Berita Blitar

Kisah Hariyadi, 20 Tahun Tekuni Profesi Pandai Besi di Kota Blitar, Pesanan Hingga China

Hariyadi: Pandai besi sudah ada sejak zaman dulu. Ini merupakan kebudayaan nenek moyang yang harus dilestarikan

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Cak Sur
SURYA.CO.ID/Samsul Hadi
Hariyadi menunjukkan pedang katana hasil karyanya, Selasa (8/3/2022). 

SURYA.CO.ID, BLITAR - Di era kemajuan teknologi, profesi tukang besi atau pandai besi mulai jarang ditemui di masyarakat. 

Di Kota Blitar, sekarang tinggal beberapa orang yang masih bertahan menekuni profesi pandai besi

Salah satunya, Hariyadi (52), warga RT 3 RW 3 Kelurahan Turi, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar

Bapak dua anak itu sudah hampir 20 tahun menekuni kerajinan membuat perkakas berbahan baja dan besi secara tradisional. 

Hariyadi terlihat menempa potongan logam menggunakan palu di sebuah ruang depan rumahnya, Selasa (8/3/2022). 

Setelah beberapa kali pukulan, Hariyadi kembali membakar potongan logam yang ditempa menggunakan bara api. 

Aktivitas itu dia ulangi berkali-kali sampai logam yang ditempa itu membentuk sebuah perkakas yang diinginkan. 

Saat itu, Hariyadi sedang membuat pesanan sebuah parang. 

"Api yang digunakan membakar logam bahannya khusus, pakai arang kayu jati. Arang kayu jati panasnya maksimal," kata Hariyadi

Untuk pembuatan sebuah parang, Hariyadi membutuhkan waktu sekitar empat jam. 

Proses awal, yaitu, pemilihan bahan baku untuk membuat parang. Setelah bahan baku dibuat pola, baru dilakukan proses penempaan. 

Proses tempa itu untuk pemadatan bahan baku dan membentuk model perkakas yang diinginkan. 

Setelah bahan baku terbentuk dilakukan proses penghalusan menggunakan gerinda. 

Selanjutnya, dilakukan proses penyepuhan atau mengembalikan kekerasan baja pada bahan. 

Proses penyepuhan itu dilakukan dengan cara membakar bagian bahan baku dengan suhu tertentu lalu dicelupkan ke air tawar atau oli.

"Setelah itu finishing, mulai proses pembuatan gagang, sarung dan penajaman," ujarnya. 

Hariyadi menekuni profesi pandai besi sudah hampir 20 tahun. Sejak remaja, dia memang hobi mengolah logam. 

Awalnya, dia membuat pisau untuk digunakan sendiri. Lambat laun, ada teman yang tertarik memesan pisau buatannya. 

Dari situ, dia akhirnya terjun menjadi pandai besi sampai sekarang. 

"Tapi, kakek buyut saya dulunya juga empu (tukang membuat keris)," katanya.

Dikatakannya, di era kemajuan teknologi, profesi pandai besi memang mulai langka karena kalah dengan perkakas pabrikan. 

Tetapi, usaha pandai besi milik Hariyadi sampai sekarang tetap stabil. 

Tiap bulan, dia selalu mendapat pesanan dari pelanggan. Hanya saja, jumlah pesanan memang turun dibandingkan sebelumnya. 

"Kalau dulu tiap bulan bisa dapat 10 pesanan, sekarang tinggal lima. Tapi, pesanan selalu ada," ujarnya. 

Hariyadi memang memproduksi perkakas sesuai pesanan. Kebanyakan, dia menerima pesanan senjata tajam untuk suvenir seperti katana, pedang, golok, dan pisau tradisional. 

Pesanan juga datang dari luar daerah seperti Jakarta, Bandung, Bali, Kalimantan, dan Sumatra. Bahkan, dia juga pernah menerima pesanan pedang dari China dan Malaysia. 

"Pesanan parang atau pisau untuk keperluan perkebunan maupun jagal sapi juga tetap saya layani. Kalau pesanan perkakas pertanian seperti cangkul biasanya saya lempar ke pandai besi lain," katanya.

Untuk bahan baku, Hariyadi mengaku tidak ada kesulitan. Tapi, belakangan ini harga besi terus naik. Kenaikannya sekitar 70 persen.

Dia memanfaatkan besi atau baja bekas onderdil kendaraan bermotor untuk membuat perkakas senjata tajam. 

"Bahan bakunya saya cari di loakan (barang bekas). Sekarang harganya terus naik," katanya. 

Harga jual perkakas produksinya juga bervariasi tergantung model dan bahannya. 

Untuk perkakas standar untuk pertukangan dan pertanian, dia jual mulai Rp 100.000 sampai Rp 250.000.

Sedang untuk perkakas pisau hias seperti duplikat katana, golok, pedang, dan pisau tradisional biasanya dijual mulai Rp 1 juta sampai Rp 3 juta. 

"Harganya tergantung bahan dan tingkat kesulitan pembuatannya," ujarnya. 

Bagi Hariyadi, profesi sebagai pandai besi bukan hanya sekedar menjadi pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. 

Lebih dari itu, dia juga ingin melestarikan kebudayaan nenek moyang terdahulu yang membuat kerajinan sebagai pandai besi

Menurutnya, profesi pandai besi sudah dikenal sejak zaman kuno. 

"Pandai besi sudah ada sejak zaman dulu. Ini merupakan kebudayaan nenek moyang yang harus dilestarikan," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved