Pencabulan di SMA SPI Batu

SOSOK Julianto Eka Putra Terdakwa Pencabulan 15 Siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Dipenjara

Pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Julianto Eka Putra dijebloskan ke penjara Lapas Kelas I Malang atas dugaan pencabulan siswinya.

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Iksan Fauzi
Kolase tangkapan layar
Sosok Julianto Eka Putra terdakwah pencabulan belasan siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu dijebloskan ke penjara. 

Pada tahun 1996 saat kantor cabang MLM High Desert di Surabaya akan ditutup karena dinilai tidak berkembang, Ko Jul bertekad mempertahankan MLM High Desert bersama 4 orang temannya dengan modal patungan.

Sejak saat itu, Ko Jul mulai mengembangkan MLM High Desert sebagai Stokist bersama Ino Mulyadi, Tonny Hermawan Adikarjo, Tjandra Gunawan, dan Alexius Sutodjo Tedjosukmono yang membesarkan bisnis MLM High Desert dan Binar Group.

Dilaporkan Komnas Perlindungan Anak

Kini Motivator Koh Jul sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Malang sejak tahun 2021 lalu.

Dugaan pelecehan seksual itu mulai terkuak usai sejumlah mantan siswa bersuara dan melaporkan Julianto Eka Putra ke polisi.

Dikutip dari tayangan Kompas TV korban kekerasan seksual Julianto Eka Putra diprediksi mencapai puluhan orang.

Kesimpulan itu diambil Komnas Perlindungan Anak lantaran dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Julianto Eka Putra sudah terjadi sejak tahun 2009 di angkatan pertama sekolah tersebut.

Julianto Eka Putra terjerat kasus pelecehan seksual pada Juni 2021.

Ia dilaporkan melakukan pelecehan hingga rudapaksa pada murid maupun alumni sekolah yang ia dirikan.

Baca juga: UPDATE Anak Kiai Jombang Setelah Ditangkap, Ancaman dari Kajati Jatim dan Viral Ajakan Perang Badar

Korbannya mencapai 21 orang, menurut Kompas.com.

Kasus kekerasan seksual itu sudah terjadi sejak 2009 namun tidak langsung dilaporkan.

Awalnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual tersebut ke Polda Jatim pada Sabtu (29/5/2021).

Saat itu ada 3 korban yang berani buka suara.

Menurut Arist, kasus berawal saat pihaknya menerima aduan dari salah seorang korban.

Komnas PA kemudian mengumpulkan keterangan dari siswa dan alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved