Ritual Maut di Pantai Payangan Jember
TUNTUTAN Ayah Bripda Febriyan Duwi ke Pimpinan Ritual Maut di Jember, Masa Lalu Nurhasan Terungkap
Keluarga Bripda Febriyan Duwi menuntut Nurhasan, ketua ritual maut di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur diadili.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Musahadah
SURYA.CO.ID, LUMAJANG - Keluarga Bripda Febriyan Duwi menuntut Nurhasan, ketua ritual maut di Pantai Payangan, Jember, Jawa Timur diadili.
Bripda Febriyan Duwi menjadi satu di antara 11 korban yang tewas dalam ritual maut yang terjadi Minggu (13/2/2022).
Menurut Joko Purnomo, ayah Bripda Febri, bagaimana pun, Nurhasan menjadi penyebab anaknya dan 10 korban lain tewas.
"Keluarga gak ada yang tahu kalau Febri ini ikut ritual-ritual. Kalau tahu ya jelas dilarang," katanya saat ditemui di rumahnya, di Desa Kaliboto, Kecamatan Jatiroto, Lumajang, Selasa (15/2/2022).
Di antara anggota keluarga, Joko memang yang tampak tabah.
Baca juga: BREAKING NEWS Nurhasan Keluar RS Langsung Dibawa ke Polres Jember
Ia bercerita, sebelum anaknya meninggal dalam tragedi tergulung ombak pesisir laut selatan, sempat mendapat firasat.
Dua minggu sebelum Febri pergi, dia meminta ayahnya menyiapkan kayu untuk digunakan membangun rumah di Bondowoso.
"Bilangnya mau dibuat bikin kusen di rumah baru. Ternyata kayu yang diminta dijadikan rumah untuk selamanya. Kayu yang diminta aku buat plingsir pemakamannya," kata Joko.
Di bagian lain, Diana, istri Febri mencoba tenang setiap kali petakziah datang ke rumahnya.
Istri anggota polisi dari Kesatuan Polres Bondowoso sudah bisa dipastikan hatinya masih teraduk-aduk. Dia seakan belum percaya takdir bahwa suaminya sudah tutup usia setelah terseret arus laut saat menggelar ritual di Pantai Payangangan, Jember.
Beban menanggung rasa kehilangan juga terlihat di Ibu Febri. Matanya merah. Entah sehari itu, sudah berapa kali ia menangis. Dia hanya bisa mengucap kata 'Amin' tiap kali petakziah melantukan doa-doa untuk melepas kepergian arwah anaknya.

Di bagian lain, Nurhasan, Ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara Nurhasan keluar dari rumah sakit.
Namun bukan pulang ke rumahnya, Nurhasan langsung dibawa ke Polres Jember di Jl Kartini.
Dari pantauan Surya, Nurhasan memakai kaus berwarna merah marun, dan bersarung. Masih ada kasa penutup bekas suntikan infus di tangannya.
Dia dijemput tim penyidik Pidana Umum Polres Jember ke RSD dr Soebandi Jember. Setibanya di Polres Jember sekitar pukul 13.31 Wib. Selanjutnya dia dibawa masuk ke ruangan Unit Pidana Umum Satreskrim Polres Jember.
Sampai berita ini ditulis, wartawan masih menunggu Kasatreskrim Polres Jember AKP Komang Yogi Arya Wiguna yang masih mengikuti video conference di Aula Rupatama Polres Jember.
Masa Lalu Nurhasan Terungkap
Di bagian lain, masa lalu Nurhasan, si ketua ritual maut itu terungkap.
Ternyata sebelum menjadi ketua padepokan Tunggal Jati Nusantara, Nurhasan lama bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Di Malaysia juga dia bertemu dengan jodohnya.
"Pak Hasan sama istrinya ketemu ketika kerja di Malaysia," terang Budi Harto, sekretaris Desa Dukuh Mencek, Kecamatan Sukorambi, Jember, tempat Nurhasan tinggal.
Nurhasan baru kembali dari Malaysia pada tahun 2014.
Saat kembali pun, Hasan sempat menjalani pekerjaan sebagai MC acara dangdut hingga berjualan online seperti berjualan tisu.
Nasib Nurhasan berubah ketika dia menjadi paranormal.
Dia membuka praktik di rumahnya, di Dusun Botosari, Desa Dukuh Memcek.
Rumah berdinding putih menghadap selatan itu juga kerap dipakai tempat berkumpul pengikut Kelompok Tunggal Jati Nusantara.
Hampir setiap hari rumah Hasan dikunjungi tamu. Entah dari mana saja asal mereka. Apalagi kalau malam Jumat, jumlah tamu yang datang bisa sampai 20an orang.
Tetangga kanan-kirinya sudah biasa melihat rumah Hasan sering dikunjungi banyak tamu.
Cerita yang beredar, dia dianggap punya kekuatan spiritual sehingga mampu menerawang nasib orang di masa depan, termasuk mengajak orang meraih ketenangan jiwa.
"Dia kalau kemana-mana pakai selendang hijau," kata Budi Harto, Sekretaris Desa Dukuh Mencek.
Paranormal sangat begitu melekat di diri Hasan. Tamu-tamu yang datang bukan hanya dari kalangan bawah.
Cukup banyak tamunya datang membawa mobil. Saking eksisnya, kemampuan ini sudah dijadikan dirinya sebagai pekerjaan. Sampai-sampai, dia bisa menghidupi dua istri dan dua anak.
"Kalau Pak Hasan dulunya ini kerja di Malaysia. Terus pulang. Kayaknya setelah itu, dia dikenal sebagai paranormal," ujarnya.
"Pak Hasan sama istrinya ketemu ketika kerja di Malaysia," sambung Budi Harto.
Sementara itu, Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, hasil penyelidikan sementara Kelompok Tunggal Jati ini merupakan tempat pengobatan alternatif.
Akan tetapi, terkadang tujuan orang yang datang ke Hasan juga bermacam-macam. Ada yang ingin konsultasi masalah ekonomi, rumah tangga, atau pun kesehatan.
"Nah ini kesehatan secara fisik maupun batin. Bermacam-macamlah alasan orang yang datang dan bergabung," beber Hery.
Kebanyakan, pengikut Hasan dulunya adalah seorang pasien. Banyak pasien mengaku sembuh setelah datang ke Hasan. Keberhasilan itu sering diceritakan pasien-pasien ke orang lain. Sehingga cukup banyak yang tertarik menjadi pengikutnya.
"Kemudian mereka yang sembuh itu memberikan testimoni kepada satu atau dua orang, sehingga kemudian ikut" sambung Hery.
Pada prosesnya, tak hanya orang yang sakit yang datang ke Nurhasan.
Mereka yang punya masalah ekonomi hingga masalah keluarga pun mendatanginya.
Masalah ekonomi itu antara lain ada yang ingin kaya.
Tak cuma mengobati, Nurhasan ternyata juga memberikan ilmu kepada pasiennya yang kemudian dia angkat sebagai pengikutnya.
Bagi pengikut yang dinyatakan lulus, maka dia sudah bisa mengobati pasien lain.
Seperti Sofiana Nazia (22) murid Nurhasan yang sudah empat tahun masuk di padepokan itu.
Sofiana menjadi korban tewas dalam ritual maut tersebut.
Dewi Soleha (48), ibu Sofiana mengatakan, awal sang anak masuk kelompok ini karena ingin mencari ketenangan hati.
"Katanya mau mencari ketenangan hati, mau berubah," ujar Dewi Soleha, Senin (14/2/2022).
Dewi menuturkan, anaknya sempat menjadi remaja yang nakal. Dia mengkonsumsi minuman keras, seperti arak.
"Terus orangnya juga keras, tidak nurut sama saya. Dari situ, dia ingin berubah, terus diajak temannya untuk ikut kelompok itu supaya bisa berubah," kata Dewi.
Ketika ikut kelompok itu, kata Dewi, anaknya memang berangsur berubah.
"Memang tidak langsung berubah, setahun pertama belum. Namun setelahnya berubah, nurut sama saya. Terus dia bilang mendapat ketenangan hati," lanjutnya.
Karenanya, Dewi tidak melarang Sofi ikut kelompok tersebut. Bahkan setelah empat tahun berjalan, Sofi dinyatakan lulus dan sudah bisa mengobati pasien lainnya.

Istri Muda dan Anak Tiri Tewas
Kehidupan yang mapan membuat Nurhasan memilih poligami.
Dia memperistri Ida (22), perempuan asal Dusun Gayam Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji, dekat Terminal Tawangalun.
Sayangnya, Ida ikut menjadi korban dalam ritual maut itu bersama anak tiri Nurhasan, P (13).
Dugaan kuat, Ida dan P sudah masuk dalam anggota Tunggal Jati Nusantara. Sebab, mereka beberapa kali ikut acara ritual yang diadakan oleh Hasan. Termasuk
N, anak Hasan dan Ida yang masih berusia dua tahun.
Beruntung, N selamat dari tragedi gulungan ombak pantai selatan. Karena saat itu, posisi N cukup jauh dari bibir pantai. Dia digendong salah seorang pengikut Hasan yang selamat.
Baca juga: Terungkap Alasan Bripda Febriyan Duwi Ikut Ritual Ngalab Berkah di Jember, Pesan Terakhir Disorot
Usai kejadian itu, Hasan langsung diperiksa oleh Satreskrim Polres Jember. Hasan sekarang berstatus saksi.
Tidak menutup kemungkinan, status Hasan bisa berubah menjadi tersangka. Sebab, apabila merujuk Pasal 359 KUHP, jika kegiatan seseorang membuat nyawa orang lain celaka bisa dijerat pidana.
Sampai sekarang, polisi sudah memeriksa 13 orang saksi. Kebanyakan, mereka dari kalangan pengikut Hasan.
Akan tetapi, polisi menemui kendala ketika hendak memeriksa Hasan. Hasan tiba-tiba mengaku sesak nafas. Sampai-sampai Hasan harus dilarikan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soebandi.
Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, akan tetap melanjutkan pemeriksaan ketika kondisi Hasan pulih.
"Gelar perkara akan dilakukan setelah selesai memeriksa semua saksi," ungkap Hery.
Menurut Hery, dalam kasus ini peran polisi hanya bisa menulusuri apakah dalam peristiwa 11 orang tewas apakah ada unsur pidana atau tidak.
Sedangkan, untuk menyimpulkan kegiatan Kelompok Tunggal Jati menyimpang dari norma-norma agama atau kepercayaan pihaknya membutuhkan pengusutan lebih dalam.
Pengusutan itu setidaknya harus melibatkan tokoh-tokoh agama maupun sesepuh dari kepercayaan tertentu.
"Untuk doa-doa yang merujuk pada aliran tertentu, tentu membutuhkan pendalaman. Kemudian kami akan coba gali dari ahli untuk menelusuri kategori aliran ini," pungkasnya.
Baca juga: MASA LALU KELAM Korban Ritual Maut Pantai Payangan Jember Terungkap, Ibu: Dia Dapat Ketenangan Hati
Seperti diberitakan, ritual kelompok Tunggal Jati Nusantara berujung maut, Minggu (13/2/2022). 11 orang meninggal dunia karena terseret ombak.
Berikut daftarnya:
1. Sulastri (42) warga asal Desa Gebang Kecamatan/ Kabupaten Jember.
2. Pinkan (13) warga asal Desa Tawangalun Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember.
3. Arisco (21) warga asal Desa Gumukmas Kabupaten Jember.
4. Ida (33) warga asal Desa Tawangalun Kabupaten Jember.
5. Bripda Febrian Duwi (25) warga asal Desa Sumber Salam Kecamatan Tenggaran Kabupaten Bodowoso
6. Yuli (42) warga asal Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember
7. Basuni (55) warga asal Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember.
8. Sofi (22) warga asal Kecamatan Gebang Kabupaten Jember.
9. Sri Wahyuni (30) warga asal Kecamatan Gebang Kabupaten Jember.
10. Syaiful bahri (35) warga asal Kecamatan Ajung Kabupaten Jember.
11. Kholifah warga Desa Gugut, Rambipuji.
Dari 11 korban tewas itu, hanya Kholifah yang selesai dilakukan pemeriksaan antem mortem.
Hasil analisis, korban mengalami luka di bagian pelipis mata dan cidera di bagian kaki. Dugaan kuat korban terbentur tebing setelah tergulung ombak ganas pantai selatan. (sri wahyunik)