Berita Sidoarjo
Kasus Kekerasan Seksual Merajalela di Sidoarjo, Pemkab Buka Nomor Pengaduan Lewat Satgas PPA
Cara melapornya bisa lewat call center 112 milik Pemkab Sidoarjo atau lewat nomor 08113029800 yang sengaja disiapkan untuk pengaduan
Penulis: M Taufik | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, SIDOARJO – Sebagai salah satu kabupaten penyangga Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo ternyata menyimpan angka kasus kekerasan seksual yang terbilang tinggi. Banyak hal menjadi penyebabnya, mulai faktor ekonomi, salah tontotan di media sosial, kurangnya kesadaran untuk segera melapor ketika terjadi kekerasan, serta beberapa penyebab lain.
Menjawab keprihatinan atas tingginya kasus kekerasan seksual, terutama pada anak dan perempuan, Pemkab Sidoarjo pun meresponsnya dengan meresmikan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Dengan adanya Satgas PPA ini, korban maupun masyarakat yang mengetahui ada kekerasan terhadap perempuan atau anak, bisa terlecut untuk lebih proaktif. “Cepat melapor jika menjadi korban atau melihat kekerasan di lingkungannya,” kata Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor di sela launching Satgas PPA di Pendopo Sidoarjo, Senin (15/8/2022).
Cara melapornya bisa lewat call center 112 milik Pemkab Sidoarjo atau lewat nomor 08113029800 yang sengaja disiapkan untuk pengaduan.
Menurut Gus Muhlor, panggilan Ahmad Muhdlor, selama ini korban kekerasan banyak yang enggan melapor. Penyebabnya, korban merasa tidak merasa aman atau nyaman. Kondisi seperti itu menjadi salah satu penyebab maraknya kasus kekerasan perempuan dan anak yang tidak terungkap.
Data dari Polresta Sidoarjo, selama tiga tahun terakhir ada ratusan kasus kekerasan yang terjadi. Rinciannya, pada 2022 terhitung ada 90 kasus yang terdiri dari 27 KDRT, 6 penelantaran, 19 kasus kekerasan fisik, dan 38 kasus persetubuhan atau perbuatan cabul.
Sepanjang 2021 kemarin jumlahnya meningkat menjadi 123 kasus. Terdiri dari 43 KDRT, 10 penelantaran, 25 kekerasan fisik, dan 45 kasus pensetubuhan atau cabul. Tahun ini, data sampai Agustus menyebut sudah terjadi 77 kasus yang terdiri dari 26 KDRT, 4 penelantaran, 24 kekerasan fisik, dan 23 kasus persetubuhan atau pencabulan.
Diakui bupati bahwa dampak pandemi yang berimbas pada menurunnya perekonomian masyarakat, mempengaruhi tindak kekerasan maupun pelecehan pada perempuan dan anak. Ditambah pengaruh pornografi melalui ponsel yang begitu cepat, seseorang semakin rawan untuk berbuat tidak pantas pada perempuan dan anak.
Kondisi yang cukup memprihatinkan itu kemudian menjadi perhatian serius, bahkan persoalan perlindungan anak dan perempuan mendapat atensi khusus dari pemerintah. Salah satunya melalui pembentukan Satgas PPA Sidoarjo.
Semua instansi pemerintah dilibatkan dalam Satgas PPA tersebut. Mulai kepolisian, Dinas P3AKB, Dinas Sosial, UPTD PPA, Dinas Kesehatan, RSUD, Balai Permasyarakatan, Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, hingga Kejaksaan.
Satgas PPA diharap bisa bekerja maksimal. Melakukan berbagai sosialisasi untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sosialisasi diminta sampai ke desa-desa, bukan cuma di kawasan kota.
"Sosialisasi harus lebih banyak dilakukan karena masalah kekerasan ini berkaitan dengan kesediaan korban untuk melapor," harap Gus Muhdlor.
Bahkan bupati juga meminta agar Satgas PPA juga dibentuk di tingkat kecamatan dan tingkat desa. Kecamatan melibatkan Koramil dan Polsek, kemudian camat membentuk Satgas PPA desa yang beranggotakan kepala desa, babinsa, maupun bhabinkamtibmas.
Gus Muhdlor yakin, dengan sinergitas bersama semua pihak, kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Sidoarjo dapat diminimalisir. Dengan begitu, Sidoarjo bisa menjadi wilayah yang ramah dan aman bagi perempuan serta anak. ****