Sosok Afifah Guru Honorer di Semarang yang Terjerat 20 Pinjaman Online, Ditagih hingga Rp 206 Juta
Inilah sosok Afifah, guru honorer di Semarang yang terjerat 20 pinjaman online, kini ia ditagih hingga Rp 206 juta.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Berikut sosok Afifah, guru honorer di Semarang yang terjerat 20 pinjaman online, kini ia ditagih hingga Rp 206 juta.
Afifah merupakan seorang guru honorer di Semarang, Jawa Tengah.
Karena tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua anaknya, perempuan 29 tahun ini harus berutang ke aplikasi pinjaman online.
Ekonomi Afifah semakin memburuk setelah ia berutang dari aplikasi pinjaman online pada akhir Maret 2021.
Sampai-sampai ia harus menjaminkan sertifikat rumah orangtuanya.
Baca juga: Kronologi Wanita Bersuami di Surabaya Selingkuh Setahun Terbongkar dan Akui Kerap Check In di Hotel
Baca juga: Lonjakan Covid-19 di Bangkalan 120 Orang Positif Terjaring Selama 5 Hari Penyekatan di Suramadu
Berikut rangkuman fakta tentang sosok Afifah yang dirangkum dari Kompas.com (grup SURYA.co.id).
1. Terjerat 20 pinjaman online
Masalah yang dialami Afifah berawal saat ia memiliki kesulitan finansial. Ia butuh uang untuk membeli susu dan kebutuhan anaknya.
Ia kemudian melihat aplikasi pinjaman online Pohon Uangku di ponselnya pada 20 Maret 2021.
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Cerita Afifah yang Terjerat 20 Pinjaman Online, Teror Jual Diri untuk Lunasi Utang, Harus Bayar Rp 206 Juta'
Ia pun mengunduh aplikasi tesebut dan mengikuti langkah-langkah persyaratan.
Afifah mengajukan pinjaman Rp 5 juta. Dari penjelasan aplikasi tersebut, pinjaman Rp 5 juta dibayar dengan jangka waktu 91 hari dengan bunga 0.04 persen.
Tak lama kemudian, ia menerima transfer uang Rp 3,7 juta. Ia merasa janggal karena mendapat transfer dalam katu singkat.
Karena takut, uang itu pun ia simpan dan tidak diambil.
Saat pinjaman pertama, tak ada tanda tangan elektrik untuk persetujuan.
Ia hanya diminta mengirimkan foto KTP dan identifikasi wajah.
Awalnya ia mengira pelunasan akan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan.
2. Mulai ditagih dan diancam
Masuk hari kelima setelah peminjaman, pada 25 Maret 2020 Afifah mulai ditagih dan diancam identitas lengkapnya akan disebar.
Teror mulai bermunculan. Pada 27 Maret 2021 pihak pinjol mengakses 200 kontak telepon Afifah lalu mengirim foto dan KTP dengan narasi ia tak bisa baya utang.
Baca juga: Video Viral Sopir Truk di Lumajang Enggan Beri Jalan Rombongan TNI Angkut Alutsista, Ini Kata Polisi
50 orang di antaranya mendapat WA penagihan sebagai penjamin.
Karena panik, ia pun kembali meminjam uang lewat aplikasi pinjaman online lainnya dengan maksud untuk menutup utangnya.
Hingga akhirnya Afifah meminjam pada 20 aplikasi dengan total utang Rp 206.350.000. Dana yang sudah ia kembalikan Rp 158 juta.
Kini utang yang belum terbayar Afifah ada Rp 47 juta.
3. Jaminkan sertifikat rumah orangtua
Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Cabang Salatiga, mengatakan kliennya memiliki itikad baik untuk membayar uang yang dipinjamnya.
Afifah dan suaminya sepakat menjaminkan sertifikat rumah orangtuanya sebesar Rp 30 juta.
"Tujuannya untuk menutup utang di aplikasi pinjaman online tersebut, tapi keadaan tidak semakin baik malah memburuk," kata Sofyan di Kabupaten Semarang, Jumat (4/6/2021).
Seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Guru Honorer Jaminkan Sertifikat Rumah Orangtua untuk Bayar Utang Pinjol Rp 206 Juta'
4. Lapor ke polisi
Karena merasa jadi korban, Afifah pun melaporkan kasus yang ia alami ke Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021).
Ia menempuh jalur hukum dan akan membayar utangnya di persidangan karena uang pinjaman awal masih utuh.
"Kami utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau dirasa saya masih punya hutang maka akan saya bayar saat persidangan, saya memilih jalur hukum," jelasnya.
Kasus tersebut rencananya akan dibawa ke ranah perdata terkait pinjam meminjam karena seharusnya ada perjanjian baik langsung atau elektronik.
Tapi melihat caranya, kata dia, sudah tidak memenuhi syarat karena tidak pernah tanda tangan surat perjanjian apapun.
Namun pelaporan yang dilakukan ke polisi sementara masih terkait pelanggaran UU ITE.
5. Trauma dan ketakutan
Akibat serangkaian teror tersebut, Afifah yang bekerja sebagai guru honorer merasa trauma dan ketakutan.
"Saat ini klien kami tidak lagi berani memegang ponsel dan pekerjaannya terganggu karena teror WA tersebut juga sampai ke rekan-rekan guru," kata Sofyan.
Baca juga: Berita Persebaya Populer Hari Ini: Latar Belakang Bruno Moreira dan Daftar 4 Pemain Asing Bajol Ijo