Pencabulan di SMA SPI Batu
Mengapa Julianto Eka Putra Terdakwa Pencabulan Siswi SMA SPI Baru Sekarang Ditahan? Ini Kata Jaksa
Mengapa Julianto Eka Putra selaku terdakwa dugaan pencabulan belasan siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu baru ditahan?
Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id | MALANG - Mengapa Julianto Eka Putra selaku terdakwa dugaan pencabulan belasan siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu baru ditahan?
Tidak ditahannya Julianto Eka Putra alias Koh Jul alias motivator JE hingga berstatus terdakwa sempat menjadi perbincangan publik.
Publik menilai, tindakan aparat penegak hukum terhadap Koh Jul berbeda dengan pelaku lainnya yang langsung ditahan meski berstatus masih tersangka.
Berikut alasan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Batu, Agus Rujito mengenai tidak ditahannya Koh Jul.
"Hari ini, kita menerima penetapan dari majelis hakim PN Malang yang mengadili perkara tersebut. Isinya, menetapkan penahanan terhadap terdakwa selama 30 hari. Jadi, kami hanya melaksanakan ketetapan dari majelis hakim tersebut," ujar Rujito kepada TribunJatim.com (grup SURYA.co.id).
Ia menjelaskan, surat penetapan penahanan dari majelis hakim tersebut keluar sekitar pukul 13.00 WIB.
"Setelah penetapan tersebut keluar, kami langsung berangkat ke Surabaya sekitar pukul 14.30 WIB untuk menjemput terdakwa di rumahnya. Alhamdulillah, terdakwa kooperatif," jelasnya.
Setelah itu, terdakwa Julianto diamankan dan menjalani prosedur kesehatan swab tes.
Baca juga: SOSOK Julianto Eka Putra Terdakwah Pencabulan 15 Siswi SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Dipenjara
Setelah dinyatakan sehat dan negatif, terdakwa pun dibawa ke Lapas Kelas I Malang untuk menjalani penahanan.
Sebagai informasi, dalam kegiatan penahanan tersebut, Kejari Batu meminta bantuan dari Polda Jatim, Polresta Malang Kota, dan Kejati Jatim.
Agus Rujito juga menambahkan, pihaknya telah meminta dan memohon kepada majelis hakim untuk melakukan penahanan dari bulan April 2022.
Namun, ternyata penetapan penahanan tersebut tidak kunjung dikabulkan.
"Kemudian, kami ajukan lagi hari ini dan surat penetapan tersebut keluar dan kami pun melaksanakan penahanan tersebut," ungkapnya.
Disinggung terkait alasan majelis hakim baru mengeluarkan surat penetapan penahanan, dirinya pun hanya menjawab singkat.
"Itu kewenangan dari majelis hakim. Dan kami kurang tahu, terkait pertimbangan majelis hakim (baru mengeluarkan surat penetapan penahanan terhadap terdakwa)," pungkasnya.
Tidak boleh dijenguk keluarga
Julianto Eka Putra yang akrab dipanggil Koh Jul itu dikeler ke Lapas Malang oleh jaksa dari Kejaksaan negeri Kota Batu.
Kepala Lapas Kelas I Malang, Heri Azhari mengungkapkan, selama 30 hari, Koh Jul tidak boleh dijenguk oleh keluarganya.
Pihak yang boleh menjenguknya adalah kuasa hukumnya.
Sejak kasusnya mencuat pada 2021, baru sekarang Koh Jul resmi ditahan dengan status terdakwa, Senin (11/7/2022) sore.
Heri mengatakan, tidak ada keistimewaan dalam penahanan tersebut.
"Ditempatkan di sel blok penahanan selama 30 hari. Tidak ada perbedaan dengan tahanan lain, dan ada pengawasan lebih," ujarnya kepada TribunJatim.com.
"Satu sel, biasanya dihuni oleh 3 orang tahanan dengan kasus yang berbeda," tambahnya. Dan terdakwa Julianto ini, akan menjalani masa penahanan di blok tersebut selama masih menjalani sidang," terangnya.
Heri Azhari juga menambahkan, bahwa pihak kuasa hukum diperbolehkan untuk menjenguk terdakwa Julianto.
Namun untuk pihak keluarga belum diizinkan, karena masih dalam masa pandemi Covid-19.
"Untuk kuasa hukum, masih kami izinkan sesuai dengan ketentuan. Seperti saat tadi dilakukan penahanan dan masuk ke dalam lapas, terdakwa didampingi oleh satu kuasa hukum," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sidang dengan terdakwa JE penuh dengan kontroversi dan tanda tanya. Pasalnya, mulai dari sidang beragendakan pembacaan dakwaan hingga agenda pemeriksaan, terdakwa sama sekali tidak ditahan.
Rencananya, JE akan kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Malang (PN Malang) pada Rabu (20/7/2022) dengan agenda pembacaan tuntutan.
Dilaporkan Komnas Perlindungan Anak
Sebelumnya, dugaan pencabulan itu terkuak usai sejumlah mantan siswa bersuara dan melaporkan Julianto Eka Putra ke polisi.
Dikutip dari tayangan Kompas TV korban kekerasan seksual Julianto Eka Putra diprediksi mencapai puluhan orang.
Kesimpulan itu diambil Komnas Perlindungan Anak lantaran dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Julianto Eka Putra sudah terjadi sejak tahun 2009 di angkatan pertama sekolah tersebut.
Julianto Eka Putra terjerat kasus pelecehan seksual pada Juni 2021.
Ia dilaporkan melakukan pelecehan hingga rudapaksa pada murid maupun alumni sekolah yang ia dirikan.
Kasus kekerasan seksual itu sudah terjadi sejak 2009 namun tidak langsung dilaporkan.
Awalnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual tersebut ke Polda Jatim pada Sabtu (29/5/2021).
Saat itu ada 3 korban yang berani buka suara.
Menurut Arist, kasus berawal saat pihaknya menerima aduan dari salah seorang korban.
Komnas PA kemudian mengumpulkan keterangan dari siswa dan alumni yang tersebar di seluruh Indonesia.
Korban pun bermunculan. Ada belasan orang yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual JE dan diduga pelecahan terjadi sejak 2009.
Namun hanya tiga orang korban yang langsung datang dan memberikan keterangan pada penyidik di kepolisian.
"Kurang lebih 15 orang, yang tiga orang begitu serius persoalannya. Ada kemungkinan korban-korban baru karena ini tidak pernah terbuka dan tidak ketahuan," ujar dia.
JE diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu bukan hanya kepada siswa yang masih bersekolah.
Namun, hal itu juga dilakukan kepada para alumni yang sudah lulus sekolah.
"Ini menyedihkan, sekolah yang dibanggakan Kota Batu dan Jatim ternyata menyimpan kejahatan yang mencederai dan menghambat anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik," ucap Arist.
Berdasarkan keterangan para korban, kata Arist, kekerasan seksual yang dilakukan oleh JE sering kali terjadi atau dilakukan di sekolah.
"Ini dilakukan di lokasi di mana anak itu dididik yang seyogyanya menjadi entrepreneur dan berkarakter, tetapi karena perilaku si pengelola ini mengakibatkan si anak berada dalam situasi yang sangat menyedihkan," ujar Arist.
Bahkan, kekerasan seksual ini juga diduga dilakukan oleh JE ketika ia dan murid-muridnya sedang kunjungan ke luar negeri.
Sekolah tersebut memang banyak memiliki program kunjungan lantaran salah satu keunggulannya adalah pendidikan kewirausahaan.
Bantahan kuasa hukum
Sementara itu pihak SMA Selamat Pagi Indonesia membantah tudingan tersebut.
Kuasa hukum JE dari Kantor Hukum Recky Bernadus and Partners, Recky Bernadus Surupandy meminta, pihak kepolisian membuktikan laporan itu.
Menurutnya, laporan yang dilayangkan ke Polda Jawa Timur oleh korban yang didampingi oleh Komnas PA belum memiliki bukti yang cukup sesuai dengan KUHAP.
"Pelaporan tersebut harus dilengkapi dengan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP," katanya melalui rilis yang diterima Kompas.com, Senin (31/5/2021).
"Maka dengan ini kami selaku kuasa hukum menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti seluruh proses hukum yang ada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala SMA Selamat Pagi Indonesia, Risna Amalia.
Ia mengatakan sejak berdiri tahun 2007, ia tak pernah menerima laporan kekerasan seksual di sekolah.
"Karena sesungguhnya yang diberitakan sama sekali tidak benar. Saya di sini sejak sekolah ini berdiri 2007. Bahkan saya menjadi kepala sekolah dan ibu asrama sampai saat ini. Tidak pernah terjadi kejadian-kejadian seperti yang disampaikan. Sama sekali tidak ada," katanya.
Dikutip Tribun Manado, Julianto Eka Putra ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2021.
Namun, pengusutan kasus kejahatan yang diduga terjadi pada puluhan siswa sekolah tersebut seakan jalan di tempat.
15 November 2021, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kota Batu kembali melaporkan pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia ke polisi karena ada dua korban baru.
Pelapor berharap, polisi bisa bergerak cepat mengusut kasus dugaan pelecehan yang sudah terjadi selama bertahun-tahun ini.
Tidak ditahan meski berstatus terdakwa
Usai kasusnya terbongkar, Julianto Eka Putra digiring hingga ke pengadilan.
Saat ini statusnya sudah terdakwa dan sampai Maret 2022 lalu masih menjalani persidangan.
Namun, meski sudah berstatus terdakwa dengan kasus kekerasan seksual, Julianto Eka Putra tidak kunjung ditahan.
Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id