Detik-detik Jenderal Dudung Abdurachman Digendong Prajurit TNi di Poso, Sebut MIT Tak Harus Dibunuh
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman digendong ramai-ramai prajurit TNI AD saat mengunjungi markas batalyon 714 maroso, Poso,
SURYA.CO.ID, PALU - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman digendong ramai-ramai prajurit TNI AD saat mengunjungi markas batalyon 714 maroso, Poso, pada Jumat (26/11/2021).
Tak hanya digendong, Jenderal Dudung Abdurachman juga disambut dengan yel-yel meriah perajurit sebelum memasuki gedung.
Dalam kesempatan itu, KSAD Dudung juga berkunjung ke korem 132 tadulako.
Dalam arahannya jenderal Dudung Abdurachman menyatakan pentingnya sinergitas TNI dalam memerangi terorisme.
Jenderal Dudung juga mengingatkan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso merupakan saudara dan tidak harus ditembak atau dibunuh.
Baca juga: Jenderal Andika Perkasa Segera Jalankan Rencananya Terkait KKB Papua, Akan Susul Dudung Abdurachman
"Jangan ada pikiran di kepala harus dibunuh apalagi musuh kita terhadap kelompok DPO MIT tersebut, mereka adalah saudara kita yang belum paham, maka dari itu terus adakan sosialisasi, berikan pemahaman yang betul dan kita rangkul untuk membangun Poso yang aman dan damai,"ucap Dudung.
Jenderal Dudung Abdurachman mengapresiasi penanganan terorisme di Kabupaten Poso khususnya peran TNI AD.
Jenderal Dudung menuturkan, upaya deradikalisasi dari TNI-Polri kepada masyarakat di Poso menunjukkan hasil memuaskan.
"Pencegahan radikalisme TNI-Polri sudah sangat baik. Masyarakat berangsur-angsur tidak terpengaruh dengan paham-paham ke arah radikalisme. Insya Allah saudara-saudara kita yang masih di hutan dalam waktu dekat akan menyerahkan diri," ujar Jenderal Dudung.
Aparat TNI-Polri tergabung dalam Satgas Madago Raya hingga kini terus memburu 4 DPO teroris kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Mereka adalah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Mukhlas, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang dan Suhardin alias Hasan Pranata.
"Perlahan-lahan semoga saudara-saudara kita ini kembali bergabung untuk membangun Poso dan semua dalam bingkai NKRI," ucap Dudung.
Kunjungan Dudung perdana ke Poso dengan menggunakan helikopter milik Polri. Usai memberikan pengarahan, KSAD bersama rombongan langsung memberikan semangat kepada puluhan personel TNI Polri. Dudung meminta semuanya bersatu untuk secepatnya bisa menuntaskan sisa DPO teroris.
Cara Jenderal Dudung Atasi KKP Papua
Cara KSAD Jenderal Dudung Abdurachman mengatasi KKB Papua cukup menjadi sorotan.
Jenderal Dudung lebih memilih menghindari perang, dan berusaha merangkul Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) agar kembali ke NKRI.
Hal itu disampaikan Dudung saat memberikan arahan kepada prajurit TNI di Markas Kodam XVII/ Cenderawasih, Jayapura, Papua, Selasa (23/11/2021).
Dalam kesempatan itu, Dudung berpesan agar Satgas TNI AD yang bertugas di Papua jangan menganggap KKB Papua sebagai musuh.
Tetapi menganggap mereka sebagai rakyat yang perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus, serta diberi pemahaman tentang NKRI.
Ia meminta supaya prajurit TNI dapat mengajak mereka untuk bersama-sama bergabung membangun Papua. Sebab, mereka adalah saudara se-Tanah Air.
"Satgas tidak harus memerangi KKB, namun mereka perlu dirangkul dengan hati yang suci dan tulus karena mereka adalah saudara kita.
Keberhasilan dalam tugas bukan diukur dengan dapat senjata namun bagaimana saudara kita bisa sadar dan kembali ke pangkuan NKRI," ujarnya, melansir dari ANTARA.
Cara Jenderal Dudung menghadapi KKB Papua ini mirip seperti yang dilakukan Sarwo Edhie Wibowo.
Kisahnya berawal saat Sarwo Edhie Wibowo menjabat sebagai panglima Kodam XVII/Tjendrawasih (1968-1970).
Seperti dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto.
Sarwo Edhie Wibowo saat itu harus menghadapi sepak terjang KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan.
Lodewijk Mandatjan kala itu berhasil menghimpun kekuatan hingga 14.000 orang untuk melakukan teror.
Dalam menghadapi aksi teror KKB Papua saat itu, Sarwo Edhie Wibowo memadukan operasi tempur dengan operasi non tempur.
Menurutnya, strategi non tempur digunakan lantaran ia menganggap para KKB Papua masih merupakan saudaranya sebangsa dan setanah air.
"Kalau pemberontak kita pukul terus menerus, mereka pasti hancur. Tetapi mereka adalah saudara-saudara kita. Baiklah mereka kita pukul, kemudian kita panggil agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi" kata Sarwo Edhie Wibowo dalam buku karya Hendro Subroto.
Untuk menghindari terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak, Sarwo Edhie Wibowo memerintahkan melakukan penyebaran puluhan ribu pamflet yang berisi seruan agar KKB Papua kembali ke NKRI.
Sarwo Edhie Wibowo kemudian memberi tugas kepada perwira Kopassus Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky untuk menemui pimpinan KKB Papua yang bernama Lodewijk Mandatjan.
Tujuannya adalah membujuk agar Mandatjan beserta anak buahnya mau kembali lagi ke pangkuan NKRI.
Tanpa membawa senjata, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berjalan kaki memasuki hutan untuk menemui pimpinan KKB Papua itu.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Mayor Heru Sisnodo berkata: "Bapak tidak usah takut. Saya anggota RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan RPKAD yang ada di sini anak buah saya. Dia takut sama saya. Kalau bapak turun dari hutan, nanti RPKAD yang akan melindungi bapak."
Akhirnya, Mayor Heru Sisnodo dan Sersan Mayor Udara John Saleky berhasil meyakinkan Lodewijk Mandatjan dan anak buahnya.
Mandatjan beserta keluarga dan anak buahnya pun diantar turun ke Manokwari.
Saat bertemu dengan Mandatjan, Sintong Panjaitan berkata: "Bapak saya jamin, saya akan melindungi bapak dengan keluarga".
Pemberontakan KKB Papua pimpinan Lodewijk Mandatjan pun sebagian besar telah terselesaikan, Kopassus tinggal melakukan penyisiran untuk memburu sisa-sisa anggota KKB Papua lainnya.
Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak. (Tribun Palu/Kompas.com/kompas.tv)