Dimana Istri Herry Wirawan dan Keluarga saat Guru Rudapaksa Santriwati Ditahan? Tetangga Kuak Fakta
Keberadaan istri Herry Wirawan dan keluarganya menjadi tanda tanya sejak kasus yang menjerat pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru itu ramai
SURYA.CO.ID, BANDUNG - Keberadaan istri Herry Wirawan dan keluarganya menjadi tanda tanya sejak kasus yang menjerat pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Kota Bandung itu ramai disorot.
Informasi dari tribun jabar (grup surya.co.id), Istri Herry Wirawan dan keluarga tidak pernah berkomunikasi secara daring dengan sang guru cabul ini di Rumah Tahanan Negara Kelas I Bandung atau Rutan Kebonwaru Bandung.
Padahal Herry Wirawan sudah ditahan di Rutan Kebonwaru Bnadung itu sejak 28 September 2021.
Hal itu diakui Kepala Rutan Kebonwaru Bandung, Riko Steven saat dikonfirmasi tribun jabar, Senin (13/12/2021).
Dikatakan Riko, sebenarnya Herry Wirawan memiliki hak yang sama dengan warga binaan lain untuk dapat berkomunikasi dengan anggota keluarganya secara daring.
Baca juga: TERBARU Foto Herry Wirawan Babak Belur Hoax? Ini Penampakan Sebenarnya Si Guru Rudapaksa Santriwati
Namun, yang bersangkutan mengaku belum menggunakannya, karena ingin fokus dalam menghadapi proses persidangan.
"Sejauh ini HW belum berkomunikasi dengan pihak keluarganya, begitu pun sebaliknya, karena beliau mengaku ingin fokus dulu dengan persidangannya. Mungkin karena dia itu baru melalui enam kali proses persidangan dan persidangan selanjutnya atau ketujuh, akan dilakukan pada 21 Desember nanti," ujar Riko.
Sempat beredar kabar jika istri Herry WIrawan terlibat dalam perbuatan tercela sang suami.
Namun, dari hasil penyidikan petugas ternyata istri Herry Wirawan tak tahu menahu atas akis bejat suaminya.
Hal ini diungkapkan Pelaksana tugas (plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono, di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Jumat (10/12/2021).
"Memang ada dugaan di masyarakat terkait keterlibatan istri. Tapi berdasarkan hasil persidangan yang terungkap, tidak ada (keterlibatan istri)," kata Riyomo.
Dilansir dari Kompas.com, pernyataan tersebut pun diperkuat Jaksa kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung Agus Mujoko.
Agus Mujoko menegaskan bahwa istri Herry tak terlibat bahkan tak tahu perbuatan bejat suaminya.
"Tidak. Istrinya ini tidak terlibat. Istri tidak tahu menahu perbuatan suaminya," ujar Agus.
Karena tak terbukti terlibat, istri Herry Wirawan pun dibebaskan.
Sementara tindakan pencabulan dan pemerkosaan terhadap belasan korbannya itu tak hanya dilakukan di yayasan pesantren yang dipimpin Herry, tapi juga di tempat lain seperti hotel hingga apartemen.
Tetangga Kuak Fakta Tak Terduga

Di bagian lain, kondisi Madani Boarding School yang berlokasi di RT 05 RW 08 Kompleks Yayasan Margasatwa, Kelurahan Pasir Biru, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung kian memprihatinkan.
Bangunan berlantai dua dengan bercat biru muda serta aksen cat kuning tersebut tampak semakin tidak terawat sejak HW alias Herry Wirawan, pelaku rudapaksa terhadap belasan santriwatinya, ditangkap petugas kepolisian, dan kini mendekam di Rumah Tahanan Negara Klas I Bandung sejak 28 Oktober lalu.
Pada bagian depan, sebuah pagar besi dengan ornamen kayu memanjang ke bawah yang digunakan sebagai gerbang masuk utama sekolah tersebut, dalam kondisi terkunci dari dalam.
Selain itu, terdapat dua lahan kosong yang terpisahkan oleh jalan setapak menuju gerbang masuk sekolah tersebut.
Di bagian kanan, lahan kosong yang dibatasi dengan pagar bambu itu ditanami aneka tanaman berbuah, seperti kelapa, sukun, pisang, singkong, dan juga tanaman hias salah satunya talas. Sedangkan, lahan di bagian kiri dibiarkan kosong dan hanya ditumbuhi oleh rumput liar.
Tribunjabar.id pun mencoba melihat lebih dekat kondisi di dalam sekolah, dari balik sela gerbang utama, tampak sebuah saung atau gazebo bercat biru dengan ukuran cukup luas berada di samping kanan dari gerbang masuk.
Selain kondisinya gelap, namun tempat itu juga terasa sangat dingin karena tidak tertembus sinar matahari dari ufuk timur.
Selain tidak ada aktivitas kegiatan manusia, dan tampak beberapa sampah yang berserakan, namun juga terdengar suara anak kucing yang terus mengeong, seolah mencari induknya. Kondisi tersebut, membuat suasana di dalam gazebo semakin lirih.
Tepat di sisi kiri gazebo, terdapat sebuah dinding dengan kisaran tinggi 1,5 meter dan panjang tiga meter, yang dibangun dari susunan bata ringan.
Antara gazebo dan dinding yang disusun dari bata ringan, terpisahkan oleh jalan setapak yang mulai ditumbuhi rumput liar disertai genangan air dan beberapa sampah plastik, menjadi sebuah pemandangan yang seolah menuntun jalan menuju sebuah lapangan kecil beralaskan semen, dimana berdiri sebuah tiang bendera dan juga ring basket.
Kondisi lapangan itu pun dibasahi oleh genangan air dan di rumput liar.
Tepat di depan lapangan, akan dijumpai dua buah bangunan bertingkat yang terpisahkan oleh jalur tangga menuju lantai dua.
Di bangunan itu, terdapat beberapa ruangan, lengkap dengan daun pintu bercat cokelat serta daun jendela bercat putih, yang diduga dimanfaatkan sebagai ruangan kelas atau asrama bagi warga sekolah tersebut.
Salah seorang warga sekitar, Mawar (40) mengatakan, sejak kasus rudapaksa terhadap para santriwati terungkap, dan pelaku tindak pidana kekerasan seksual ditahan pihak kepolisian sekitar delapan bulan lalu.
Aktivitas kegiatan dari Madani Boarding School seolah lenyap dari hiruk-pikuk aktivitas masyarakat di sekitarnya.
"Kalau dulu sebelum kasus itu terungkap dan sekolah ini belum ditutup, warga disini masih suka mendengar ada aktivitas di dalam sana, seperti pengajian dan marawisan. Tapi sejak pelaku di tangkap polisi dan para santri di pulangkan ke daerahnya masing-masing, disini sepi aja kayak sekarang ini," ujarnya saat ditemui di depan Madani Boarding School, Selasa (14/12/2021).
Karena tidak ada aktivitas apapun, dan aliran listrik yang diputus oleh pihak PLN, maka beberapa warga sekitar menyebutnya sebagai bangunan angker.
Bahkan, tidak sedikit, warga yang memilih menempuh jalan memutar menuju rumahnya agar tidak melewati sekolah tersebut.
"Malahan kalau malam hari suasananya lebih kerasa seperti rumah hantu. Malahan anak-anak kecil di sini juga, yang biasanya suka main bola di lapangan samping Masjid Al-Arief atau di seberang depan sekolah itu (Madani Boarding School), sekarang mulai jarang, katanya takut," ucapnya.
Mawar mengaku, Ia dan warga sekitar tidak pernah menduga dan menaruh curiga apapun, bahwa sekolah yang disebut sebagai pesantren itu merupakan saksi bisu dari praktek tindak kekerasan seksual yang dilakukan pelaku terhadap para santriwati di dalamnya.
Sebab menurutnya, meskipun berada di tengah permukiman penduduk, namun aktivitas dan sosialisasi dari pelaku dan para korban pun sangat tertutup dari warga sekitar.
Bahkan, Ia melihat para santri yang keluar hanya untuk membeli sesuatu di warung terdekat.
"Mereka itu sangat tertutup, baik itu aktivitasnya atau juga komunikasinya dengan warga sekitar. Makanya, kalau pun mereka (santriwati) keluar cuma beli apa gitu ke warung terus balik lagi, engga pernah ngobrol atau apa gitu, pokoknya jalannya nunduk terus, kayaknya orang yang ada masalah, kelihatannya murung gitu," ujarnya.
Selain itu, yang membuat warga semakin miris adalah, para santriwati, beberapa kali terlihat tengah melakukan pekerjaan seperti pekerja proyek bangunan, yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki.
"Pernah kita juga lihat anak-anak itu kok lagi ngangkutin bata dari bak mobil material yang datang, terus lagi ngaduk semen, ngecat tembok dan kegiatan lainnya yang seperti pekerja bangunan lah, yang harusnya itu semua dikerjakan laki-laki. Kita mau bantu juga bingung, soalnya kalau ditanya juga banyaknya diem aja, engga pernah ngobrol atau apa gitu, jadi cuma bisa kasihan aja lihatnya, soalnya," ucapnya.
Terkait, jumlah santriwati yang tinggal di Madani Boarding School, Mawar mengatakan jumlahnya sekitar 23-25 orang.
Hal itu di ketahui dari beberapa warga sekitar yang kerap mengirimkan makanan dalam rangka kegiatan syukuran atau acara ulangtahun anaknya.
"Jumlahnya mereka (santriwati) itu sekitar 23-25 orangan lah, engga nyampe 30 orang. Soalnya, kadang warga sini yang lagi punya rejeki lebih atau ada syukuran apa suka ngasih-ngasih makanan, misalnya nasi kuning atau apa gitu ke sana, dan jumlahnya rata-rata selalu segitu, jadi yang mau ngasih biasanya nanya dulu ke santri yang ada di luar, 'di dalam lagi ada berapa orang' jadi jumlah makannya di sesuaikan," ujar Mawar.
"Kalau misalnya jumlahnya berkurang, jadi 21 atau 20, katanya santri lain lagi dipanggil ke pusat (ke Antapani)," ujarnya menambahkan.
Ia dan warga sekitar pun mengaku kesal terhadap pelaku dan meminta aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya sesuai aturan yang berlaku.
"Tujuan kita dan keluarganya masukin anak ke pesantren tuh kan biar agamanya pinter, bisa ngaji, bisa dakwah, apalagi yang datang dari jauh. Ini bukannya jadi pinter, malah pulang-pulang kehormatannya di rusak sama gurunya sendiri. Engga kebayang kalau itu (korbannya) keluarga saya atau warga sini, dah digimanain kali tuh dia (pelaku) sama warga sini. Mudah-mudahan di hukum seberat-beratnya lah, engga usah di keluarin lagi dari tahanan, biar tahu rasa," katanya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Madani Boarding School yang Tak Lagi Berpenghuni, Kini Warga Sekitar Enggan Lewat Depan Sekolah
Ikuti berita tentang kebejatan guru Herry Wirawan di sini >>>