Ramadan 2022
Waketum MUI Jatim Prof Dr H Abd Halim Soebahar: Dimensi Pendidikan Dalam Ibadah Puasa
Wakil Ketua Umum MUI Jatim, Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA: Setiap ibadah selalu memiliki dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
SURYA.co.id - Setiap ibadah selalu memiliki dimensi vertikal dan dimensi horizontal.
Dimensi vertikal adalah aspek teosentris/ketuhanan, sedang horizontal adalah aspek antroposentris/kemanusiaan.
Dimensi vertikal ibadah puasa berupa pengendalian diri dari segala bentuk hasrat duniawi, baik berupa makanan, minuman dan kenikmatan seksual untuk melebur kepada kenikmatan sejati bersama Allah Swt, sumber dari segala kenikmatan.
Sedangkan dimensi horizontal ibadah puasa adalah persamaan (egalitarianisme). Semua orang Islam kaya maupun miskin harus menahan lapar, dahaga dan nafsu lainnya dari sejak fajar sampai terbenamnya matahari.
Orang yang dirumahnya penuh stok makaman dan minuman dengan oang miskin yang sama sekali tidak punya ransum makanan, sama-sama harus merasakan lapar demi mencapai ridha Allah Swt.
Turunan dari prinsip pesamaan ini adalah terbentuknya empati sosial untuk memperjuangkan persamaan hak umat atas semua aspek, baik ekonomi, politik, sosial budaya, dan sebagainya.
Perintah dan kewajiban berpuasa, sebagaimana difirmankan Allah Swt, terdapat dalam Alquran Surah Al-Baqarah Ayat 183: 'Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa'.
Jika diteliti dan direnungkan secara mendalam makna ayat tersebut, akan dapat dipahami bahwa ibadah puasa yang hanya diwajibkan (idiom ushul fiqh, mafhum mukhalafah) kepada orang yang beriman adalah untuk mencapai ketaqwaan.
Jadi taqwa merupakan target yang akan dicapai dari perintah dan kewajiban berpuasa bagi orang-orang yang beriman.
Selain itu, ketika menetapkan kewajiban berpuasa, Alquran tidak menegaskan bahwa kewajiban tersebut datang dari Allah, tetapi redaksi yang digunakannya dalam bentuk pasif: '...diwajibkan atas kamu berpuasa...'.
Agaknya, redaksi tersebut sengaja dipilih untuk mengisyaratkan bahwa puasa tidak harus merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Allah Swt, tetapi manusia itu sendiri akan mewajibkannya atas dirinya pada saat ia menyadari banyaknya manfaat dan nilai-nilai pendidikan dengan diwajibkannya puasa itu, karena puasa menjadikan hidup kita lebih sehat, berpuasa akan menjadikan kita lebih baik, dan dengan berpuasa sebulan Ramadan akan menjadikan kita lebih terdidik.
Manusia diciptakan oleh Allah dari unsur tanah dan ruh ilahi.
Tanah mendorongnya memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani, sedangkan ruh ilahi mengantarkannya kepada hal-hal yang bersifat ruhaniah.
Tidak dapat disangkal bahwa dorongan kebutuhan jasmani, khususnya fa’ali (makan, minum, dan hubungan seks) menempati tempat teratas, daya tariknya sedemikian kuat sehingga tidak jarang orang terjerumus.
Seseorang yang mampu mengendalikan diri, diharapkan mampu mengontrol dorongan naluriah atau nafsu lain.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/wakil-ketua-umum-mui-jatim-prof-dr-h-abd-halim-soebahar-ma.jpg)