Berita Tulungagung
Kurang Terlihat, Monumen Fosil Homo Wajakensis Tulungagung Sepi
kaum muda mengaitkan tugu C.F Pahud dengan keberadaan situs Homo Wajakensis. Padahal tidak terkait keberadaan situs itu.
Penulis: David Yohanes | Editor: Deddy Humana
SURYA.CO.ID, TULUNGAGUNG - Pemkab Tulungagung membangun Monumen Wajakensis untuk menandai penemuan fosil manusia purba Homo Wajakensis pada tahun 2012. Namun karena tidak banyak yang tahu di mana letak monumen ini, jumlah kunjungan juga sangat minim.
Letak monumen ini memang tersembunyi, yaitu terkepung perkampungan di Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat. Lokasinya masuk sebuah gang ke arah penugunungan kapur di desa setempat.
Selain itu tidak ada tetenger atau papan petunjuk khusus yang mengarahkan calon pengunjung menuju lokasi ini. Monumen tersebut berada di tengah rerimbunan pohon besar, dan dikelilingi pagar besi setinggi satu meter.
Tidak jauh dari monumen, terdapat sebuah tugu kuno yang terbuat dari batu marmer. Pada tugu tertulis Bezoek van Zijn Exc. Den. Gouv. Gen C.F. Pahud AAN DE MARMER GROEF TE WADJAK 1850.
SURYA sempat bertanya kepada orang yang paham Bahasa Belanda untuk menerjemahkan tulisan itu. Namun karena tulisannya disingkat, makna yang dimaksud tidak diketahui pasti.
Tulisan itu menerangkan kunjungan seorang pejabat pada 1850 bernama C.F Pahud, ke tambang marmer. Ia menduduki jabatan dengan tulisan singkat Exc. Den. Gouv. Gen. Sedangkan C.F Pahud, kependekan dari Charles Ferdinand Pahud, adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-51.
Menurut Kasi Pelestarian Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Tulungagung, Winarto, monumen ini hanya penanda penemuan fosil Homo Wajakensis yang pertama. “Lokasinya naik (ke penunungan kapur), goanya ada belakang SDN Gamping,” terang Winarto.
Diakui Winarto, karena hanya sebagai penanda, lokasi ini tidak banyak dikunjungi. Tetapi ke depannya ada pengembangan tempat wisata melalui Pokdarwis Wajakensis yang menggarap lokasi di sekitar monumen.
Pengembangan wisata ini nantinya akan menjual keindahan alam pegunungan kapur, sekaligus goa tempat penemuan fosil.
“Diharapkan dengan adanya wisatawan, kunjungan ke lokasi ini juga meningkat. Ini sekaligus memperkenalkan kepada masyarakat bahwa di Tulungagung ada lokasi penemuan fosil manusia purba,” ujar Winarto.
Menurut Korwil Balai Pemeliharaan Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Wilayah Tulungagung, Hariyadi, terjadi polemik seputar situs Wajakensis yang disebut ada di sekitar monumen.
Sebab kaum muda setempat mengaitkan tugu C.F Pahud dengan keberadaan situs Homo Wajakensis. Padahal menurut Hariyadi, tugu C.F Pahud tidak terkait keberadaan situs itu.
“Generasi sekarang menyebut, tugu C.F Pahud sebagai tanda penemuan fosil Wajakensis yang pertama. Padahal tidak pernah ada dokumen yang menguatkan itu,” terang Hariyadi.
Tugu C.F Pahud diperkirakan sebagai tanda pengingat kunjungan pejabat itu, di awal masa penambangan marmer. Hariyadi juga mengaku tidak pernah tahu kajian akademis terkait monumen Situs Wajakensis yang didirikan di dekat tugu C.F Pahud itu. ***