Ramadan 2022

Waketum MUI Jatim Prof Dr H Abd Halim Soebahar: Dimensi Pendidikan Dalam Ibadah Puasa

Wakil Ketua Umum MUI Jatim, Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA: Setiap ibadah selalu memiliki dimensi vertikal dan dimensi horizontal.

Editor: irwan sy
MUI Jatim
Wakil Ketua Umum MUI Jatim, Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA. 

Dari sini dapat dipahami mengapa syarat sahnya puasa dalam Islam adalah bila ia berhasil mendidik diri guna 'menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual'.

Dengan demikian, perlu ada proses pelatihan, bahkan pendidikan untuk menghindari lepasnya kontrol dorongan naluri fa’ali tersebut.

Salah satu media pendidikan yang sangat strategis adalah syariat ibadah puasa.

Jadi, puasa ramadlan disyariatkan hakikatnya adalah untuk mendidik kita; mendidik kesehatan kita, mendidikmkejujuran kita, mendidik keikhlasan kita, dan mendidik potensi pengendalian diri kita.

Puasa Ramadan disyariatkan agar kita dapat mengendalikan diri, dan puasa ramadhan disyariatkan agar kita selalu optimis terhadap masa depan. ”ada dua kegembiraan (kenikmatan) yang didapatkan oleh orang yang berpuasa, sekali pada saat berbuka dan sekali pada saat menemui Tuhannya”, demikian sabda Nabi Muhammad Saw.

Oleh karena itu, tanamkan keyakinan bahwa puasa bukan beban, tetapi kebutuhan kita, menuju kebahagiaan di masa depan, dan puasa Ramadan adalah kebutuhan bagi orang-orang yang beriman menuju ketaqwaan.

Dengan demikian, puasa Ramadan sebenarnya merupakan rahmat dan sekaligus kemurahan Allah Swt, bukan beban bagi kita, karena perintah berpuasa dimaksudkan sebagai media pendidikan samawi, pendidikan yang amat strategis, pendidikan yang sangat komprehensif, sehingga manusia lebih dekat kepada hakikat jati dirinya, yakni makhluq yang selalu merindukan kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kedekatan dengan sesama.

Mengapa?, karena puasa ramadhan memberi pengalaman ruhaniah (spiritual experiences) paling berharga bagi kehidupan manusia.

Yang semula jarang bersama, selama ramadhan akan sering bahkan selalu bersama, minimal saat berbuka dan bersantap sahur.

Yang semula jarang sholat berjamaah, selama ramadhan menjadi aktif berjamaah lima waktu, sholat tarowih dan witir.

Yang semula kurang peka terhadap sesama, selama Ramadan akan merasa lebih peduli terhadap nasib sesama, dan bentuk amaliah lainnya.

Jadi, puasa Ramadan adalah pendidikan samawi yang paling strategis dan kompehensif dalam mengembangkan energi positif manusia beriman.

Walhasil, kita dan keluarga (suami istri dan anak-anak) akan merasakan sesuatu yang baru: terasa lebih utuh karena sama-sama berupaya menggapai ketaqwaan.

Namun pengalaman ruhaniah yang paling dalam dan tinggi nilainya adalah kesadaran akan kehadiran Allah Swt dalam setiap dimensi kehidupan kita.

Kesadaran bahwa Allah Swt selalu hadir bersama kita, mengawasi kita dan melihat semua perbuatan kita, sehingga kehadiran kita dalam kehidupan ini akan dijalani dengan penuh makna, di mata Tuhan dan sesama. Rasanya, dengan berpuasa, energi positif kita berkembang lebih dahsyat, manfaat dan barokah.

Inilah sebenarnya motivasi bagi kita disyariatkannya ibadah puasa ramadhan. '...wa an tashûmû khairun lakum in kuntum ta’lamûn/...dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui' (QS. Al-Baqarah (2): 184).

Wallahu a’lam.

Wakil Ketua Umum MUI Jatim,
Prof Dr H Abd Halim Soebahar MA.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved