Hikmah Ramadan 2021

Sekretaris Komisi Pengkajian, Penelitian & Pelatihan MUI Jatim Listiyono Santoso: ‘Khusyuk’ Ramadhan

Ramadhan 1442 H ini merupakan tahun kedua, umat Islam seluruh dunia beribadah puasa di tengah pandemi.

Editor: Parmin
foto:mui jatim
Listiyono Santoso, Sekretaris Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur sekaligus Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. 

BERAGAMA yang semarak. Begitulah banyak orang memberikan gambaran bagi cara beragama (Islam) di Nusantara.

Berbagai ritual tradisi diselenggarakan dalam rangka memeriahkan kegiatan beragama.

Dari soal maulidan, tasyakuran haji, hingga kegiatan keagamaan lainnya dengan melibatkan banyak jamaah.

Keislaman yang ‘meriah’ begitu lekat dalam tradisi beragama kita.

Ramadhan 1442 H ini merupakan tahun kedua, umat Islam seluruh dunia beribadah puasa di tengah pandemi.

Semarak bulan suci dengan berbagai aktivitas ritual ibadah tidak lagi semeriah sebelumnya.

Kegiatan menghidupkan malam di bulan puasa, seperti tarawih, takdarus bersama, iktikaf dan lainnya boleh dilakukan dengan berbagai protokol kesehatan yang ketat.

Kemeriahan buka puasa bersama di berbagai kantor, rumah makan dan resto meski mulai diselenggarakan, tetap saja harus dilakukan dalam ‘jarak’ agar potensi penularan virus corona dapat dicegah.

Ramadhan dalam senyap. Tidak ada kemeriahan yang mengiringinya. Kaum muslim sulit berbagi takjil di pinggir jalan untuk menghindari kerumuman. Cerita ngabuburit menjelang buka puasa juga dibatasi.

ituasi-situasi demikian begituberkecamuk dalam bayangan kaum muslimin yang sudah terbiasa ‘menghidupkan’
bulan puasa dengan berbagai ritual secara bersama. Semua berganti dengan ‘sunyi’.

Covid-19 telah mencipta kemeriahaan menjadi suatu kesenyapan. Pandemi memberi batas bagi kaum muslim dalam melaksanakan peribadatan di bulan Ramadhan.

Corona virus mengharuskan kita ‘banyak’ beribadah di rumah saja.

Bukan untuk menghilangkan kemeriahan, melainkan agar kemudharatan tidak
terjadi.

Apakah kita akan kehilangan momentum, tatkala Ramadhan tak semeriah sebelumnya? Tentu saja tidak. Yang hilang hanyalah kemeriahan yang bersifat duniawi.

Ibarat substansi dan aksidensi, kesemarakan itu aksidensi, bukan substansi diwajibkannya ibadah shaum di bulan Ramadhan.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved