Berita Madiun
Camilan 'Makaronimu' dari Kabupaten Madiun Tembus Eropa, Beromzet Rp 30 Juta Sebulan
Endang mempunyai 6 gerai di Kabupaten/Kota Madiun, Magetan, dan Nganjuk dengan omzet hingga Rp 30 juta setiap bulannya.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Rahadian Bagus
SURYA.CO.ID|MADIUN - Siapa sangka makanan ringan atau camilan makaroni dari Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun bisa menembus pasar internasional.
Jajanan yang identik dengan rasa pedasnya ini sudah menembus Taiwan, Singapura hingga Portugal.
Endang Susilowati (45) warga Desa Suluk, Kecamatan Dolopo memulai usaha makaroninya pada tahun 2017 silam.
Selama lima tahun membangun usahanya, kini Endang mempunyai 6 gerai di Kabupaten/Kota Madiun, Magetan, dan Nganjuk dengan omzet hingga Rp 30 juta setiap bulannya.
Perjalanan 'Makaronimu' milik Endang dimulai saat ia mengikuti pameran UMKM di Grand City, Surabaya.
Ia menjadi salah satu perwakilan Kabupaten Madiun untuk meramaikan pameran UMKM dalam rangka HUT Provinsi Jawa Timur.
Saat menjaga stand tersebut ia didatangi salah satu perwakilan perusahaan penggilingan tepung terigu, Bogasari.
"Mereka menawari untuk memberikan pelatihan membuat Makaroni," jelas Endang, Minggu (6/3/2022).
Endang yang saat itu sudah menjadi produsen keripik singkong menerima tawaran tersebut walaupun konsekuensinya ia harus membeli alat pembuat makaroni senilai Rp 70 juta, belum termasuk bahan baku utamanya yaitu tepung dari Bogasari.
"Saya pikir mau saja, karena untuk mengembangkan jenis produk saya. Karena tidak mungkin produk saya cuma satu terus, jadi kalau yang satu kurang berjalan bisa produk yang lain," lanjutnya.
Setelah mendapatkan pelatihan selama tiga hari dari Bogasari, Endang mulai menjajakan makaroninya.
Pasar makaroninya sama dengan keripik singkong yang sudah ia jalankan.
"Jadi ada reseller atau distributor yang ambil dari Surabaya, Pasuruan, dan Sidoarjo," kata Endang.
Ia masih ingat saat itu omzet penjualan bulan pertama makaroninya senilai Rp 5 juta, dan terus naik setiap bulannya.
Karena dipandang punya masa depan yang cerah, setahun kemudian yaitu pada tahun 2018 Endang membuka gerai khusus makaroni di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Dolopo.
"Saya juga ikut pameran dan even-even di Kota Madiun dan Kabupaten Madiun," jelas Endang.
Untuk mengenalkan makaroninya, konsumen dipersilakan mengambil makaroni sepuasnya dengan membayar Rp 5 ribu saja.
"Kantongnya kita sediakan, banyak yang ambil sampai tumpah, ya tidak apa-apa. Cara ini saya lakukan selama 1 tahun," lanjutnya.
Hingga akhirnya ia semakin melebarkan usahanya dengan menambah variasi produk makaroni serta membuka gerai-gerai lain di Kecamatan Dagangan, Kota Madiun, dan Magetan.
Ia bahkan menerima franchise dari sejumlah koleganya di Magetan dan Nganjuk yang juga ingin meraup untung dari berjualan makaroni.
"Alhamdulillah semuanya jalan. Rata-rata omzet setiap gerai itu Rp 10-12 juta perbulan," terang Endang.
Sekali produksi, Endang bisa menggoreng 250 Kilogram makaroni yang habis dalam waktu 4-5 hari saja.
Tak cukup sampai di situ, Endang mencoba untuk masuk ke toko retail modern serta menjajakan dagangannya di market place.
Karena tuntutan tersebut, ia mulai belajar untuk mengemas produknya menjadi lebih menarik sebagaimana kualifikasi dari toko retail modern.
"Kita turutin, Alhamdulillah mereka menerima dan sekarang sudah tersedia di 36 toko retail modern di Kabupaten Madiun," jelasnya.
Dengan kemasan yang menarik, makaroni milik Endang juga laku keras di marketplace.
Tak hanya di dalam negeri, Endang juga acap kali mendapatkan pesanan dari luar negeri, baik dari Benua Asia maupun Eropa melalui marketplace.
Namun begitu, Endang mengaku perjalanannya merintis usaha makaroni tersebut tidak selamanya mulus.
Ia bahkan pernah hampir digugat senilai Rp 1 Miliar pada tahun 2020.
"Ceritanya saat awal dulu saya menggunakan nama produk 'makaroniku'. Ternyata nama tersebut sudah dipatenkan sama pengusaha di Jakarta," kata Endang.
Perusahaan tersebut menjual produk-produk serupa yaitu makaroni pasta, spaghetti Bolognese, Lasagna, Macaroni Schotel dan lainnya.
"Saya diminta untuk mengganti nama produk saya dalam waktu 1 x 24 jam, jika tidak saya akan dituntut Rp 1 miliar," kenang Endang.
Endang pun mengatakan tak sanggup karena ia baru saja mencetak kemasan menggunakan nama 'makaroniku' sebanyak lebih dari 10 ribu kemasan.
"Saya meminta waktu 1 bulan, mereka menyetujui. Setelah kemasan saya benar-benar habis saya mengganti nama jadi 'makaronimu'," ucapnya.
Setelah masalah tersebut selesai, ternyata pihak Makaroniku justru ingin mengajak Endang kerjasama untuk menjadi mitra.
"Saya sering mengirim produk saya. Biasanya saya krim 1.500 pcs sesuai permintaan mereka," jelasnya.
Saat ini, Endang mengaku banyak permintaan untuk bergabung menjadi franchise Makaronimu.
Namun begitu Endang belum bersedia membuka franchise baru selama masa Pandemi Covid-19 ini, apalagi saat ini harga minyak goreng juga sedang tinggi.
"Mungkin akan saya buka kalau harga minyak goreng stabil dan Pandemi Covid-19 mereda ya," tuturnya.
Biaya untuk membuka franchise Makaronimu sendiri rata-rata Rp 12 jutaan menyesuaikan spesifikasi yang diinginkan.