Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang
UPDATE PEMBUNUHAN SUBANG: Dugaan Pengacara Danu Soal 'Tukar Kepala', Korbankan Orang untuk Dipenjara
Pengacara Muhammad Ramdanu alias Danu, mencurigai adanya misi "tukar kepala" hingga membuat kliennya kerap menjadi sorotan.
Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.CO.ID - Pengacara Muhammad Ramdanu alias Danu, mencurigai adanya misi "tukar kepala" hingga membuat kliennya kerap menjadi sorotan.
"Tukar kepala' merupakan misi mengganti pelaku sebenarnya dengan orang lain.
Misi ini diyakini oleh Achmad Taufan, sejak kliennya menjadi sorotan.
Baca juga: UPDATE PEMBUNUHAN SUBANG, Pesan Ayah Danu Bikin Sang Anak Nangis Sesenggukan Sampai Bersimpuh
Sejak awal, Taufan ikut mencermati kondisi TKP saat kejadian, yakni kondisi rumah tidak ada yang rusak serta tidak ada satu pun barang yang hilang kecuali tiga ponsel Amalia.
Dia menduga, ada pihak yang memudahkan pelaku melakukan aksinya tersebut.
"Pembunuhan dilakukan jam 11-12 (malam) dan yang dahulu adalah Ibu Tuti. Ini sudah hilang asumsi tentang asmara."
"Ini pasti ada motif lain yang harus ditelusuri polisi. Kalau motif ketemu, akan relatif mudah," katanya.
Taufan menduga ada kepentingan besar di balik pembunuhan ini karena mengorbankan seseorang sebagai pelakunya.
"Bukan hanya sakit hati semata. Tapi ini dendam atau kepentingan besar yang sifatnya global."
"Saya yakin posisi Danu jauh dari motif-motif itu," katanya.
Menurut Taufan, pembunuhan ini sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya, sudah dipelajari dan sudah diarahkan.
Namun, dia yakin pembunuhan ini akan segera terungkap karena tidak ada kejahatan yang sempurna.
Tudingan ke Danu Akhirnya Terpatahkan
Pernyataan Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo bahwa polisi masih mengejar buronan atau DPO (daftar pencarian orang) kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang, disambut gembira kubu Muhammad Ramdanu alias Danu.
"Kami bersyukur bahwa klien kami yang akhir-akhir ini disudutkan dan dicurigai oleh pihak-pihak tertentu, akhirnya terpatahkan," kata Taufan seperti dikutip dari channel youtube Heri Susanto.
Dengan status DPO itu mengindikasikan bahwa pelaku pembunuhan ini dari luar atau bukan termasuk daftar saksi yang selama ini diperiksa polisi.
Hal ini, menurut Taufan adalah progres yang baik untuk mengusut tuntas kasus ini.
Dari analisisnya, jika pelaku pembunuhan dari luar, biasanya tidak punya tendensi, dendam atau ikatan asmara. Dan, biasanya mereka adalah kelompok profesional yang memiliki keahlian melakukan eksekusi pembunuhan.
Hal ini dimungkinkan karena sudah lima bulan kasus ini terjadi, polisi juga belum bisa mengungkapnya.
"Kesulitan ini lah yang mengindikasikan mereka profesional. Mengerti SOP-SOP penyidik. Ditambah minimnya bukti pendukung, CCTV buram.
Jejak atau sidik jari juga sulit ditemukan karena pelaku merapikan perbuatannya dengan baik. Kalau orang awam sulit," katanya.
Taufan berharap DPO ini bisa segera ditangkap sehingga bisa diketahui siapa-siapa saja di belakangnya.
"Kalau pelaku dari luar, pelaku tidak ada tendensi apapun. Dia hanya menjalankan tugas.
Siapa yang memberi tugas, siapa yang membayar, siapa yang berkepentingan di sini," katanya.
Kata Kriminolog Soal Kasus Subang
Meski polisi sudah merilis sketsa wajah terduga pelaku pembunuh Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu, namun hal itu tidak cukup untuk bisa membawa perkara ini berlanjut ke persidangan.
Kriminolog Universitas Indonesia, Prof Adrianus Meliala, sketsa itu membutuhkan fakta pendukung lain seperti gerakan tubuh, adanya pakaian yang bisa meyakinkan bahwa dialah dia.
"Ceritanya akan jadi lain, kalau polisi beranggapan cukup, lalu sketsa itu diterima jaksa. Karena pada saatnya jaksa yang akan berjuang meyakinkan hakim bahwa dialah dia.
Selagi tidak ada fakta tambahan. maka jaksa akan mengembalikan berkas tersebut itu," terang Adrianus Meliala dikutip dari tayangan Aiman, yang diunggah channel youtube Kompas TV, Selasa (4/1/2022).
Menurut Adrianus, tindakan penyelidikan yang dilakukan kepolisian ternyata banyak kelemahan, mulai dari langkah pertama saat olah TKP hingga pada pemeriksaan saksi berulang-ulang yang membuatnya bisa mengarang cerita.
Hal ini menjadi sorotan kritis kriminolog Universitas Indonesia Prof Adrianus Meliala.
Menurutnya, kelemahan pertama dalam proses penyelidikan terjadi dalam pemeriksaan forensik oleh dokter yang menurutnya kurang tepat.
Seperti diketahui, autopsi jasad Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu dilakukan lebih dari sekali.
Kepolisian sampai menerjunkan ahli forensik Mabes Polri Dr dr Sumy Hastry Purwanti untuk melakukan autopsi ulang di makam Tuti dan Amel, karena hasil autopsi pertama kurang maksimal.
Selain kelemahan forensik, menurut Adrianus, polisi saat melakukan olah TKP dinilainya jorok.
"Pada yang kedua ini, common situation atau sering terjadi, apalagi di satuan-satuan wilayah bukan perkotaan, dimana jarang mengalami kasus besar, dimana tidak terlatih anggotanya," jelas Adrianus dikutip dari tayangan AIMAN di channel Kompas TV, Senin (4/1/2022).
Selain itu, dalam kasus ini seolah-olah semua orang ingin berkontribusi, berbuat baik, tapi malah mengacaukan dan merusak TKP. sehingga ada jejak-jejak kaki.
"Ada hal-hal yang harusnya diperhatikan malah tidak diperhatikan," katanya.
Menurut Adrianus, polisi juga seringkali diganggu dengan hal-hal yang makin memperlambat kerjanya.
Polisi juga tidak bisa mengestablish apa yang di TKP adalah perawan, sehingga dibantah dan sebagainya.
"Ini ujung-ujungnya mengurangi kepercayaan kepada kepolisian," katanya.
Disinggungang banyaknya kejanggalan yang ditemukan di TKP, menurut Adrianus, opini tentang kejanggalan itu muncul karena polisi tidak bisa menegakkan fakta-fakta yang kuat.
"Mestinya sejauh ini sudah ada penggambaran tentang apa yang terjadi pada detik-detik pembunuhan, itu bisa menjelaskan mengapa terjadi kejanggalan," katanya.
Dia misalkan jika pembunuhan itu dadakan atau tanpa direncanakan, tentu ada perilaku-perilaku yang dianggap aneh.
Ini berbeda jika pembunuhan itu sudah direncanakan.
Sayangnya, hingga kini polisi belum bisa mengestablish apa yang terjadi saat itu, apakah direncanakan atau tidak.
"Kedua, apakah korban dibunuh saat tidur atau masih komunikasa. Itu tidak pernah dinyatakan," katanya,
Karena polisi tidak pernah menegakkan fakta terkait ini, sehingga banyak yang berpendapat ada keanehan.
"Padahal dalam konteks kejahatan itu, kejahatan tidak pernah sempurna dan kejahatan tidak pernah mengikuti logika," ujarnya.
Disinggung apakah pembunuhan ini dilakukan profesional dengan perencanaan yang matang atau tidak? Prof Adrianus berpendapat bisa dua-duanya.
Pendapat ini beralasan karena tersedia waktu yang cukup bagi pembunuh untuk menghilangkan jejak.
"Kalau pembunuhan ini dimulai pada saat Amel terakhir berkomunikasi sekitar pukul 11.00 malam, dan ditemukan jam 05.00, maka 7 jam bisa terjadi," katanya.
Mengenai jasad korban yang diletakkan di dalam mobil Alphard, selama ini fakta itu tidak pernah ditegakkan polisi.
"Ketika jenazah dimasukkan di kendaraan, maksudnya mau dilarikan, atau sempat berpikir tapi berubah, atau pengalih saja? itu tidak dijelaskan polisi," ungkapya.
Terkait jejak pelaku, menurutnya, apakah jejak itu sudah ada atau dapat dibersihkan. Itu yang menarik menurutnya.
Artinya pembunuh ini sudah tahu cara menghilangkan jejak?
Menurut Adrianus, untuk menghilangkan jejak itu tidak harus orang yang profesional.
"Karena orang yang terencana tidak perlu profesional. Tapi, orang profesional pasti terencana," katanya.
Menurut Adrianus, situasi sekarang makin sulit karena ada kemungkinan saksi kasus ini mengarang cerita.
Hal ini bisa dimungkinkan ketika saksi diperiksa berkali-kali, namun pertanyaannya tidak direncanakan matang,
"Orang yang kita duga pelaku, berkali-kali diperiksa tanpa ada perencanaan apa yang mau ditanyakan, maka dia tidak akan menjawab berbasis apa yang diketahui, tapi dia sudah make up story, dia mengarang cerita," katanya.
Jika polisi ini akan terus memeriksa saksi berulang kali, menurut Adrianus polisi justru tidak akan menemukan fakta baru, melainkan opini-opini baru.
"Kalau orang-orang ini orang-orang kunci, maka dia akan mengarang skenario yang membuat jauh dari nya," katanya.