Ramadan 2022
Ketua MUI Jatim Prof Dr KH Ali Maschan Moesa: Ramadan, Syahrul Qur’an dan Bulan Literasi
Setiap manusia selalu berhadapan dengan 4 penjara, yaitu sejarah, alam, masyarakat, dan egonya sendiri.
SURYA.co.id - Kehadiran bulan puasa selama sebulan dalam setiap tahun merupakan ranah 'muhasabah' yang paling signifikan bagi setiap muslim untuk melakukan 'dekonstruksi' atas penjara-penjara nafsu yang mengungkung dirinya selama ini.
Setiap manusia selalu berhadapan dengan 4 penjara, yaitu sejarah, alam, masyarakat, dan egonya sendiri.
Dan fakta obyektif menunjukkan bahwa dari sekian penjara yang melingkupi, perjuangan melawan ego adalah yang paling berat bagi manusia.
Padahal kesuksesan aspek ini sangat dibutuhkan dalam rangka mengkonstruksi dirinya menjadi manusia yang tercerahkan (well informed) sebagai insan yang bertaqwa (al-Baqarah 183).
Jika kita analisis secara lebih konprehensif, maka makna dasar dari perintah puasa diatas adalah, (1) bahwa perintah puasa itu bukan merupakan ibadah baru dalam ajaran-ajaran agama samawi, tetapi adalah berlaku juga bagi umat-umat terdahulu; (2) bahwa puasa 'Ramadan' diperintahkan oleh Allah karena ibadah ini mengandung tujuan luhur, yaitu la'allakum tattaqun.
Dapatkah manusia mencapai derajat 'muttaqin' tanpa mampu mengkonstruksi dan menjaga dirinya dari semua tindakan yang destruktif bagi nilai-nilai kemanusiaan?
Ya, sudah barang tentu tergantung kemampuan masing-masing insan mendesain dirinya secara apik dan konsisten dalam perspektif Iman, Islam dan Ihsan.
Hal inilah yang pernah dikonstatir oleh kanjeng Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: 'Innamas shaumu junnah', puasa adalah sebuah perisai.
Lebih lanjut, konsep dasar hidup manusia di dunia ini dalam pandangan Islam mempunyai dua misi atau risalah yang pokok, yaitu, pertama, risalah ibadah seperti yang dijelaskan dalam surat al-Dzariyat 56; "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku".
Kedua, risalah khilafah seperti dijelaskan dalam al-An'am 165: "Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalifah) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang telah diberikan-Nya kepadamu".
Manusia yang paling ideal menurut ukuran Islam adalah yang mampu melaksanakan kedua macam risalah tersebut.
Tipologi manusia ideal yang seperti itu terwujud dalam pribadi Gusti Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu beliaulah yang ditunjuk oleh Al lah SWT sebagai manusia teladan (uswatun hasanah).
Dalam perspektif yang universal kedua risalah tersebut akan mampu memberi solusi dari berbagai persoalan kemanusiaan.
Problem kemanusiaan yang belum teratasi secara baik sampai saat ini adalah keterbelakangan 'modal manusia' (human capital), yaitu berupa lemahnya life skill, pendidikan, gizi, kesehatan, dan kurangnya fasilitas sanitasi, serta lingkungan hidup yang semakin degradatif.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/prof-dr-kh-ali-maschan-moesa-mui-jatim.jpg)