Ali Kalora Cs Naik Turun Gunung Hindari Kejaran Satgas Tinombala, Ternyata Tak Sekuat Pendahulunya
Ali Kalora Cs naik turun gunung untuk hindari kejaran Satgas Tinombala, ini buktinya MIT tak sekuat pendahulunya, Kamis (3/12/2020).
Penulis: Abdullah Faqih | Editor: Musahadah
Penulis: Abdullah Faqih | Editor: Uus Musahadah
SURYA.co.id, - Ali Kalora Cs naik turun gunung untuk hindari kejaran Satgas Tinombala, ini buktinya MIT tak sekuat pendahulunya, Kamis (3/12/2020).
Mujahidin Indonesia Timor (MIT) pimpinan Ali Kalora harus naik turun gunung untuk hindari kejaran Satgas Tinombala yang ditugaskan untuk memburu mereka.
Hal ini diumumkan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2020) lalu.
Awi menjelaskan bahwa Ali Kalora Cs saat ini terdesak dan kehabisan persediaan.
"Selama ini beberapa hasil penyelidikan yang dikasih dalam artian dalam tekanan mereka (MIT) kasih (makanan), tidak dianiaya. Namun kemarin (di Sigi), karena ada perlawanan tidak diberi sehingga yang terjadi demikian," ucap Awi.
Saat ini, Satgas Tinombala, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, anggota Brimob, serta prajurit TNI pun masih memburu anggota kelompok MIT yang tersisa 11 orang.
Awi mengungkapkan, kondisi geografis menjadi salah satu kendala dalam pengejaran kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.
Menurut keterangan polisi, Ali Kalora cs selama ini bergerak di wilayah pegunungan dengan ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut.
Rentang wilayah pergerakan kelompok itu antara Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.
Bahkan, dari keterangan anggota kelompok MIT yang tertangkap, hutan yang lebat membuat mereka mudah bersembunyi dari kejaran Satgas Tinombala.
Maka dari itu, aparat harus menyusuri berbagai jalan tikus di hutan.
"Beberapa penuturan dari yang tertangkap menyampaikan, kadang-kadang Satgas Tinombala lewat, jarak 10 meter, 20 meter, mereka tiarap sudah enggak ketahuan karena memang hutan lebat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2020).
Di sisi lain, kelompok MIT disebut sangat menguasai medan.
Menurut Danrem 132 Tadulako Brigjen TNI Farid Makruf, Ali Kalora merupakan mantan penebang kayu sehingga menguasai jalur di dalam hutan.
Awi mengatakan, tim gabungan akan memantau apabila kelompok MIT turun dari gunung untuk meminta makanan kepada warga.
"Dia naik turun, naik turun gunung. Ini yang tentunya menjadi evaluasi Satgas Tinombala Densus 88 Antiteror, Polda Sulteng, BKO TNI di sana, termasuk Brimob, ini menjadi bahan mereka untuk mengambil langkah-langkah dalam melakukan pengejaran," ucap Awi.
Hasil Positif Satgas Tinombala Buru Ali Kalora Cs
Meski prosesnya begitu panjang, Polri mengklaim kinerja Satgas Tinombala telah membuahkan hasil.
Dari daftar pencarian orang (DPO) yang dirilis Polri, terdapat tujuh anggota yang telah ditangkap sehingga tersisa 11 orang.
"Makanya tadi saya sampaikan per tanggalnya kapan DPO yang 7 orang ketangkap, baik itu hidup maupun meninggal dunia. Bawasannya apa, progresnya itu ada, mereka pun juga kita lakukan penindakan," ungkap Awi.
Dari tujuh anggota itu, lima orang meninggal dunia.
Rinciannya, Rajif Gandi Sabban alias Rajes meninggal pada 25 April 2020, Ali alias Darwin Gobel meninggal pada 15 April 2020, Muis Fahron alias Abdullah meninggal pada 15 April 2020.
Terbaru, Wahid alias Aan alias Bojes dan Azis Arifin alias Azis meninggal dalam kontak tembak dengan aparat pada 17 November 2020.
Satu anggota bernama Udin alias Usman menyerahkan diri pada 17 Maret 2020.
Satu anggota lainnya bernama Moh Faizal alias Namnung terkonfirmasi terkena tembakan di tahun 2017.
Namun, polisi belum menemukan mayatnya. Polri pun meminta masyarakat ikut memberi informasi untuk mempermudah pencarian.
"Berikan informasi sebanyak-banyaknya sehingga bisa mempersempit pergerakan karena ini luas wilayahnya di dalam hutan," tutur Awi.
Ali Kalora Cs Tak Sekuat Santoso
Ternyata Ali Kalora tak sekuat Santoso, pimpinan MIT sebelumnya.
Ali Kalora yang baru-batu ini diduga mendalangi pembantaian satu keluarga di Dusun St.2 Lewono, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi memiliki banyak kelemahan.
Meski demikian, Ali Kalora Cs hingga kini belum juga ditangkap.
Bahkan, Operasi Tinombala yangf telah berjalan hampir lima tahun belum berhasil menangkap pimpinan Mujahidin Indonesia Timur tersebut.
Ali Kalora menjadi pemimpin MIT sejak tahun 2016 menyusul ditangkapnya pentolan MIT, Basri alias Bagong pafa tahun 2016.
Di tahun yang sama, Santoso alias Abu Wardah tewas dalam penyergapan aparat keamanan tahun 2016 lalu.
1. Tak mampu rekrut puluhan orang
Dilansir dari BBC Indonesia, Ridlwan Habib, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia saat wawancara dengan BBC Indonesia pada Rabu (2/1/2019) menilai Ali Kalora tidak memiliki pengaruh sekuat Santoso, yang mampu merekrut puluhan orang.
Hal yang sama disampaikan Al Chaidar, pengamat terorisme serta staf pengajar di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe.
Al Chaidar meyakini Ali Kalora kini merupakan satu-satunya pemimpin MIT yang tersisa.
Sebagai pemimpin baru MIT, Ali Kalora disebutnya "tidak memiliki pengaruh yang kuat seperti Santoso".
"Karena sepanjang 2018, hanya menyisakan sekitar empat orang anggota, kemudian bertambah satu orang, sehingga menjadi lima orang," kata Chaidar.
Sementara itu pada Februari 2019, polisi menyebut ada tambahan satu orang anggota baru dalam kelompok Ali Kalora yakni anak kandung pimpinan terdahulu MIT, Santoso.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo pada Kamis (14/2/2019).
"Satgas berhasil mengidentifikasi satu orang DPO lagi yang ikut bergabung ke kelompok Ali Kalora, yaitu anak kandung Santoso," kata Dedi
Terkait perekrutan anak kandung Santoso, Dedi mengatakan hal itu masih dalam proses penelurusan.
"Antara direkrut dan inisiatif sendiri karena datang ke hutan. Ali Kalora ini lagi diidentifikasi dan nanti akan segera diterbitkan DPO," kata dia.
2. Ali Kalora kerap menyamar
Meski kurang mampu merekrut orang, Ridlwan Habib menilai Ali Kalora memiliki kemampuan bertahan hidup dalam pelarian.
"Dengan logistik yang terbatas, Ali Kalora bisa menjadi apa saja, menyamar menjadi warga lokal, bahkan petani dan jalan sejauh itu," tambahnya.
Sosok Ali Kalora ini, menurutnya, berbeda jauh dengan bekas pemimpin MIT, Santoso, yang tewas dalam baku tembak dengan TNI-polisi dua tahun lalu.
Yang disebut terakhir ini memiliki keahlian propaganda.
Sedangkan Ali Kalora mampu menghindar dari kejaran aparat TNI-polisi dengan "menyamar menjadi warga lokal".
3. Ali Kalora dekat dengan kelompok militan Islam dan setiap pada ISIS
Satu-satunya "kelebihan" Ali Kalora andalkan adalah kedekatannya dengan kelompok militan Islam di Mindanau (Filipina) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).
"Dengan afiliasinya bersama kelompok Mindanau dan Bima, dia bisa merekrut anggotanya dari luar Poso, termasuk memperoleh senjata api," kata Al Chaidar.
Selain itu, Ali Kalora juga kerap menunjukkan kesetiaaannya pada ISIS.
Dilansir dari BBC Indonesia, pengamat teroris, Ridlwan Habib, mengatakan, tindakan Ali Kalora merampok bahan pangan dan membunuh warga setempat sudah dua kali dilakukan sepanjang tahun ini.
Pada April 2020, seorang petani menjadi korban.
Aksi itu direkam oleh kelompok Ali Kalora dan disebarkan ke kelompok jihadis di Indonesia dan luar negeri.
Tujuannya untuk memberitahu kelompok teror di luar negeri tentang keberadaan mereka "dengan harapan akan mendapat bantuan logistik".
"Dan sebagai bukti mereka tetap setia kepada ISIS (kelompok yang menamakan diri Negara Islam).
"Karena itu baginya, tidak ada jalan lain selain menyiapkan pasukan khusus.
"Ini bukan kelompok yang bisa digalang dengan lunak. Mereka ini prinsipnya membunuh atau terbunuh. Dialog juga tidak bisa."
Dengan fakta ini, dia menyarankan pemerintah beserta aparat keamanan agar menggunakan strategi baru untuk menangkap Ali Kalora.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/surabaya/foto/bank/originals/ali-kalora-cs-naik-turun-gunung-hindari-kejaran-satgas-tinombala.jpg)