Berita Nasional Politik

Respons Demokrat jika Pilkada Ditunda 2024: Peluang Penjabat Kepala Daerah Untungkan Pihak Tertentu

Partai Demokrat menegaskan pentingnya pelaksanaan Pilkada di 2022 dan 2023. Jika mundur ke 2024 dikhawatirkan demokrasi mengalami kemunduran.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Parmin
surya.co.id/bobby constantine koloway
Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.  

SURYA.co.id, SURABAYA - Partai Demokrat menegaskan pentingnya pelaksanaan Pilkada di 2022 dan 2023.

Jika mundur ke 2024, Demokrat khawatir demokrasi mengalami kemunduran.

"Demokrasi di Indonesia bisa semakin berjalan mundur jika Pilkada 2022-2023 tetap dipaksakan serentak di tahun 2024," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam rilis yang diterima Surya.co.id, Rabu (10/2/2021).

Banyaknya penjabat kepala daerah yang ditunjuk menggantikan kepala daerah definitif dikhawatirkan mengganggu roda pemerintahan. Belum lagi, durasi waktu menjabat yang cukup lama.

Herzaky menerangkan sebanyak 272 penjabat kepala daerah bakal ditunjuk mengelola provinsi, kabupaten, dan kota, selama 1-2 tahun akibat adanya penundaan Pilkada tersebut. Legitimasi pemerintahan pun akan dipertaruhkan.

"Kredibilitas dan legitimasi kepala daerah di era demokrasi muncul karena dipilih oleh rakyat. Sedangkan jika ditunjuk langsung oleh presiden melalui Mendagri, kredibilitas dan legitimasinya di mata rakyat yang dipimpinnya tentu sangat lemah," kata Herzaky.

"Iya kalau hanya beberapa bulan saja, mungkin masih bisa diterima publik. Namun, ini bertahun-tahun," katanya.

Herzaky melanjutkan bahwa inti dari demokrasi adalah pemilihan pemimpin oleh rakyat. Bukan dipilih oleh kepala negara atau kepala pemerintahan.

Sehingga menurutnya, apabila kepala daerah ditunjuk oleh presiden, makna demokrasi bakal mengalami reduksi. Meskipun hanya penjabat, tapi dalam waktu yang cukup lama: 1-2 tahun.

"Bahkan, muncul pertanyaan, apakah kita kembali ke era guided democracy? Apalagi dengan penunjukan begitu banyak ASN atau korps tertentu sebagai penjabat kepala daerah," katanya.

Bahkan, publik bisa juga memaknainya sebagai ajang konsolidasi pihak tertentu menjelang Pilpres 2024.

"Siapakah yang bakal diuntungkan dengan keberadaan 272 penjabat kepala daerah ini? Apalagi, sebagian besar penunjukan penjabat kepala daerah ini di provinsi dan kota-kabupaten yang sangat strategis," katanya.

Masalah lainnya juga terkait netralitas ASN yang ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah. Keterlibatan ASN menjadi isu sensitif yang hampir selalu mengemuka di tiap gelaran pemilu nasional dan pemilu daerah.

Ia mengingatkan bahwa netralitas ASN merupakan bagian penting dari menjaga kualitas demokrasi kita.

"Penunjukan penjabat kepala negara dalam jangka waktu tahunan menjelang Pemilu 2024 menjadi bom waktu berupa potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membuat mereka tidak dapat menjaga netralitasnya," katanya.

Pihaknya juga memberikan pandangan terkait alasan pemerintah menunda revisi UU karena ingin fokus mengatasi masalah pandemi Covid-19. Menurut Herzaky, pilkada juga memiliki urgensi dalam penanganan Covid-19.

"Rakyat berhak menentukan seperti apa kebijakan penanganan covid-19 di tiap daerahnya. Kepala daerah yang saat ini tidak memiliki performa baik dalam mengelola pandemi dan krisis ekonomi, bakal dihukum dengan tidak dipilih lagi," katanya.

"Sebaliknya, masyarakat bakal memilih siapa kepala daerah yang menurut mereka lebih pantas dan cakap dalam mengelola krisis ini," katanya.

"Sehingga, jangan cabut hak dasar warga negara dalam memilih pemimpin daerahnya hanya karena pemerintah pusat saat ini gelagapan dalam mengelola covid-19. Pandemi bukan berarti alasan mengebiri demokrasi," pungkasnya. 

Untuk diketahui, jadwal Pilkada masuk dalam salah satu materi di pembahasan RUU Pemilu yang kini diusulkan Komisi II DPR.

Satu di antara isi RUU Pemilu, yaitu pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan, tanpa digelar bersamaan dengan Pilpres 2024.

Namun, hal ini mendapat penolakan dari pemerintah. Sejumlah partai koalisi pendukung pemerintah pun mengisyaratkan serupa agar Pilkada berjalan di tahun yang sama dengan Pemilu nasional, yakni di 2024. 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved