Virus Corona di Jatim
Biodata Dokter Andani, Pahlawan Lawan Covid-19 Ditugaskan ke Jatim, Pernah Uji 2.600 Sampel Sehari
Tercatat hanya satu kali, Dokter Andani Eka Putra dan stafnya ini libur memeriksa sampel, yaitu ketika Lebaran 2020 hari pertama.
Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Musahadah
"Makanya hasil rapid test tidak menjamin seseorang positif atau tidaknya Covid-19. Kasus dua penumpang yang lolos naik pesawat hanya dengan bekal rapid test itu adalah contohnya," kata Andani ketika mengomentari dua penumpang positif Covid-19 yang lolos naik pesawat.
Rapid test sendiri, kata Andani, tidak direkomendasikan WHO untuk pemeriksaan Covid-19.
"Bayangkan kita pakai rapid test. Hasilnya tidak akurat. Orang Tanpa Gejala (OTG) ini masih berkeliaran menularkan virusnya. Sampai kapan bisa selesainya," jelas Andani.
4. Mencari OTG corona, ibarat menangkap harimau berkeliaran
Menurut dokter Andani, memutus mata rantai Covid-19 itu ibarat menangkap harimau yang berkeliaran, bukan harimau yang sudah terperangkap.
"Lebih baik kita tangkap harimau yang berkeliaran di hutan daripada menemukan harimau yang sudah terperangkap. Artinya yang harus kita temukan itu adalah penderita Covid-19 yang berstatus orang tanpa gejala bukan status pasien dalam pengawasan," jelas Andani.
Caranya yaitu melakukan tracing, kemudian diswab, dan sampelnya dites di labor.
Mereka yang didapati positif adalah orang tanpa gejala, bukan pasien dalam pengawasan.
Terbukti di Sumbar, 81 persen kasus positif Covid-19 merupakan orang tanpa gejala.
"Kuncinya ada di situ. Tracing, diswab kemudian sampelnya dites di labor. Ada yang positif ditracing lagi, diswab dan diperiksa.lagi. Begitu seterusnya," kata Andani.
Menurut Andani, tiga hal tersebut harus dilakukan dengan cepat karena yang dilawan itu virus dengan penularan cepat.
Swab dan tracing lambat ibarat bom waktu Sumbar beruntung memiliki petugas kesehatan yang sigap melakukan tracing, mengambil tes swab dan kemudian memiliki labor dan petugasnya untuk memeriksa sampel secara cepat.
Jika salah satu dari tiga kunci itu lambat dilakukan tentu akan berpengaruh dalam proses pemutusan mata rantai Covid-19.
"Di Sumbar, Alhamdulillah ini dilakukan dengan cepat. Tracing cepat, diambil swab cepat dan dites sampelnya juga cepat. Kemudian ditracing lagi dengan cepat. Bagi yang positif langsung dirawat dan isolasi," kata Andani.
Wajar ketika proses tersebut dilakukan dengan cepat, hasilnya kasus positif Covid-19 langsung membengkak. Awalnya, tentu membuat masyarakat sangat cemas karena kasus hari demi hari terus bergerak naik cepat.
"Tapi itu adalah hasil dari proses cepat yang kita lakukan. Bayangkan kalau tracing lambat, diambil swabnya lambat dan hasilnya keluar berminggu-minggu dulu. Itu sama menunggu bom meledak saja," jelas Andani.
Dukungan pemerintah daerah dan nakes Andani mengatakan semua proses yang dilakukan itu tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah dan tenaga kesehatan.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membantu peningkatan kapasitas labor.
Kemudian mengeluarkan kebijakan yang mendukung pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19.
"Kalau tidak didukung pemerintah, hasilnya tentu tidak seperti ini. Kita tidak bisa seleluasa ini. Kita berterima kasih dan memberi apresiasi," jelas Andani.
Untuk tenaga kesehatan, perjuangannya sangat luar biasa. Petugas tracing berada di garda terdepan mencari dan mendata orang-orang yang kontak dengan pasien positif.
"Mereka tidak takut. Yang mereka tracing itu orang-orang yang berkemungkinan besar terjangkit. Kadang harus bertatap muka," ujar Andani.
Kemudian petugas kesehatan yang mengambil swab orang-orang hasil tracing. Ini yang lebih rawan lagi karena kontak langsung. "Kemudian petugas saya di labor memeriksa sampel. Sama rawannya. Tapi ini demi jihad melawan wabah penyakit ini," kata Andani.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Dr Andani, Pahlawan Sumbar Melawan Covid-19: Jihad Melawan Wabah, Swab dan Tracing Cepat Jadi Kuncinya (2)