Hikmah Ramadan 2021

Ketua Komisi Dakwah & Pemberdayaan Masyarakat MUI Jatim Dr KH Reza Ahmad Zahid Lc: Puasa Zakat Diri

Kisah para nabi tentang tradisi dan ritual puasa mengisyaratkan banyak hikmah diantaranya adalah hikmah keselataman bagi diri orang yang berpuasa.

Editor: Parmin
Foto:mui jatim
Dr. KH. Reza Ahmad Zahid, Lc. MA, Ketua Komisi Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat MUI Provinsi Jawa Timur. 

Namun sang putra meninggal pada hari ketujuh ia berpuasa. Puasa Daud adalah puasa sunnah yang paling disukai oleh Allah.

Hal tersebut dapat kita ketahui dari sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan padanya:

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ
سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Sebaik-baik shalat di sisi Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dahulu tidur di pertengahan malam dan beliau shalat di sepertiga malamnya dan tidur lagi di
seperenamnya. Adapun puasa Daud yaitu puasa sehari dan tidak berpuasa di hari
berikutnya.” (HR. Bukhari no. 1131).

Sampai pada umat Nasrani, dikisahkan dari imam al Thabari bahwa mereka kaum Nasrani konon juga diwajibkan berpuasa di bulan Ramadlan. Mereka tidak boleh makan dan minum setelah tidur dari waktu isya, hingga waktu isya’ lagi, juga tidak boleh berhubungan suami istri.

Rupanya, hal itu cukup memberatkan bagi mereka. Melihat kondisi seperti itu, akhirnya mereka bersepakat untuk memindahkan waktu puasa mereka sesuai dengan musim, hingga mereka mengalihkannya ke pertengahan musim panas dan musim dingin.

Mereka mengatakan; “Untuk menebus apa yang kita kerjakan, kita akan menambah puasa kita sebanyak dua puluh hari”, dengan begitu puasa mereka menjadi 50 hari.

Demikianlah puasa para nabi dan umat terdahulu, mereka melakukan puasa dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menggapai predikat takwa.

Kisah para nabi tentang tradisi dan ritual puasa mengisyaratkan banyak hikmah diantaranya adalah hikmah
keselataman bagi diri orang yang berpuasa.

Hal tersebut, dikarenakan puasa adalah ‘zakat’ bagi diri orang yang berpuasa. Dalam kitab al mustathrof terdapat satu kutipan hadits:  زَكَاةُ الجَسَدِ الصِّيَامُ “zakatnya jasad adalah puasa”. Layaknya zakat maal, ketika kita menzakati harta
kita maka yang akan kita dapatkan adalah kebersihan dan kesucian untuk harta kita.

Maka ketika kita berpuasa itu adalah satu proses untuk membersihkan dan mensucikan diri kita.

Praktek puasa mengajarkan kita tidak hanya menjaga diri dari hal-hal lahiriyah yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan berhubungan suami-istri, akan tetapi juga menjaga semua panca indra dan pikiran dari hal-hal kotor yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’alaa.

Ketika kita mampu melalui materi ajaran puasa tersebut maka kita akan terbiasa dan mampu mengendalikan hawa nafsu kita dengan demikian hati dan jasad kita akan terjauhkan dari hal-hal yang mengotori kita.

Seperti yang terkandung dalam makna hadits bahwa “puasa merupakan perisai selama tidak dirusak dengan perkataan jelek yangmerusak”. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ 

“Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved