Brigadir J Ditembak Ajudan Ferdy Sambo

Ahli Forensik Ungkap Fakta Soal Brigadir J, Sebut Luka yang Dimiliki Korban Serupa Bekas Benda Tajam

Ahli forensik mengungkap satu fakta dari luka sayat yang ada di jenazah Brigadir J. Dia menyebut hasil luka itu serupa dengan sayatan benda tajam.

Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Adrianus Adhi
Kolase Tribun Jambi dan Tribunnews.com
Ahli forensik mengungkap satu fakta dari luka sayat yang ada di jenazah Brigadir J. Dia menyebut hasil luka itu serupa dengan sayatan benda tajam. 

SURYA.CO.ID - Ada fakta lain yang berhasil diungkap oleh ahli forensik dari kasus penembakan Brigadir J oleh Ajudan Ferdy Sambo.

Fakta yang diungkap oleh Dokter Forensik RSUD Moewardi dan RS UNS Surakarta Novianto Adi Nugroho ini, tak jauh beda dengan keterangan dari pihak kepolisian, mengenai luka Brigadir J.

Diberitakan sebelumnya, polisi menukan luka sayatan pada jenazah Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang tewas setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E, di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

Baca juga: BIODATA Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang Tewas Baku Tembak dengan Bharada E di Rumah Ferdy Sambo

Melansir Tribunnews, Novianto Adi Nugroho juga sepakat dengan pihak kepolisian bahwa luka yang ada pada jenazah Brigadir J, disebabkan permukaan proyektil peluru.

Pasalnya proyektil peluru yang mengenai tubuh korban, meskipun hanya sedikit saja tetap bisa menyebabkan bekas menyerupai luka sayat yang diakibatkan oleh benda tajam.

"Kemungkinan bisa terjadi jika pemukaan proyektil peluru yang mengenai tubuh korban hanya sedikit sekali atau menyerempet, jadi bekasnya pun juga sangat tipis dan menyerupai luka sayat seperti yang diakibatkan oleh mata pisau atau benda tajam yang lainnya," kata dr Novianto.

Lebih lanjut dr Novianto pun memberikan penjelasan lebih detail terkait luka sayat dan luka tembak.

Menurut dr Novianto, luka tembak dan luka sayat termasuk dalam jenis luka terbuka.

Lalu untuk luka sendiri biasanya dibedakan sesuai dengan jenis kekerasan yang mengenai kulit atau bidang pada tubuh manusia.

Misalnya seperti kekerasan yang dilakukan dengan permukaan benda tajam seperti pisau, maka luka tersebut termasuk luka terbuka.

Luka terbuka itu sendiri memiliki ciri-ciri tepi rata dan rapi.

Sementara untuk kekerasan yang dilakukan dengan benda yang permukaan tumpul, maka akan menyebabkan luka terbuka, dengan ciri-ciri tepi luka yang tidak rata.

"Luka tembak dan luka sayat keduanya adalah jenis luka terbuka dan untuk luka sebenernya dibedakan sesuai dengan jenis kekerasan yang mengenai kulit atau bidang."

"Misal kekerasan dengan permukaan tajam seperti mata pisau, maka luka terbuka yang terjadi adalah luka dengan ciri tepi rata dan rapi, lain dengan proyektil yang hampir permukaannya adalah tumpul maka luka terbuka yang terjadi tepi luka tidak rata," terang dr Novianto.

Sementara itu, polisi memastikan luka yang ada pada jenazah Brigadir J bukan karena dari senjatam tajam.

"Bukan (luka sayatan senjata tajam)," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022).

Ramadhan mengungkapkan luka sayatan itu berasal dari gesekan proyektil peluru yang dikeluarkan oleh Bharada E.

"Kita bukan lihat tapi penjelasan penyidik soal sayatan adalah karena gesekan proyektil yang ditembakan oleh Bharada E ke Beigadir J," jelasnya.

Baca juga: 3 Fakta Dekorder CCTV Perumahan Kadiv Propam Diganti Polisi, Setelah Brigadir J Tewas

Detik-detik Tangis Irjen Ferdy Sambo Pecah

Munculnya Ferdy Sambo itu baru pertama kali sejak kasus sopir istrinya, Brigadir J alias Brigpol Josua tewas ditembak ajudannya, Barada E.

Video Ferdy Sambo menangis di pelukan seniornya itu beredar di kalangan awak media, Kamis (14/7/2022).

Seperti diketahui, hingga saat ini, baik Ferdy Sambo maupun istrinya yang menjadi saksi kunci dalam kasus adu tembak di rumah dinas Jl Duren Tiga, Jakarta Selatan itu belum menampakkan diri ke publik.

Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang diduga telah mendapat pelecehan oleh Brigadir J kondisinya trauma berat. 

Putri juga malu, sedih dan takut bertemu orang pascakasus penembakan terhadap sopirnya tersebut.

Di tengah Polri mengungkap kasus penembakan Brigadir J, Irjen Fadil Imran mendatangi kantor Irjen Ferdy Sambo. 

Dalam video berdurasi 24 detik tersebut, tampak Irjen Ferdy Sambo menyambut Fadil Imran dengan bersalaman. 

Masih berjabat tangan, Ferdy Smabo langsung menangis di pelukan Fadil Imran.

Sementara, Fadil Imran tampak mengelus-elus punggung Ferdy Sambo dan mereka masih berpelukan.

Fadil Imran juga mengecup kening Ferdy Sambo yang masih tampak menangis. Hal itu seperti terlihat di kanal YouTube Kompas TV.

Fadil Imran mengungkapkan, datang menemui Ferdy Sambo sebagai bentuk dukungan moral agar bisa tegar dalam kasus yang sedang dialaminya.

"Saya memberikan support kepada adik saya Sambo agar tegar menghadapi cobaan ini," kata Fadil kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).

Mantan Kapolda Jawa Timur itu menerangkan sebagai manusia, permasalahan apapun bisa terjadi pada siapapun.

"Ini tidak mudah dan dapat menimpa siapapun," ucapnya.

Baca juga: KOMPOLNAS TAK KOMPAK, Mahfud MD Sebut Banyak Kejanggalan Tewasnya Brigadir J, Benny Mamoto Berbeda

Benarkah ada penyiksaan?

Sementara itu, kasus kematian Brigadir J di rumah Irjen Ferdy Sambo masih menjadi tanda tanya publik.

Berbagai tanggapan pun bermunculan, salah satunya dari Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR.

ICJR meminta Polisi untuk menyelidiki adanya potensi penyiksaan pada Brigadir J.

Seperti diketahui, menurut keterangan resmi polisi, Brigadir J tewas setelah baku tembak dengan Bharada E.

Sebelum peristiwa adu tembak terjadi, Brigadir J masuk ke dalam kamar istri Ferdy Sambo yang ada di Jl Duren Tiga, Jakarta.

Brigadir J diduga melakukan pelecehan dan menodongkan pistol ke kepala istri Irjen Ferdy Sambo di dalam kamar.

Saat istri Ferdy berteriak, Brigadir J panik dan keluar kamar.

Bharada E yang ada di lantai atas menanyakan soal teriakan itu. Namun, Brigadir J diduga langsung melepaskan tembakan sehingga terjadi saling tembak yang menewaskan Brigadir J.

Menanggapi kasus ini, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Polri mengusut adanya potensi penyiksaan terhadap Brigadi J.

"ICJR menilai tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan," kata Peneliti ICJR, Iftitah Sari saat dikonfirmasi, Kamis (14/7/2022).

Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'Polisi Diminta Usut Potensi Penyiksaan pada Brigadir J di Rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo'.

Apalagi, kata dia, berdasarkan keterangan keluarga Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki.

Karena itu, pendalaman mengenai potensi penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik.

"Informasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah keluarga korban sebelumnya bahkan sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah," jelas Iftitah.

Selanjutnya, Ia menuturkan proses penyidikan kasus ini perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan. 

"Sebagaimana diungkap oleh pihak kepolisian, seluruh kamera CCTV yang ada di kediaman Kadiv Propam disebut sedang rusak pada waktu kejadian.

Informasi lain menyatakan ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga," ungkap Iftitah.

"Oleh karena waktunya yang pas dan bersinggungan ini, perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini," sambung Iftitah.

Dijelaskan Iftitah, pasal 221 KUHP mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.

Di sisi lain, kata dia, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan. 

Ia menuturkan bahwa hal ini penting mengingat ada relasi kuasa dalam kasus ini, dimana kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian yang menjabat sebagai Kadiv Propam yang rumahnya menjadi TKP. 

"Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik pada Senin 11 Juli 2022 ketika waktu kejadiannya sudah lewat 3 hari," bebernya.

Terakhir, lanjut dia, peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif.

Pengawasan Propam tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian.

Karena itu, diperlukan perubahan KUHAP untuk memastikan pengawasan dalam sistem peradilan, serta perubahan UU Kepolisian untuk memastikan adanya pengawasan dan kontrol yang lebih efektif terhadap kewenangan dan perilaku kepolisian.

"Sehingga, ke depan harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen, baik dalam proses peradilan seperti adanya pengawasan yudisial (judicial scrutiny) dan pengawasan dari penuntut umum dalam fungsi penuntutan, atau pun fungsi pengawasan eksternal yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri," pungkasnya.

Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved