Kasus Minyak Goreng
3 SOSOK Konglomerat Sawit Indonesia Berkantor di Singapura, Julukan Martua Sitorus Raja Minyak Sawit
Inilah 3 sosok konglomerat sawit yang mengeruk uang di Indonesia, namun mereka memilih mendirikan kantor pusat di Singapura.
SURYA.co.id - Inilah 3 sosok konglomerat sawit yang mengeruk uang di Indonesia, namun mereka memilih mendirikan kantor pusat di Singapura.
Pemerintah Indonesia rencananya akan mengaudit seluruh perusahaan sawit yang berkantor di luar negeri, khususnya di Singapura.
Dengan pilihan mereka mendirikan kantor pusat di luar negeri, maka Indonesia dirugikan dari sisi pendapatan pajak.
Para konglomerat itu mengelola ratusan ribu hektar lahan di Indonesia untuk menanam sawit.
Rencana melakukan audit terhadap perusahaan sawit yanng berkantor di luar negeri itu diungkapkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut baru saja ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus minyak goreng yang sempat membuat resah masyarakat.
Bahkan, sejumlah orang dari Kementerian Perdagangan dan pihak swasta ditangkap oleh Kejaksaan Agung terlihat dalam pengaturan ekspor CPO yang membuat harga minyak goreng di dalam negeri melambung tinggi beberapa bulan lalu.
Luhut sekaligus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu mengaku telah diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.
"Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit," katanya dikutip dari Antara, Jumat (27/5/2022).
Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada.
Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.
"Saya lapor Presiden, 'Pak, headquater-nya (kantor pusat) harus semua pindah ke sini'," katanya.
Luhut mengatakan kantor pusat perusahaan sawit wajib berada di Indonesia agar mereka membayar pajak.
Pasalnya masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.
"Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia)," tegasnya.
3 konglomerat sawit Indonesia
Daftar 3 konglomerat sawit Indonesia yang berkantor di Singapura Namun jika mengacu pada luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai ratusan ribu hektar di Indonesia, akan mengerucut pada pemain-pemain besar industri kelapa sawit.
Selain dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI), ada beberapa perusahaan sawit besar yang merupakan penanaman modal asing (PMA) yang didominasi Malaysia dan Singapura.
Berikut beberapa perusahaan kelapa sawit raksasa yang dimiliki WNI namun memilih berkantor pusat di Singapura:
1. Royal Golden Eagle International
Royal Golden Eagle International (RGEI) yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura.
Pemiliknya adalah konglomerat Indonesia, Sukanto Tanoto.
Sebelum sebesar sekarang, Sukanto memulai bisnisnya pada tahun 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak.
Perusahaan kelapa sawit dan produsen yang berada dalam kelompok bisnis RGEI adalah Asian Agri dan Apical.
Dikutip dari laman resmi Asian Agri, perusahaan ini memiliki 30 perkebunan kelapa sawit dengan luas total 100.000 hektar di provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara.
Luasan ini belum termasuk lahan kelapa sawit plasma.
Selain jadi pemain besar industri sawit, Kelompok bisnis RGEI di Indonesia juga bergerak di berbagai industri, di antaranya yang terbesar yakni industri kertas dan pulp oleh di bawah Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL.
Dicatat Forbes, kekayaan Sukanto Tanoto mencapai 2,1 miliar dollar AS dan menempatkannya di urutan 1.561 orang paling tajir di dunia di 2021.
First Resources Ltd adalah perusahaan milik taipan Indonesia lainnya, Ciliandra Fangiono.
Sosoknya sempat beberapa kali masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes dengan usia yang terbilang sangat muda.
Di usianya yang baru 45 tahun, Ciliandra menempati posisi ke-30 orang terkaya Indonesia dengan usia paling muda pada tahun 2020 dengan kekayaan Rp 1,05 miliar dollar AS.
Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari perkebunan sawit.
Dia merupakan generasi kedua yang mewarisi perusahaan sawit dari ayahnya, Martias.
Ciliandra merupakan CEO First Resources Ltd, perusahaan yang tercatat di bursa efek Singapura yang banyak menguasai ratusan ribu hektar lahan sawit di Indonesia.
First Resources sendiri dirintis ayahnya sejak dua dekade silam.
Perusahaan ini memiliki puluhan pabrik pengolahan sawit yang banyak tersebar di Sumatera dan Kalimantan.
Wilmar International Ltd adalah salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang menanam sawitnya di atas lahan milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema HGU.
Anak perusahaan Wilmar di Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, ikut tersandung dalam kasus korupsi ekspor minyak di Kementerian Perdagangan yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung.
Wilmar International bahkan tercatat sebagai salah satu perusahaan terbesar dari sisi kapitalisasi pasar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX).
Berbagai produk Grup Wilmar antara lain minyak goreng, margarin, coklat, oleokimia, dan biodiesel.
Di Indonesia, merek minyak goreng terkenal dari Wilmar adalah Fortune dan Sania.
Selain sawit dan produk turunannya, perusahaan ini juga tercatat sebagai holding investasi.
Dikutip dari laman resminya, Wilmar International berkantor di 28 Biopolis Road, Singapura.
Perusahaan juga mengklaim memiliki lebih dari 500 pabrik dan jaringan distribusi yang tersebar di China, Indonesia, India, dan berbagai negara lainnya.
Pada tahun 2021, perusahaan bahkan mencatatkan keuntungan bersih sebesar 1,89 miliar dollar AS.
Konglomerat Martua Sitorus adalah sosok di balik guritas bisnis Wilmar di Indonesia.
Masih menurut laman resmi perusahaan, Wilmar awalnya bermula dari perusahaan penggilingan tepung terigu bernama FFM Berhad yang didirikan Kuok Group milik Kuok Khoon Hong di Malaysia pada tahun 1966.
Kemudian pada 1 April 1991, Kuok Khoon Hong berkongsi dengan konglomerat asal Indonesia Martua Sitorus dengan membentuk Wilmar Trading Pte Ltd.
Awalnya, Grup Wilmar memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatera Barat di bawah bendera PT Agra Masang Perkasa (AMP).
Area perkebunan kelapa sawit Wilmar kemudian merambah ke Sumatera Utara.
Dalam waktu relatif cepat, perkebunan sawitnya semakin menggurita di Indonesia hingga ratusan ribu hektare dan berada di atas lahan negara melalui skema hak guna usaha (HGU).
Meski punya kebun kelapa sawit sangat luas beserta fasilitas pabrik pengolahannya di Indonesia, perusahaan ini memilih mencatatkan diri di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange.
Wilmar International Ltd pernah masuk sebagai perusahaan sawit terbesar dunia pada tahun 2018.
Majalah Forbes bahkan menjuluki sang pemilik Grup Wilmar, Martua Sitorus, sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia.
Matua Sitorus sebagaimana dicatat Forbes memiliki kekayaan bersih sebesar 3 miliar dollar AS, sekaligus menempatkan pria berusia 62 tahun ini di urutan 1.034 orang terkaya di dunia.
Update berita lainnya di Google News SURYA.co.id
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/penusukan-jenderal-wiranto-tak-bikin-luhut-panjaitan-takut.jpg)