Berita Nganjuk

Sosialisasikan Restorative Justice, Kejari Nganjuk Beber Penyelesaian Kasus Secara Efisien dan Murah

Sosialisasi itu diikuti 60 peserta dari BPD Desa Sambiroto, LPM, Ibu PKK, Ketua RT/RW, Karang Taruna, Linmas dan Staff Desa

Penulis: Ahmad Amru Muiz | Editor: Deddy Humana
surya/ahmad amru muiz
Kepala Kejari Nganjuk, Nophy Tennophero Suoth SH memberikan sosialisasi dan pemaparan tentang program Restorative Justice kepada warga Desa Sambiroto, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. 

SURYA.CO.ID, NGANJUK - Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk terus menggencarkan program Restorative Justice ke desa-desa sebagai upaya memberikan penjelasan tentang penyelesaian keadilan secara efisien dan murah.

Pihak kejari menjelaskan kepada warga tentang restorative justice, di mana perkara tindak pidana yang dijalani masyarakat bisa diselesaikan dengan cara musyawarah dan adil.

Kepala Kejari (Kajari) Nganjuk, Nophy Tennophero Suoth SH menjelaskan, program restorative justice itu sendiri melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, pihak lain yang terkait untuk bersama–sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

"Keadilan restoratif dilaksanakan dengan berazaskan Keadilan, Kepentingan Umum, Proporsionalitas, Pidana sebagai jalan terakhir dan Cepat, sederhana dan biaya ringan," kata Nophy dalam sosialisasi program RJ di Desa Sambiroto, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, Minggu (24/4/2022).

Sosialisasi itu diikuti 60 peserta dari BPD Desa Sambiroto, LPM, Ibu PKK, Ketua RT/RW, Karang Taruna, Linmas dan Staff Desa.

Dijelaskan Nophy, program restorative justice merupakan program dari Jaksa Agung RI. Di mana sebuah tindak pidana tidak boleh dilakukan serta harus selalu diproses hukum.

Namun dalam restorative justice, penanganan perkara tersebut merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

"Program ini tidak dapat berjalan tanpa adanya dukungan dari masyarakat. Maka apabila terjadi tindak pidana yang masih bisa diselesaikan, kami menggunakan upaya hukum lain dalam arti lewat restorative justice," ucap Nophy.

Dalam penanganan perkara menggunakan program restorative justice tersebut, menurut Nophy, ada beberapa persyaratan. Di antaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Lalu kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana, pemulihan kembali pada keadaan semula dan adanya perdamaian antara korban dan tersangka. Nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

"Apabila suatu perkara pidana hukum memenuhi kriteria dan syarat tersebut maka progra restorative justice bisa dimanfaatkan," ucap Nophy.

Ditambahkan Kasi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Nganjuk, Roy Ardiyan Nur Cahya SH, program ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan korban dan kepentingan hukum lain, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, respon dan keharmonisan masyarakat serta kepatutah, kesusilaan dan ketertiban umum.

"Tata cara perdamaian dalam penanganan restorative justice ini, kami selaku Penuntut Umum menawarkan upaya perdamaian kepada korban dan tersangka pada tahap penuntutan (Tahap II). Dalam penawaran tersebut kami juga tanpa unsur paksaan, tekanan dan intimidasi kepada korban maupun tersangka sehingga nantinya proses penanganan dengan jalan restorative justice bisa terlaksana dengan baik," tutur Roy.

Roy menambahkan, masyarakat dapat datang secara langsung ke kantor Kejari Nganjuk atau dapat menggunakan akses website resmi kejari dalam program Restorative Justice tersebut. *****

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved