Berita Lumajang

Budidaya Pinang Potensi Cuan di Lumajang, Dulu Hanya Dianggap Sebagai Tanaman Liar

Seorang warga di Lumajang dalam satu minggu bisa mengirim 2-3 kali pinang kering ke Papua. Sekali kirim minimal kurang lebih 2 ton.

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Warga di Lumajang mengupas buah pinang untuk disetorkan ke pengepul. 

SURYA.CO.ID, LUMAJANG - Popularitas pinang semakin naik daun. Padahal, dulu pohon pinang hanya dianggap sebagai tanaman liar dan tidak memiliki harga ekonomis tinggi. Namun, anggapan masyarakat sekarang berubah setelah Daim, perintis konservasi lereng Gunung Lemongan di Lumajang membuktikannya.

Rempah pinang rupanya menjadi primadona masyarakat di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Kabarnya di dua daerah itu, pinang sudah menjadi barang yang seperti permen. Mereka biasanya menjamu tamu dengan pinang sebagai makanan pembuka, sebelum akhirnya untuk menyantap makanan berat.

Muhammad Hasan seorang pengepul pinang asal Desa Tegal Randu Klakah mengatakan, pasar pinang memang cukup menjanjikan. Dalam satu minggu, dia bisa mengirim 2-3 kali pinang kering ke Papua. Padahal sekali kirim kurang lebih 2 ton.

Biasanya pinang yang dikirim sudah dalam kondisi kering. Sudah teriris seperti potongan jeruk nipis. Ukurannya rata-rata seragam. Ini adalah pinang kualitas super. 

"Harganya bisa sampai Rp 77 ribu per kilogram, kalau kualitas biasa Rp 44 ribu," ungkap Hasan, Selasa (14/6/2022).

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Mamik Woromengatakan, memang sudah lama Lumajang menjadi penyuplai pinang untuk masyarakat di Indonesia timur. Mengonsumsi pinang dipercaya baik untuk kesehatan dan bisa menjaga kebersihan mulut, karena pinang memiliki kandungan zat antibakteri yang dapat membasmi bakteri di rongga mulut serta gigi dan gusi. Selain itu, pinang juga dipercaya bisa menjadi obat herbal untuk menambah imunitas tubuh.

"Kalau dulu banyak orang sepuh nginang pake sirih biar gigi tidak gampang lepas. Ya kurang lebih masyarakat Papua dan NTT mengonsumsinya seperti itu," ujarnya.

Sebenarnya, pinang juga bisa menjadi komoditas yang bisa diekspor. Sebab, banyak pabrik kosmetik ini menjadikan pinang untuk dijadikan bahan baku produk.

Namun, sayangnya mustahil jika petani Lumajang bisa menjadi eksportir utama. Sebab, populasi pinang se-Kabupaten Lumajang baru sekitar 15 ribu hektare. Pohon ini juga tidak tumbuh dalam satu lahan (monokultural). 

"Sebenarnya komoditi Lumajang yang diekspor itu banyak. Tapi kami masih belum bisa penuhi kuantiti jika tidak melewati perantara. Kami usul, pembibitan masih susah karena program pembibitan langsung diintervensi pusat. Sedangkan kalau mengusulkan program sendiri berbenturan dengan APBD yang cekak," jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved