Berita Tulungagung

4 Pelatih Silat di Tulungagung Terancam 12 Tahun Penjara, 2 Anak Jadi Tersangka Tak Bisa Didiversi

Empat pelatih silat di Tulungagung berstatus sebagai tersangka dugaan penganiayaan yang menewaskan calon pesilat, Lutfi Fajar Rulamin (23).

Penulis: David Yohanes | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id/DAVID YOHANES
Kepala UPPA Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih menjelaskan kasus dua pelatih silat yang menyebabkan calon pesilat tewas masih di bawah umur. Karena ancaman hukumannya 12 tahun penjara, maka tidak bisa di diversi. 

SURYA.CO.ID | TULUNGAGUNG - Empat pelatih silat di Tulungagung berstatus sebagai tersangka dugaan penganiayaan yang menewaskan calon pesilat, Lutfi Fajar Rulamin (23).

Para pelatih tersebut terancam kurungan penjara selama 12 tahun. Di antara 4 pelatih silat tersebut, ada yang berstatus anak-anak sebanyak 2 orang. 

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim Polres Tulungagung menyidik dua anak tersangka kasus pengeroyokan hingga meninggal dunia.

Dua anak ini adalah FA (17) dan MO (16), pelatih pencak silat yang turut melakukan kekerasan terhadap korban Lutfi Fajar Rulamin (23), warga Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu.

Selain FA dan MO, penyidik juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu ER (20) dan FI (23).

“Kasusnya tetap dilanjutkan meskipun tersangka anak-anak. Hanya nanti menggunakan sistem peradilan pidana anak,” terang Kepala UPPA Satreskrim Polres Tulungagung, Iptu Retno Pujiarsih, Rabu (28/7/2021).

Baca juga: Tendangan Maut Antarkan Calon Pesilat ke Kuburan, Polres Tulungagung Tetapkan 4 Pelatih Tersangka

Personel Unit Inafis Satreskrim Polres Tulungagung memeriksa tubuh korban.
Personel Unit Inafis Satreskrim Polres Tulungagung memeriksa tubuh korban. (Istimewa/Dokumen Polisi)

Dalam perkara ini penyidik menjerat para tersangka dengan pasal 170 ayat 2 poin 3, tentang pengeroyokan yang menyebabkan kematian.

Pasal ini mengancam para tersangka hukuman penjara paling lama 12 tahun.

Karena ancaman yang mencapai 12 tahun, maka perkara yang menjerat FA dan MO tidak bisa lewat proses diversi.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana

“Diversi hanya bisa dilakukan pada pidana dengan ancaman di bawah tujuh tahun dan bukan pengulangan,” papar Retno.

Namun FA dan MO tidak ditahan karena ada penjamin dan diwajibkan absen setiap hari.

Perkara akan dilanjutkan hingga proses persidangan serta tergantung penuh pada putusan hakim.

UPPA juga menggandeng Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT-PSAI) untuk mendampingi anak-anak ini selama proses hukum.

“Karena mereka masih anak-anak, mereka berhak mendapatkan pendampingan psikologis,” ucap Retno.

Dua anak-anak ini mengaku baru satu tahun menjadi anggota perguruan pencak silat ini.

Awalnya mereka masih ketakutan dan tidak jujur mengungkap kejadian di balik kematian Lutfi.

Namun setelah penyidik melakukan pendekatan dan merangkul mereka, dua tersangka ini bersikap terbuka dan jujur mengungkapkan kejadiannya.

“Mereka sudah menceritakan semua. Tapi meski ada yang dominan, kejadian ini adalah satu rangkaian, tidak bisa dibebankan pada satu orang,” pungkas Retno.

Lutfi bersama enam orang calon anggota berlatih pencak silat pada Senin (16/7/2021) malam di rumah salah satu pimpinan di Desa Kepuh, Kecamatan Boyolangu.

Selama latihan Lutfi menerima pukulan dan tendangan dari empat pelatihnya di bagian tubuhnya.

Pada tendangan terakhir, ia terjatuh dan mengerang kesakitan kemudian pingsan.

Teman-temannya mencoba menolong lalu membawanya ke Puskesmas Boyolangu.

Namun sesampainya di Puskesmas Boyolangu, Lutfi sudah dinyatakan meninggal dunia.

Baca berita Tulungagung lainnya di SURYA.co.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved