Berita Blitar

Diadukan Pelanggan Setelah Jual Sebungkus Kopi Seharga Rp 700 Ribu, Pemilik Warkop di Blitar Dibui

Dan sabu itu dibeli secara urunan dari warkop milik Agus, dan dikemas di dalam bekas kemasan kopi.

Penulis: Imam Taufiq | Editor: Deddy Humana
ilustrasi Kompas.com
Ilustrasi minuman kopi 

SURYA.CO.ID, BLITAR - Kepuasan pelanggan adalah faktor penting dalam bisnis. Dan akibat salah satu pelanggannya 'bernyanyi' ke polisi setelah membeli sebungkus kopi yang kelewat mahal, Agus Fistomi (26), seorang pemilik warung kopi (warkop) di Blitar dijebloskan ke penjara.

Agus yang merupakan warga Desa Bendil Jati Kulon, Kecamatan Sumbergempol Tulungagung itu ditangkap di rumahnya, Rabu (17/3) malam. Agus ditangkap polisi bukan sekadar menjadi pemilik warkop, meski ia menjual satu sachet (kemasan) kopi dengan harga luar biasa, Rp 700.000 per sachet.

Tetapi Agus ditangkap setelah salah satu pelanggannya diperiksa jajaran Polres Blitar atas pemakaian narkoba jenis sabu. Dan sabu itu dibeli secara urunan dari warkop milik Agus, dan dikemas di dalam bekas kemasan kopi.

Kapolres Blitar, AKBP Leonard M Sinambela menjelaskan, Kamis (18/3/2021), penangkapan Agus merupakan pengembangan dari penangkapan budak sabu sebelumnya, yaitu salah satu pelanggan di warkop itu.

Dan pelanggan lama yang merupakan warga Blitar itu, kemudian membocorkan dari mana ia membeli sabu dalam bekas kemasan kopi. "Dari tersangka (Agus), kami amankan dua paket sabu dengan berat masing-masing 0,40 gram. Dan per paket dijual masing-masing Rp 700.000," kataLeonard.

Petugas sebenarnya tidak kesulitan menemukan Agus karena setiap hari mangkal di warkopnya. Agus mengaku diam-diam menjadi pengecer sabu untuk menambah penghasilan keluarganya. Dan seperti alasan budak narkoba lainnya, penghasilan menurun dratis sejak adanya pandemi Covid-19.

"Dari pengakuannya, ia baru tiga bulan berjualan sabu. Namun bisa jadi lebih lama, jadi masih akan kami kembangkan," paparnya.

Mengenai alasan Agus menjual sebungkus kopi berisi paket sabu seharga Rp 700.000, dijelaskan Leonard, karena memang para pelanggannya kebanyakan para sopir. Dan para pelanggannya biasanya membeli secara urunan agar satu paket sabu seharga Rp 700.000 bisa dipakai beberapa orang.

"Bahkan dari pengakuan tersangka, satu paket itu bisa dipakai 10 orang dan masing-masing menghisap tiga kali secara bergiliran," ujarnya.

Modus berjualan sabu dalam bekas bungkus kopi itu dijalani Agus dengan lancar, sampai salah satu pelanggannya yang biasa membeli secara patungan tertangkap. Apalagi sistem penjualan sabu itu cukup licin.

Caranya, pembelinya disuruh mentransfer uangnya yang dipesannya, baru barang diantar. Cara mengantarkan barang pun dengan sistem ranjau. Yakni tak bertemu calon pembelinya melainkan barangnya diletakkan di suatu tempat.

Setelah itu Agus menghubungi pembelinya agar mengambil pesanan di tempat yang ditentukan. Misalnya, di bawah pohon, di tepi lapangan sepak bola desa atau pot taman.

"Agar tidak diambil orang, barang itu dikemas dalam plastik bekas bungkus kopi. Misalnya kalau ditemukan orang, dikira bungkus kopi yang sudah terbuang," pungkasnya.

Meski begitu, polisi harus mengajak pelanggan Agus saat penangkapan. Karena Agus dikenal waspada terhadap orang yang tak dikenal, terutama yang datang ke warkopnya. ***

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved