Virus Corona di Jatim

Biodata Dokter Andani, Pahlawan Lawan Covid-19 Ditugaskan ke Jatim, Pernah Uji 2.600 Sampel Sehari

Tercatat hanya satu kali, Dokter Andani Eka Putra dan stafnya ini libur memeriksa sampel, yaitu ketika Lebaran 2020 hari pertama.

Penulis: Sofyan Arif Candra Sakti | Editor: Musahadah
Kompas.com
Dokter Andani Eka Putra yang ditugaskan GUgus Tugas Pusat Penanganan Covid-19 ke Jatim. 

SURYA.CO.ID, SURABAYA - Nama Dokter Andani Eka Putra akhir-akhir ini menjadi sorotan masyarakat di Jawa Timur

Hal ini setelah dokter Andani Eka Putra mendapat tugas dari Gugus Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan Covid-19 untuk mengembangkan pool test di Jatim.

Kiprah dokter Andani dalam penanganan covid-19 banyak mendapat apresiasi luar biasa.  

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi mengatakan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan dokter Andani Eka Putra.

"Beberapa hari kami bersama ahli mikrobiologi berkomunikasi dengan dr Andani kita undang ke RSUD dr Soetomo dan sudah diskusi bagaimana mengembangkan pool test," kata Joni.

Setelah diskusi tersebut, Joni mengatakan bahwa sistem pool test tidak bisa dilakukan pada daerah dengan positifity rate yang tinggi.

"Pool test adalah dengan menjadikan beberapa spesimen, misalnya lima pasien dalam satu VTM dan diekstrak bareng pada reagensia yang sama," lanjut Dirut RSUD dr Soetomo ini.

Bila hasilnya negatif, berarti kelimanya negatif, tetapi jika hasilnya positif maka harus mengecek kembali satu persatu.

"Oleh karena itu syaratnya bisa dilakukan polling test adalah di daerah yang positivity nya rendah. Sedangkan kita ini 26 persen. Rendah itu menurut beliau (dr Andani) kurang dari 5 persen," ucapnya.

Jika bisa diaplikasikan, pool test akan mempercepat dan menghemat biaya untuk test swab. Namun jika digunakan pada daerah dengan positivity rate tinggi justru akan boros karena harus berkali-kali melakukan test swab jika hasil swab-nya positif.

"Maka dari diskusi, akan dilakukan pool test pada komunitas yang  positivity rate nya rendah," lanjutnya.

Lalu, siapa sebenarnnya dokter Andani Eka Putra? 

Berikut ulasannya dikutip dari kompas.com: 

1.  Pernah bercita-cita jadi wartawan

Dokter Andani Eka Putra lahir di Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatra Barat, 15 Agustus 1972.

Dokter berusia 47 tahun itu kini menjabat sebagai Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas (Unand), Padang.

Selain itu, ia merupakan salah seorang direksi Rumah Sakit (RS) Unand.

Peran Laboratorium Infeksi Biomedik FK Unand sangat dirasakan masyarakat Sumatra Barat di tengah pandemi COVID-19.

Di tingkat nasional, laboratorium tersebut menorehkan prestasi dalam hal kapasitas pemeriksaan sampel untuk mendeteksi COVID-19.

Ketika laboratorium lain hanya bisa menyelesaikan pemeriksaan 100 hingga 200 sampel per hari, laboratorium tersebut bisa menyelesaikan rata-rata 800 sampel per hari.

Tamat dari SMA Negeri 3 Padang pada 1991, Andani masuk ke Fakultas Kedokteran (FK) Unand.

Meskipun semula bercita-cita jadi wartawan, ia memilih masuk kedokteran untuk memenuhi permintaan ayahnya.

Semasa mahasiswa, ia aktif dalam pers kampus dan terlibat dalam dunia pergerakan kampus lewat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Lulus dari FK Unand pada 1996, ia mengambil pendidikan magister Jurusan Kedokteran Tropis di FK Universitas Gadjah Mada (UGM) dan selesai pada 2009.

Setelah itu, ia meraih gelar doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2016.

Disertasi Andani di UGM membahas tentang genotyping Mycobacterium tuberculosis isolat lokal.

2. Libur hanya saat Idul Fitri

Di laboratoriumnya, hingga sekarang sudah 55.000 sampel swab diperiksa sejak diberi izin Kemenkes pada 20 Maret 2020 lalu.

Laboratorium itu pernah mencatat rekor memeriksa sampel sampai 2.600. Jumlah yang cukup besar.

Dokter Andani bersama petugas pemeriksa sampel memang berjuang tanpa kenal lelah.

Tercatat hanya satu kali, Andani dan stafnya ini libur memeriksa sampel, yaitu ketika Lebaran 2020 hari pertama.

"Iya, kita liburkan sehari untuk memberikan waktu istirahat bagi petugas. Maklum mereka kerja tiap hari," kata Andani yang dihubungi Kompas.com saat itu.

Andani menceritakan sebelum wabah Covid-19, laboratorium Diagnostik Universitas Andalas itu hanyalah labor kecil.

Peralatan yang dimiliki masih minim.

Bahkan ada peralatan milik dokter Andani yang dibeli dengan dana pribadi dan kemudian dihibahkan ke universitas.

Ketika wabah Covid datang, Andani terpanggil untuk berjuang melawan Covid.

3.  Berdayakan mahasiswa jadi staf labor

"Kita didukung pihak universitas dan pemerintah daerah. Kapasitas labor ditingkatkan. Kemudian ditunjuk Kemenkes sebagai salah satu labor pemeriksa sampel," kata Andani.

Setelah ditunjuk, Andani menyiapkan stafnya. Hampir semuanya adalah mahasiswa.

"Awalnya mereka takut. Tapi setelah dikasih tahu ini tugas mulia dan kita menjalani tugas secara hati-hati, akhirnya mereka mau," jelas dokter Andani.

Kunci pengendalian Covid-19 di Tes Swab yang cepat, bukan di rapid test

Menurut Andani, Covid-19 merupakan penyakit yang penyebarannya sangat cepat. Untuk memutus mata rantai penyebarannya dibutuhkan identifikasi pasien secara cepat.

Caranya yaitu melalui tes swab bukan rapid test.

Tes swab, kata Andani merupakan satu-satunya cara untuk memastikan seseorang terkena Covid-19 atau tidak.

Sedangkan rapid test hanya alat untuk mengetahui reaktif atau tidaknya seseorang terhadap infeksi virus.

"Makanya hasil rapid test tidak menjamin seseorang positif atau tidaknya Covid-19. Kasus dua penumpang yang lolos naik pesawat hanya dengan bekal rapid test itu adalah contohnya," kata Andani ketika mengomentari dua penumpang positif Covid-19 yang lolos naik pesawat.

Rapid test sendiri, kata Andani, tidak direkomendasikan WHO untuk pemeriksaan Covid-19.

"Bayangkan kita pakai rapid test. Hasilnya tidak akurat. Orang Tanpa Gejala (OTG) ini masih berkeliaran menularkan virusnya. Sampai kapan bisa selesainya," jelas Andani.

4. Mencari OTG corona, ibarat menangkap harimau berkeliaran

Menurut dokter Andani, memutus mata rantai Covid-19 itu ibarat menangkap harimau yang berkeliaran, bukan harimau yang sudah terperangkap.

"Lebih baik kita tangkap harimau yang berkeliaran di hutan daripada menemukan harimau yang sudah terperangkap. Artinya yang harus kita temukan itu adalah penderita Covid-19 yang berstatus orang tanpa gejala bukan status pasien dalam pengawasan," jelas Andani.

Caranya yaitu melakukan tracing, kemudian diswab, dan sampelnya dites di labor.

Mereka yang didapati positif adalah orang tanpa gejala, bukan pasien dalam pengawasan.

Terbukti di Sumbar, 81 persen kasus positif Covid-19 merupakan orang tanpa gejala.

"Kuncinya ada di situ. Tracing, diswab kemudian sampelnya dites di labor. Ada yang positif ditracing lagi, diswab dan diperiksa.lagi. Begitu seterusnya," kata Andani.

Menurut Andani, tiga hal tersebut harus dilakukan dengan cepat karena yang dilawan itu virus dengan penularan cepat.

Swab dan tracing lambat ibarat bom waktu Sumbar beruntung memiliki petugas kesehatan yang sigap melakukan tracing, mengambil tes swab dan kemudian memiliki labor dan petugasnya untuk memeriksa sampel secara cepat.

Jika salah satu dari tiga kunci itu lambat dilakukan tentu akan berpengaruh dalam proses pemutusan mata rantai Covid-19.

"Di Sumbar, Alhamdulillah ini dilakukan dengan cepat. Tracing cepat, diambil swab cepat dan dites sampelnya juga cepat. Kemudian ditracing lagi dengan cepat. Bagi yang positif langsung dirawat dan isolasi," kata Andani.

Wajar ketika proses tersebut dilakukan dengan cepat, hasilnya kasus positif Covid-19 langsung membengkak. Awalnya, tentu membuat masyarakat sangat cemas karena kasus hari demi hari terus bergerak naik cepat.

"Tapi itu adalah hasil dari proses cepat yang kita lakukan. Bayangkan kalau tracing lambat, diambil swabnya lambat dan hasilnya keluar berminggu-minggu dulu. Itu sama menunggu bom meledak saja," jelas Andani.

Dukungan pemerintah daerah dan nakes Andani mengatakan semua proses yang dilakukan itu tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah dan tenaga kesehatan.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membantu peningkatan kapasitas labor.

Kemudian mengeluarkan kebijakan yang mendukung pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19.

"Kalau tidak didukung pemerintah, hasilnya tentu tidak seperti ini. Kita tidak bisa seleluasa ini. Kita berterima kasih dan memberi apresiasi," jelas Andani.

Untuk tenaga kesehatan, perjuangannya sangat luar biasa. Petugas tracing berada di garda terdepan mencari dan mendata orang-orang yang kontak dengan pasien positif.

"Mereka tidak takut. Yang mereka tracing itu orang-orang yang berkemungkinan besar terjangkit. Kadang harus bertatap muka," ujar Andani.

Kemudian petugas kesehatan yang mengambil swab orang-orang hasil tracing. Ini yang lebih rawan lagi karena kontak langsung. "Kemudian petugas saya di labor memeriksa sampel. Sama rawannya. Tapi ini demi jihad melawan wabah penyakit ini," kata Andani.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Dr Andani, Pahlawan Sumbar Melawan Covid-19: Jihad Melawan Wabah, Swab dan Tracing Cepat Jadi Kuncinya (2)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved