Berita Surabaya

Disusun 2020, Dwi Hari Luncurkan Buku "Pro-Kontra PLTN", Pengalaman Pribadi selama Bertugas di DEN

Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Ir Dwi Hary Soeryadi, MMT, meluncurkan buku "Pro-Kontra PLTN”.

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: Parmin
surya.co.id/sri handi lestari
Dwi Hary Soeryadi bersama buku Pro-Kontra PLTN yang diluncurkan Jumat (26/3/2021).  

SURYA.co.id | SURABAYA - Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Ir Dwi Hary Soeryadi, MMT, meluncurkan buku "Pro-Kontra PLTN”.

Peluncuran buku ini bersamaan dengan webinar digelar Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga Surabaya, Jumat, (26/3/2021) tentang Energi Terbarukan.

Buku ini berisi pengalaman Dwi Hary selama bertugas di DEN di kurun waktu 2014-2019.

"Namun beri terpikir di tahun 2018 saat saya harus melakukan kajian dan mempersiapkan agenda Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir)," jelas Dwi Hary, saat ditemui sesaat sebelum Webinar di rumahnya kawasan Surabaya Selatan, Jumat (26/3/2021).

Setelah itu, baru selama pandemi covid 19, tepatnya di tahun 2020 lalu, pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Teknik PD Pasar Surya Surabaya ini, mulai menyusunnya.

Dwi Hary yang lahir di Bondowoso, 12 Juli 1967 ini mengaku tidak ada kesulitan selama penyusunan.

"Karena saya tinggal mengumpulkan apa yang sudah saya lakukan terkait rencana PLTN ini. Terutama terkait pro dan kontranya," lanjut suami dari Nuke Erawati dan bapak tiga anak tersebut.

Dalam buku tersebut, perdebatan PLTN terlihat semakin tajam antara yang pro dan yang kontra.

Yang pro mengatakan, “Indonesia Harus Segera Bangun PLTN”, sedangkan yang kontra mengatakan, “Indonesia Tak Perlu PLTN”.

"Meskipun dalam peraturan kebijakan energi di Indonesia sudah dibuat dan sudah sangat jelas, yaitu di UU30/2007 tentang Energi, PP79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Kemudian Perpres22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), namun yang kontra PLTN, tetap saja kurang nyaman dengan istilah Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Lantas lebih cocok bila menyebutkan dengan istilah Energi Terbarukan (ET) karena didunia internasional-pun tidak ada istilah New and Renewable Energy, yang ada hanya istilah Renewable Energy," ungkap dia.

Alumni S1 Fakultas Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan Magister Manajemen Teknologi ITS, Surabaya itu menyebut yang pro PLTN, tidak suka jika disebut bahwa PLTN ditempatkan sebagai pilihan terakhir.

Karena bagaimanapun PLTN adalah salah satu teknologi mutakhir yang harus dimanfaatkan.

Akan tetapi, dengan histori adanya beberapa kecelakaan besar meledaknya reaktor PLTN di beberapa negara di dunia, menggugah semua untuk mawas diri dan berhati-hati didalam memanfaatkannya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved