Firasat Ayah Brigadir J Soal Tembak Menembak di Rumah Ferdy Sambo Terbukti, Ungkap Kejanggalan
Firasat ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat, soal adanya tembak menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo, kini terbukti.
Penulis: Arum Puspita | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.CO.ID - Firasat ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat, soal adanya tembak menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo, kini terbukti.
Sejak awal Samuel Hutabarat sudah merasa bahwa adanya tembak menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo hanya alibi belaka.
"Dari awal memang kita keluarga tidak yakin itu tembak menembak, semenjak saya lihat sendiri, saya lihat peti jenazah dan liat luka-luka di wajah dan dada dan grahamnya ini bergeser," ujarnya, dikutip dari TribunJambi.
Firasat ini kemudian diperkuat dengan kejanggalan yang muncul ketika jenazah Brigadir J diantar ke rumah.
"Sempat saya utarakan ke Pak Simatupang (yang mengantar jenazah), 'Ini bukan ditembak lagi, ini sudah dianiya'," ucapnya mengulang perkataannya kala itu.
Kini keyakinan keluarga tersebut dikatakan Samuel terbukti setelah Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka.
"Ternyata sekarang sudah terbukti bahwa anak kami di aniaya," tegasnya.
Di sisi lain, bibi Brigadir J, Roslin Simanjuntak, meminta agar Irjen Ferdy Sambo mengakui kesalahan.
"Untuk keluarga Ferdy Sambo, bertobatlah, bertobatlah karena kita ini anak-anak Tuhan, berkata jujurlah," ucapnya, dikutip dari Tribun Jambi.
Roslin pun menyayangkan tindakan Irjen Sambo sebagai atasan Brigadir J.
Seharusnya, kata Roslin, Irjen Ferdy Sambo tidak melakukan tindakan keji seperti ini.
"Seorang bapak itu harus mengayomi, tapi yang kami dapatkan malah anak kami disiksa, disiksa di rumah bapaknya, bukan di tempat lain atau saat tugas," ungkapnya.
"Kami minta Ferdy Sambo berkata jujur apa yang terjadi di rumah," imbuhnya.
Diwartakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan Irjen Ferdy Sambo tersangka pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Jl Duren Tiga, Jumat 8 Juli 2022.
Listyo Sigit Prabowo mengatakan penanganan ini merupakan komitmen dan penekanan Proesiden untuk mengungkap secara cepat, transparan dan akuntabel.
Laporna awal tembak menembak antara J dan R di Duren tiga yang ditangani Polres Metro Jakarta Selatan.
Pada saat pendalaman dan olah tempat kejadian perkara (TKP), penyidik menerukan hal-hal yang mengambat proses penyidikan dan kejanggalan yang didapatkan.
Misalnya, CCTV hilang, sehingga muncul dugaan ada hal ditutupi dan direkayasa.
"Untuk mendapat terang, Timsus melakukan pendalaman dan ditemukan adanya upaya menghilangkan barang bukti, merekayasa, menghalangi penyidikan sehingga proses penanganannya menjadi lambat," ujar Listyo saat jumpa pers di Mabes Polri, Selasa 9 Agustus 2022.
Mereka melakukan tindakan yang tidak profesional saat olah TKP dan penyerahan jenazah almarhum.
"Untuk membuat terang, kami menonaktifkan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Karopaminal, Kadiv Propam, dan Provost," ujarnya.
Menurutnya, Timsus juga melakukan pemeriksaan kode etik polri dan perusakan barang butki dan merekayasa dan memutasi ke Yanma Polri.
"Saat ini, semua dilakukan pemeriksaan," katanya.
Sebelumnya, ada 25 personel sekarang bertambah menjadi 31 personel.
Sebelumnya 4 personel dilakukan penempatan khusus, saat ini bertambah 11 personel.
"Ada 1 bintang 2, 1 bintang 1, 2 kombes, 2 AKBP, 2 kompol, 2 AKP. Ini bisa bertambah," sebutnya.
Untuk menjaga akuntabilitas, Polri mengajak kerjasama Komnas HAM dan Kompolnas.
"Kami juga memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat, terutama keluarga korban untuk diberi ruang untuk otopsi ulang dan melayani laporan polisi. Ini wujud transparansi yang dilakukan," bebernya.
katanya, saat ini, Timsus melakukan proses dan penanganan scintific melibatkan kedokteran forensik, olah TKP melibatkan Tim Puslabfor untuk mendalami CCTV dan ponsel.
"Kami menemukan persesuaian dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap saksi-saksi di TKP, juga RE, RR, KM, AR, P dan FS," bebernya.
Listyo mengataan, ada perkembangan baru, bahwa tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Timsus menemukan, bahwa peristiwa penembakan terhadap Brigadir J yang dilakukan Bharada RE atas perintah FS.
"RE telah mengajukan JC (justice collabolator) dan saat ini itu juga yang membuat peristiwa ini menjadi terang," bebernya.
Untuk membuat seolah olah terjadi tembak menembak, FS melakukan penembakan dengan melakukan penembakan milik saudara J ke dinding berkali kkali seolah terjadi tembak menembak.
"Apakah FS menyuruh atau terlibat langsung, tim masih mendalami terhadap saksi-saksi dari pihak terkait,".
"Tadi pagi dilaksanakan gelar perkara. Dan timsus memutuskan FS sebagai tersangka," katanya.
"Motif sedang dilakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap saksi dan utri Candrawathi," katanya.
Sementara itu, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menyebut, RE membantu dan menyaksikan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Begitu juga Brigadir RR dan Brigadir KR.
Sementara, Ferdy Sambo berperan menskenario peristiwa seolah olah terjadi tembak menmbak di rumah dinas.
"Menurut perannya masing-masing, jerat pasal 340 subsider 338 juncto 55 dan 56 hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun," sebutnya.