Nasib Istri Herry Wirawan setelah Suami Rudapaksa 21 Santriwati Pesantrennya 5 Tahun, Ikut Terlibat?
Begini lah nasib istri Herry Wirawan setelah sang suami didakwa merudapaksa puluhan santriwati yang dikelolanya.
SURYA.CO.ID, BANDUNG - Begini lah nasib istri Herry Wirawan setelah sang suami didakwa merudapaksa puluhan santriwati yang dikelolanya.
Herry Wisawan yang tercatat sebagai pengurus dan pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas itu diduga merudapaksa 12 santriwatinya.
Setelah kasus ini ramai, ternyata jumlah korbannya bertambah menjadi 21 santriwati yang berasal dari Garut dan daerah lainnya.
Sempat beredar kabar jika istri Herry WIrawan terlibat dalam perbuatan tercela sang suami.
Namun, dari hasil penyidikan petugas ternyata istri Herry Wirawan tak tahu menahu atas akis bejat suaminya.
Baca juga: TERBARU Daftar Kejahatan Herry Wirawan, 13 Santriwati Jadi Korban dan Jaksa Ungkap Status Istri
Hal ini diungkapkan Pelaksana tugas (plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono, di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Jumat (10/12/2021).
"Memang ada dugaan di masyarakat terkait keterlibatan istri. Tapi berdasarkan hasil persidangan yang terungkap, tidak ada (keterlibatan istri)," kata Riyomo.
Dilansir dari Kompas.com, pernyataan tersebut pun diperkuat Jaksa kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung Agus Mujoko.
Agus Mujoko menegaskan mahwa istri Herry tak terlibat bahkan tak tahu perbuatan bejat suaminya.
"Tidak. Istrinya ini tidak terlibat. Istri tidak tahu menahu perbuatan suaminya," ujar Agus.
Karena tak terbukti terlibat, istri Herry Wirawan pun dibebaskan.
Sementara tindakan pencabulan dan pemerkosaan terhadap belasan korbannya itu tak hanya dilakukan di yayasan pesantren yang dipimpin Herry, tapi juga di tempat lain seperti hotel hingga apartemen.
Nasib bayi-bayi yang dilahirkan
Perbuatan bejat Herry Wirawan telah berlangsung selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021.
Akibat perbuatan bejat Herry Wirawan lahir sembilan bayi yang dikandung oleh delapan santriwati.
Bahkan, ada korban yang melahirkan dua kali.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan menceritakan kondisi memilukan korban yang didampinginya.
Salah satu korban masih berusia 14 tahun.
Dia melahirkan dua kali.
Anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua.
"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," kata Diah.
Setelah melahirkan, dia pun menawarkan bantuan jika orang tuanya tidak sanggup mengurus.
Namun, orang tuanya mau mengurusnya.
"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," katanya.
Kasus ini, menurut Diah, sangat menguras emosi semua pihak.
Apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.
"Sama, kami semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orang tua mereka," kata Diah.
Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orang tuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.
Bahkan, jika para orang tua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.
Karena, para orang tua korban, menurut Diah, bukan orang-orang yang tergolong mampu.
Mereka, kebanyakan adalah buru harian lepas, pedagang kecil dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.
Dikutip dari TribunBogor, sebagian besar korban berasal dari Kabupaten Garut.
Korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan yang berasal dari Garut ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga.
Diah menyaksikan pilunya momen pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah.
Orang tua korban pun berat terima kenyataan
Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orang tua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.
Kondisi yang sama, menurut Diah, juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orang tua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung, sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.
Menurut Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orang tua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.
"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.
Pakai Uang Bantuan untuk Cek In di Hotel

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana menyebut tindak kejahatan yang dilakukan oknum guru pesantren terhadap belasan santriwati di Bandung, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila, namun sudah termasuk dalam kejahatan kemanusiaan.
Bahkan, perbuatan terdakwa yang menyalahgunakan kedudukannya sebagai tenaga pendidik, yang seharusnya mengedepankan integritas dan moralitas telah mencoreng citra guru di mata masyarakat.
"Perkara yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, atas nama terdakwa HW, kami dari Kejaksaan Tinggi sangat concern mengawal kasus ini. Karena ini, bukan hanya menyangkut masalah kejahatan asusila tapi ini termasuk dalam kejahatan kemanusiaan."
"Dan ini sudah menjadi sorotan, bukan hanya di nasional, tapi juga internasional," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (9/12/2021).
Asep pun menegaskan, bahwa ancaman hukuman berat pun menanti terdakwa, pasalnya selain menyalagunakan kedudukannya sebagai pendidik, namun juga menjadikan yayasan sebagai modus operandi tindak kejahatannya.
Bahkan berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan, ada dugaan bahwa, terdakwa juga melakukan penyalahgunaan dana yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan pribadi, salah satunya menyewa apartemen, hotel, dan sebagainya.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucapnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul 6 FAKTA TERKINI Guru Rudapaksa Santri, Korban Bertambah, Istri Pelaku Tak Tahu, Jadi Sorotan Dunia
Ikuti berita tentang kebejatan guru Herry Wirawan di sini >>>