Bukti China Sudah Siap Hadapi AS, Setelah 'Duel' Rudal Kini Gelar Simulasi Tangkal Serangan Udara
China semakin gencar memperbarui persenjataan maupun pertahanan militernya. Mereka kini menggelar simulasi menangkal serangan udara Amerika Serikat
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Iksan Fauzi
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Iksan Fauzi
SURYA.co.id - China baru-baru ini semakin gencar memperbarui persenjataan maupun pertahanan militernya.
Setelah sempat "duel" uji coba rudal baru, negeri tirai bambu itu kini menggelar simulasi untuk menangkal serangan udara Amerika Serikat (AS).
Militer China meningkatkan kesiapan tempurnya saat angkatan udaranya bersiap menghadapi potensi serangan dari pesawat pembom Amerika Serikat (AS) yang sudah dikerahkan di Laut China Selatan.
Latihan pertahanan udara China baru-baru ini membuat pilot China mensimulasikan respons terhadap "dua pesawat tempur asing yang memasuki wilayah udara China".
Rekaman latihan menunjukkan pilot China memerintahkan pesawat asing dalam bahasa Inggris untuk segera pergi, atau dicegat.
Seperti dilansir dari Tribunnews dalam artikel 'China Mulai Simulasi Antisipasi Serangan Udara Amerika'
Media pemerintah setempat mengatakan: "Bekerja sama dengan stasiun radar yang berbasis di sebuah pulau, seorang pilot angkatan udara China yang mengambil bagian dalam latihan itu memberi peringatan radio kepada pesawat tak dikenal yang mengatakan bahwa mereka harus pergi," tulis pernyataan itu seperti dikutp dari Express, Minggu (9/8).
Latihan pertahanan udara China tersebut mengikuti serangkaian latihan militer lainnya minggu ini, termasuk serangan simulasi dan pengisian bahan bakar di udara.
Tiga dari lima wilayah militer utama China melakukan latihan kesiapan pertempuran udara di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat di wilayah maritim yang disengketakan.
Latihan itu berlangsung lebih dari 10 jam dan juga melibatkan pengisian bahan bakar di udara, menurut pejabat negara, tanpa mengatakan kapan latihan itu berlangsung.
Seorang pejabat China yang tidak disebutkan namanya mengatakan: "Semua latihan kami ditujukan untuk mempersiapkan pertempuran yang sebenarnya."
Ini terjadi seminggu setelah latihan militer terakhir China di atas laut yang disengketakan, yang melihat Beijing mengungkap pembom teknologi tinggi jarak jauh baru sebagai bagian dari "pelatihan tempur intensitas tinggi".
Rekaman dari media pemerintah menunjukkan pembom jarak jauh H-6G dan H-6J berlatih lepas landas malam hari dan mensimulasikan serangan terhadap target laut.
Peningkatan latihan militer tersebut untuk merespon ketegangan antara China dan AS.
Awal pekan ini, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan bahwa perang antara China dan AS serta Australia mungkin saja terjadi.
Dia menyerukan aliansi negara-negara Indo-Pasifik untuk memerangi meningkatnya ancaman China secara global, tetapi juga di Laut China Selatan.
Komentarnya mengikuti mantan Perdana Menteri Australia, Kevin Rudd, yang mengindikasikan konflik antara AS dan China dapat terjadi dalam tiga bulan ke depan.
Menanggapi pernyataan ini, Mr Morrison berkata: “Kami telah mengakui bahwa apa yang sebelumnya tidak terbayangkan dan bahkan tidak dianggap mungkin atau mungkin dalam hal jenis hasil tersebut tidak lagi dipertimbangkan dalam konteks tersebut.
“Saat ini, Indo-Pasifik menjadi episentrum persaingan strategis. Ketegangan atas klaim teritorial meningkat," ujarnya.
Duel Uji Coba Rudal Baru
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan China juga berlomba mengembangkan rudal baru.
AS dan China tampaknya kini tengah "berduel" untuk menguji coba rudal tercanggih mereka.
Tes terbaru rudal ICBM China diumumkan pada Senin (3/8/2020) oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Ada dua rudal balistik antarbenua yang dites. Satu rudal jarak pendek Dongfeng-16, dan kedua versi panjang Dongfeng-26.
Melihat hal itu, AS pun seolah tak ingin ketinggalan.

Lepas malam setelah 4 Agustus 2020, Komando Serangan Global Angkatan Udara AS menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) LGM-30 Minuteman III.
Lantas, seperti apa perbandingan kehebatan Minuteman vs Dongfeng?
Melansir dari Tribunnews dalam artikel 'Dongfeng vs Minuteman, Duel Kehebatan Rudal Antarbenua China dan AS', berikut ulasannya:
Rudal Dongfeng China dirancang mencapai sasaran ribuan mil jauhnya.
Sekurangnya, rudal balistik antarbenua China ini mampu mencapai wilayah terdekat AS dari China, yaitu Guam.
"Kami berada dalam keadaan sangat waspada bertempur, untuk memastikan tindakan kami cepat dan tepat," Liu Yang, komandan brigade PLA yang melakukan tes dikutip Sputniknews.com.
Dongfeng-26 memiliki jangkauan sekitar 2.500 mil, dan telah disebut-sebut sebagai "pembawa-hulu ledak pembunuh" yang mampu menghancurkan armada tempur AS di Asia Pasifik.
Ia memiliki jangkauan untuk menyerang instalasi militer AS di Guam dari pesisir pantai China.
Menurut laporan PLA, latihan itu untuk menguji seberapa cepat tentara China dapat menanggapi serangan nuklir dari negara asing.
Dalam video yang dipublikasikan PLA, pasukan rudal China terlihat mengenakan perlengkapan pelindung saat mereka bergegas ke peluncur rudal bergerak mereka.
Kendaraan dilarikan ke tempat peluncuran, sebuah dataran luas yang tampaknya dipersiapkan untuk peluncuran.
Laporan itu tidak mengatakan di mana dan kapan latihan itu digelar.
Untuk uji coba rudal Minuteman AS, memang tidak dilengkapi hulu ledak bom.
Tapi dalam serangan nuklir nyata, masing-masing rudal akan membawa hulu ledak nuklirnya sendiri, dan menyerang target terpisah.
Rudal Minuteman III melesat sekitar 4.200 mil dari Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg di pantai California, menuju ke Atol Kwajalein di Kepulauan Marshall.
“Minuteman III berusia 50 tahun, dan uji peluncuran yang berkelanjutan penting untuk memastikan keandalannya hingga 2030-an ketika Ground Base Strategic Deterrent sepenuhnya tersedia,” kata Komandan Skuadron Uji Penerbangan ke-576 Kolonel Omar Colbert.
“Yang terpenting, pesannya meyakinkan sekutu kami dan mencegah terjadinya serangan potensial,” lanjutnya.
Uji tembak Minuteman III ini juga melibatkan pesawat komando udara dan pusat telekomunikasi E-6 Mercury.
Tes ini sekaligus menguji kemampuan pusat komando udara itu mengambil alih kontrol rudal balistik antarbenua AS jika perintah darat terganggu selama rudal meluncur.
Siapa lebih unggul?
Dalam hal kekuatan militer secara keseluruhan, siapa yang lebih kuat, China atau Amerika Serikat (AS)? Dari data yang ada sudah pasti yang lebih kuat adalah AS.
Namun, jika menyangkut perairan pesisir China, kekuatan maritim China plus kekuatan tempur darat vs kekuatan maritim AS, sulit untuk mengatakan pihak mana yang lebih kuat.
Bila perang belum pecah, maka belum ada kepastian siapa yang lebih unggul.
Pemimpin redaksi media China, Global Times, Hu Xijin dalam tulisannya mengatakan, jika menyangkut kepentingan inti China, Taiwan, misalnya, melewati batas atau garis merah China, karena didorongan AS dan mengarah pada pertarungan militer, maka pada saat itu akan ada adu kekuatan.
"Siapa yang berada di atas angin dalam situasi itu? Itu adalah kombinasi dari kekuatan militer ditambah moralitas ditambah keinginan untuk bertempur," tulisnya.
Karena itu, Xijin mengatakan, AS harus diingatkan untuk menjauhkan diri dari kepentingan inti China. Jangan bermain-main dengan api di lepas pantai China, jangan benar-benar memicu konflik atas Taiwan, dan jangan berlebihan di Laut China Selatan.
"Jika pemerintahan Trump hanya ingin menciptakan ketegangan China-AS untuk membantu kampanye pemilihan ulangnya, dan tidak benar-benar siap untuk pertarungan militer, maka berhati-hatilah selama beberapa bulan ke depan, dan jangan melangkah terlalu jauh," tulis Xijin.
Xijin mengatakan, China jelas tidak menginginkan perang.
Maka ia menyarakan agar dalam situasi apa pun militer Tiongkok tidak boleh melepaskan tembakan pertama.
Tapi ia yakin China akan bersiap dengan baik untuk melepaskan tembakan kedua sebagai respons terhadap tembakan pertama.
Pada kepentingan inti, Hu Xijin menegaskan China tidak akan mundur.
"Sikap China jelas bagi semua. Cara terbaik adalah bagi China dan pihak-pihak terkait untuk menghormati kepentingan inti masing-masing.
Jika kepentingan inti kedua belah pihak tumpang tindih, maka perselisihan harus dikelola dengan hati-hati, tidak dibiarkan bergejolak dan lepas kendali," tulisnya.
Setelah mengalami beberapa perang dan pergolakan,
"saya tahu bahwa perdamaian adalah hal yang paling berharga dan mempertahankan perdamaian tidak mudah," tulisnya.
Pada saat hubungan antara China dan AS memburuk dengan cepat dan beberapa kekuatan siap memanfaatkan perubahan dalam gambaran besar, kemauan, kebijaksanaan, dan kemampuan China untuk menguasai situasi akan diuji seiring waktu.(Malvyandie Haryadi/Setya Krisna/Putra Dewangga/Tribunnews/Surya.co.id)