.
“Kami ini termasuk generasi ketiga. Awal saya ke sini ada seorang bapak-bapak, saya kenal tapi sudah meninggal. Setelah itu ada teman saya, baru kemudian saya. Generasi ketiga dalam artian bukan sedarah, tapi hanya penerus pelukis di sini saja,” Imam bercerita.
Buka setiap hari mulai pukul 11.00-16.00 WIB, persis di samping Apotik Simpang, Imam yang mengaku bisa melukis secara otodidak ini lebih memilih melukis potret aliran naturalis, dengan fokus warna hitam putih.
“Karena ini paling gampang dinikmati dan diterima oleh orang awam yang rata-rata mereka hanya tahu perbandingan antara potret dengan foto, karena itu saya menarik pelanggannya dari melukis potret ini lewat media foto,” jelasnya.
“Lukisan berwarna juga ada. Cuman selama di sini mereka suka lukisan hitam putih. Pelanggan menilai lebih klasik seperti lukisan lama apabila warnanya hitam putih,” tambahnya.
Untuk pengerjaannya sendiri memakan waktu 1-2 hari dengan ukuran paling kecil 10R, dan paling besar ukuran satu meter membutuhkan waktu pengerjaan hingga 2 minggu.
“Hitungannya foto per kepala dan ukuran. 10R satu kepala harganya Rp 250 ribu. Dua kepala Rp 600 ribu nego dan ukurannya agak dibesarkan lagi. Untuk ukuran besar paling banyak 4-5 potret kepala dalam satu lukisan, tidak bisa banyak-banyak, itu di ukuran satu meteran, kena 2-3 juta nego,” ungkapnya.
Selama menjadi pelukis Simpang, satu hal yang membekas di ingatannya yakni ia pernah mendapat pesanan dari mantan Gubenur Jawa Timur Imam Utomo sebanyak dua kali dan mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang sekarang menjabat sebagai Mensos RI.