Citizen Reporter

Begini Jika Pujangga Berbagi Proses Kreatif

Dua profesor sekaligus penulis puisi, Gufran A Ibrahim dan Djoko Saryono berbagi tips menulis puisi . Puisi adalah puncak kefasihan bahasa.

Editor: Endah Imawati
Novi Anoegrajekti
Gufran A Ibrahim berbagi tips menulis puisi pada seminar daring Berbagi Pengalaman Kreatif: Menyurat Puisi Maritim, Sabtu (1/5/2021). 

Tim penulis buku Sastra Maritim membuat sedaring nasional (sedaring) bertajuk Berbagi Pengalaman Kreatif: Menyurat Puisi Maritim. Sedaring yang diadakan Sabtu (1/5/2021) itu diikuti ratusan peserta dari Aceh hingga Papua.

Tim penulis buku Sastra Maritim yang dibidani oleh Novi Anoegrajekti dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merupakan himpunan para dosen yang berasal dari Aceh sampai Papua.

Mereka bekerja sama dengan Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat UNJ. Kegiatan yang dipandu Sudibyo dari FIB Universitas Gadjah Mada itu untuk melengkapi agar para penulis terasah dalam menulis karya ilmiah dan menulis kreatif puisi.

Penulisan kreatif puisi yang bercirikan ragam literer mengutamakan kehalusan, kelembutan, kejutan-kejutan estetis, dan daya imajinasi. Itu pula yang dijalani oleh profesor sekaligus penyair Gufran A Ibrahim.

Menyimak Gufran A Ibrahim bertutur tentang proses penulisan puisi, membuat dunia sastra menjadi lebih mudah dipahami. Ia menuturkan, penulisan puisi berasal dari endapan pengalaman dan pengamatan bahkan yang terjadi 50 tahun lalu.

Profesor dari Universitas Khairun Ternate yang dikenal sebagai penyair Ibrahim Gibra, penulis antologi puisi Karang Menghimpun Bayi Kerapu itu membuat orang yang tidak pernah menyentuh laut, menjadi seperti mengalaminya langsung. Menangkap ikan menggunakan bubu bersama kakeknya, 50 tahun lalu, dihadirkan kembali ketika akan ditulis sebagai puisi.

“Saya sengaja ke laut. Selain untuk berenang, saya ingin menikmati imajinasi masa lalu itu dan saya bawa ke mana-mana sesuai dengan konteks saat ini,” kata Gufran dalam sedaring nasional yang juga dapat disaksikan di kanal YouTube Tribunjatim dan Harian Surya.

Penulis empat antologi puisi itu menganggap ke pantai itu sebagai proses kesadaran baru, meracik imajinasi, sekaligus kontemplasi. Ia berbagi cara menulis puisi dengan mencari kata-kata yang tepat dan mungkin jarang dipakai.

Sebagai orang pesisir, Gufran membagi kisah dengan detail. Sebaliknya, sebagai orang yang tinggal di wilayah agraris yang tidak mengenal laut sebagai latar kehidupan, Djoko Saryono menulis tentang laut dari persepsinya.

“Puncak kefasihan berbahasa adalah puisi. Di dalam berpuisi itu saya bisa menyampaikan segala yang tidak ditampung dalam dunia akademis atau wilayah lain,” kata Djoko.

Seperti Gufran, cara melatih bahasa dengan menggunakan diksi yang jarang dipakai. Permainan kata yang puitik tetap harus dimunculkan. Antara bermain dan mengekspresikan empati harus muncul bersama.

Selain sedaring, tim akan membuat antologi puisi karya para penulis buku Sastra Maritim. Publikasi antologi puisi ini menjadi pengembangan dari kegiatan penulisan serial buku sastra yang dimulai dari buku Sastra Pariwisata (2020), Sastra Rempah (2021), dan Sastra Maritim (2021). Pada 2022 sudah dirancang untuk menerbitkan buku Sastra Horor.

Djoko Saryono yang ikut membidani lahirnya Sastra Pariwisata telah lama menggeluti proses kreatif dan melahirkan ratusan puisi.

“Menulis karya ilmiah perlu mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku ketat, mulai dari masalah, konsep, metode, analisis, dan referensi yang perlu diimbangi dengan genre tulisan yang menjamin dan merepresentasikan kemerdekaan berpikir dan berimajinasi,” ujarnya.

Halaman
12
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved