Polemik Gaji Bos ACT

PPATK Ungkap 4 Temuan Mengejutkan Dana ACT, Mengalir ke Al Qaeda dan Dipakai Bisnis Demi Keuntungan

Posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) kian terpuruk setelah gaji bos lembaga pengumpul dana umat sebesar Rp 250 juta per bulan itu terbongkar.

Editor: Iksan Fauzi
Kolase KOMPAS.com/dok ACT
PPATK mengngkap 4 temuan mengejutkan dana ACT yang salah satunya mengalir ke organisasi teroris Al Qaeda. 

SURYA.co.id | JAKARTA - Posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) kian terpuruk setelah gaji bos lembaga pengumpul dana umat sebesar Rp 250 juta per bulan itu terbongkar. 

Berawal dari temuan yang dibongkar Majalah Tempo denganlaporan berjudul "Kantong Bocor Dana Umat", kini Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap 4 temuan mengejutkan.

Seperti diketahui, Kementerian Sosial juga telah mencabut izin ACT setelah pengelola lembaga itu melakukan pemotongan 13,7 persen dari total donasi.

Hal itu seperti diungkapkan oleh Presiden ACT, Ibu Khajar sebelumnya. Dia mengungkapkan, potongan tersebut untuk operasional ACT, termasuk membayar gaji karyawannya.

Sementara, Kemensos menganggap pemotongan tersebut dianggap menyalahi aturan yang telah ditentukan sebesar 10 persen saja.

Persoalan semakin pelik ketika PPATK mengungkapkan 4 fakta temuan dana ACT, termasuk diduga mengalir ke organisasi teroris Al Qaeda.

Sebelumnya, PPATK telah melaporkan temuan tersebut kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88.

Berikut 4 temuan mengejutkan yang diungkap PPATK ke publik.  

Baca juga: Gerak Cepat Kemensos Cabut Izin ACT dan Sisir Izin Yayasan Serupa Efek Penyelewengan Dana Umat

1. Dipakai bisnis

PPATK menemukan adanya pengelolaan dana donasi ACT yang dihimpun dahulu demi meraup keuntungan.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga donasi tersebut dihimpun untuk dikelola secara bisnis ke bisnis sebelum akhirnya disalurkan.

“Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian (lalu) disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu, sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Selain itu, PPATK juga menemukan adanya transaksi keuangan yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.

Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata masih salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.

“Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri Yayasan ACT,” ungkap Ivan.

Baca juga: Nasib Ahyudin Disebut Bergaji Rp 250 Juta dari Dana Umat ACT, Baresrkim hingga Kemensos Turun Tangan

2. Diduga mengalir ke Al Qaeda

PPATK menduga ada aliran transaksi keuangan dari rekening ACT ke anggota Al Qaeda.

Ivan mengatakan, dugaan adanya aliran transaksi keuangan tersebut berdasarkan hasil kajian dan database yang dimiliki PPATK.

Ivan menyebut anggota Al Qaeda tersebut merupakan satu dari 19 anggota yang pernah ditangkap pihak keamanan Turki.

“Yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait Al Qaeda,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Ivan menduga bahwa transaksi tersebut dilakukan oleh salah satu pegawai ACT.

Hingga kini, pihaknya masih terus melakukan kajian terhadap transaksi keuangan tersebut.

“Ini masih dalam kajian lebih lanjut, apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini kebetulan. Ada yang lain yang terkait tidak langsung yang melanggar peraturan perundangan,” katanya.

Baca juga: Gaji Bos ACT Ratusan Juta Diberi Fasilitas Mewah? Sosok Ahyudin Pendiri ACT Sesalkan Kondisi Kini

3. Perputaran Rp 1 triliun per tahun

PPATK menemukan putaran dana donasi ACT mencapai Rp 1 triliun per tahun.

Putaran dana tersebut terdiri atas masuk dan keluarnya dana donasi ACT.

“Jadi dana masuk dan keluar itu per tahun per putarannya sekitar Rp 1 triliun. Jadi bisa dibayangkan itu memang banyak,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

Dari kumulatif putaran dana tersebut, PPATK menemukan adanya dugaan transaksi keuangan yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.

Saat ditelusuri, pemilik entitas perusahaan tersebut ternyata masih salah satu pendiri Yayasan ACT itu sendiri.

“Ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri Yayasan ACT,” ungkap Ivan.

Di samping itu, Ivan juga mengungkapkan modus ACT dalam mengelola dana donasi dari penyumbang.

Menurut Ivan, ACT lebih dulu menghimpun dana donasi sebelum akhirnya disumbangkan ke calon penerima.

Ia menduga dana donasi tersebut sengaja dihimpun untuk dikelola secara business to business demi meraup keuntungan.

“Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya,” imbuh dia.

4. 33 rekeing ACT diblokir

PPATK memblokir 60 rekening atas nama Yayasan ACT yang tersebar di 33 penyedia jasa keuangan mulai hari ini, Rabu (6/7/2022).

Ivan mengatakan, sebanyak 60 rekening yang diblokir itu sudah termasuk yang berafiliasi dengan ACT.

“Kami putuskan untuk menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama Yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan,” kata Ivan dalam jumpa pers di Kantor PPATK, Jakarta.

Salah satu latar belakang PPATK memblokir 60 rekening ini karena adanya temuan kasus dalam pengelolaan donasi oleh ACT.

Pemblokiran ini merupakan hasil dari analisis PPATK terhadap Yayasan ACT sejak 2018.

Sebelumnya diberitakan, muncul dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT melalui laporan jurnalistik Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.

Presiden Lembaga ACT, Ibnu Hajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.

Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021.

Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.

Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun.

Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji.

Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, Senin (4/7/2022).

Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PPATK Blokir Sementara 60 Rekening ACT di 33 Penyedia Jasa Keuangan"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Temuan PPATK, ACT Sengaja Himpun Dana Donasi Demi Raup Keuntungan"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PPATK: Putaran Dana Donasi ACT Capai Rp 1 Triliun Per Tahun"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved