UPDATE Oknum Jenderal TNI Paksa Korban Tanda Tangani Penggelapan Uang Rp 73 M, Korban Mitra Kemenhan
Belum diketahui, siapa sosok oknum jenderal TNI yang memaksa Atet Handiyana Juliandri menandatangani penggelapan uang sebesar Rp 73 miliar.
SURYA.CO.ID | DEPOK - Belum diketahui, siapa sosok oknum jenderal TNI yang memaksa Atet Handiyana Juliandri menandatangani penggelapan uang sebesar Rp 73 miliar.
Atet Handiyana Juliandri merupakan Direktur Utama sebuah perusahaan penyedia layanan alutsista di Depok. Perusahaannya merupakan rekanan kementerian pertahanan ( Kemenhan).
Atet Handiyana Juliandri mengaku menjadi korban intimidasi oknum jenderal TNI pada saat disekap bersama istrinya di sebuah hotel di Jalan Margonda kamar nomor 1215 pada 26 Agustus 2021.
Tak hanya itu, oknum jenderal TNI itu juga menanyakan sisa uang penggelapan yang ditudingkan kepada Handi.
Sembari mengintimidasi, oknum jenderal TNI itu memperlihatkan video yang menayangkan pengepungan rumah orang tua Handi yang berada di kawasan Banjar, Jawa Barat.
Kejadian ini terjadi pada Kamis 26 Agustus 2021.
Baca juga: Sosok Dirut Perusahaan Alutsista yang Akui Disekap Oknum Jenderal TNI dan Dipukul, Ini Kronologisnya

"Hari jumat terakhir di kamar 1215 sekitar pukul 15.00 WIB, masuk ke ruangan kemudian menendang kasur kemudian mencengkeram kerah saya kemudian saya dipukul pakai hp," ujar Handi dikutip dari warta kota (grup SURYA.co.id), Selasa (21/12/2021).
"Setelah itu dia memperlihatkan senjata api dipinggang dan saya didudukkan di kursi. Saya harus menandatangai pernyataan (penggelapan) itu," ujarnya.
Rekam jejak Handi
Handi mengaku diangkat sebagai direktur utama di perusahaan itu sejak 6 Juli 2021. Kantor Handi bergerak di bidang layanan penyediaan Alutsista yang bekerjasama dengan Kemenhan.
Sedianya jabatan itu berlaku selama lima tahun ke depan.
Tak hanya itu, Handiyana juga mengatakan perusahaan tempatnya bekerja itu turut memberikan sebagian saham kepadanya.
Baca juga: Siapa Jenderal TNI yang Diduga Terlibat Penyekapan Pengusaha di Depok? Korban: Saya Dipukul Pakai HP
Namun, baru menjabat beberapa bulan, Handi sudah dituduh melakukan penggelapan uang perusahaan.
Tuduhan itu pun langsung dibantahnya.
“Yang dipermasalahkan, seolah saya mengelapkan uang perusahaan. Seharusnya kalau ada kerugian, kan harus ada dasar audit keuangan dahulu, tapi ini kan tidak ada. Semuanya atas dasar tuduhan," sebut Handiyana kepada wartawan, Sabtu (28/8/2021).
Handy mengalami penyekapan beberapa kali. Pertama dia disekap di kantornya yang berlokasi di Jalan Raya Pasar Minggu.

Selanjutnya, pada hari yang sama sekira pukul 22.00 WIB, Handi dan istrinya di bawa ke sebuah hotel di Jalan Margonda dan disekap di kamar hotel nomor 1215.
Penyekapan tersebut berlangsung hingga tangga 27 Agustus. Handi dan istri bisa lepas dari penyekapan saat sang istri berhasil kabur dari kamar hotel.
Istri Handi kemudian berteriak meminta tolong kepada sejumlah pengunjung hotel. Peristiwa ini sempat viral karena beberapa pengunjung hotel sempat merekam peristiwa dan mengunggahnya ke media sosial.
Baca juga: HASIL SURVEI TERBARU: Ganjar Kuasai Jateng dan Jatim, Prabowo dan Anies Rebutan Pemilih Anti-Jokowi
"Sebelum saya dibawa ke hotel, di kantor saya ditodong pistol di ruangan saya setelah meeting kantor sekitar pujul 13.30 WIB," sambung Handi.
Di ruangan tersebut, Handi mengaku menerima intimidasi dari para oknum TNI.
Telepon genggamnya dirampas dan ia diancam untuk mengakui penggelapan uang senilai Rp 73 miliar.
"Saya dipaksa untuk mengakui saya menggelapkan sejumlah uang kemudian ada kertas yang harus saya tandatangan yang berisi sejumlah pernyataan sejumlah uang kurang lebih Rp 73 miliar. Saya gak mau tanda tangan karena saya tidak merasa menerima uang sebanyak itu dari kantor," jelas Handi.
Saat penyekapan itu lah dia didatangi oknum jenderal TNI yang mengintimidasi dan memukulnya.
Ada kejanggalan proses penyidikan
Sebelumnya diberitakan, Atet Handiyana Juliandri, korban penyekapan dan tindakan intimidasi oleh dua oknum TNI di sebuah kamar hotel kawasan Margonda pada 25 Agustus lalu, meminta pihak kepolisian untuk lebih serius dalam menuntaskan kasusnya.
Adapun pihak kepolisian yang ia maksud yakni jajaran Polres Metro Depok dan Polda Metro Jaya.
"Pelaku utama dalam kasus ini sampai saat ini belum ditetapkan statusnya, apakah sebagai saksi atau tersangka kita masih belum tahu. Setahu kami sampai saat ini tidak ada perkembangan yang signifikan. Pertama memang 4 tersangka, terakhir pada 2 Desember hanya disampaikan sudah bertambah 1 tersangka," kata Fajar Gora selaku kuasa hukum korban di kawasan Sukmajaya, Selasa (21/12/2021), sore.
Fajar pun mempertanyakan penyidik yang masih membutuhkan alat bukti lain untuk melengkapi pemberkasan.
Adapun salah satu bukti yang dimaksud adalah rekaman CCTV di lokasi kejadian.
Namun, menurut Fajar, penetapan 5 orang tersangka dan 2 orang yang ditahan sudah memenuhi bukti permulaan dan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Nah sekarang apa masalahnya? Tersangkanya sudah ada, pernah ditahan, tertangkap tangan pula. Kemudian sempat ditangguhkan dan sekarang (polisi) masih cari bukti lagi?," sambung Fajar.
Fajar pun menilai ada sesuatu yang janggal dalam upaya penyelesaian kasus tersebut. Yakni tidak kejelasan prosedur.
"Ujung dari penyidikan kan penetapan tersangka. Kembali lagi tersangka sudah ditetapkan tapi mau cari bukti cctv, itu yang kita gak ngerti," jelasnya.
Sebelumnya, pada 9 Oktober 2021, Polres Depok menetapkan dua tersangka baru kasus ini.
Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes membenarkan adanya dua tersangka dalam kasus tersebut.
Dengan adanya dua tersangka ini, Yogen mengatakan total tersangka sejauh ini sudah ada empat orang.
"Sementara total empat orang. Enggak (ditahan)," ujar Yogen kepada wartawan. (TribunDepok)
>>> Update berita terbaru oknum jenderal TNI sekap Dirut alutsista