Virus Corona di Jember
Covid Bikin Hidup Makin Sulit, Warga Ingin Ada Penundaan Pembayaran Cicilan dari Bank Tithil
Sejumlah warga Jember mengeluhkan masih terus berjalannya penagihan pembayaran pinjaman/kredit yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam (KSP).
Penulis: Sri Wahyunik | Editor: Eben Haezer Panca
SURYA.co.id | JEMBER - Sejumlah warga Jember mengeluhkan masih terus berjalannya penagihan pembayaran pinjaman/kredit yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam (KSP).
'Bank Tithil', demikian sebutan warga untuk para pemberi pinjaman tersebut. Sebab pembayaran tunggakan pinjaman itu dilakukan secara harian, juga mingguan.
Karenanya, sejumlah warga mengeluhkan masih beroperasinya para penagih utang di tengah wabah Coronavirus Disease (Covid-19) saat ini.
Misyati, warga Jl Letjen Sutoyo Gang Kebon Indah, Lingkungan Sumberpakem, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari, berharap, para penagih utang itu menangguhkan pembayaran cicilannya. Misyati mengakui, dirinya terjerat pinjaman ke sejumlah 'bank tithil' tersebut.
"Ada yang bayarnya harian, ada juga yang mingguan. Sedangkan sekarang, penghasilan saya menurun sekali semenjak ada Corona ini. Warung sepi," ujar Misyati, Minggu (26/4/2020).
Untuk cicilan harian, dia memiliki cicilan sebesar Rp 60.000 per hari. Sedangkan cicilan mingguan beragam, ada yang Rp 260.000 per minggu, ada juga yang Rp 130.000 per minggu.
Beberapa hari lalu, dia meminta ada penangguhan kepada para penagih utang tersebut. Dia meminta ada penangguhan pembayaran sampai selesai Lebaran.
"Mungkin setelah Lebaran, katanya wabah ini selesai. Sekarang berat. Penghasilan dari warung hanya cukup untuk makan," lanjutnya.
Misyati mengaku terpaksa meminjam uang dari 'bank tithil' atau koperasi tersebut karena hanya merekalah yang bersedia memberi pinjaman tanpa jaminan.
Menurutnya, tidak ada skema pinjaman lunak dari perbankan, maupun yang difasilitasi pemerintah kepada dia dan warga di lingkungannya.
Selain terbentur pada jeratan utang pada 'bank tithil', keluarga Misyati adalah potret keluarga tidak mampu di kawasan perkotaan Jember yang tidak tersentuh bantuan sosial dari pemerintah. Misyati mengaku tidak mendapatkan bantuan berupa Program Keluarga Harapan (PKH), maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS).
"Pernah data saya diambil, KK dan difoto, tapi kok nggak dapat apa-apa," imbuhnya.
Jeratan utang dari 'bank tithil' juga dialami Triyata, atau Bu Bambang, tetangga Misyati. Triyata harus membayar cicilan setiap pekan. Setiap hari Senin, Selasa, Rabu, dan Kamis, setiap pekan, dia harus membayar cicilan itu di 'bank tithil' yang berbeda. Setiap pekan, dia harus membayar cicilan total sekitar Rp 350.000 kepada sejumlah 'bank tithil' tersebut.
"Tetapi sekarang susah, saya tidak punya penghasilan. Buat makan saja susah. Akhirnya saya memilih sembunyi kalau ada tagihan. Saya ingin, ditunda dulu. Buat makan saja susah," ujarnya.
Sama seperti Misyati, Triyata adalah potret keluarga miskin di kawasan perkotaan di Jember yang juga tidak tersentuh bantuan sosial seperti Bantuan Pangan Non Tunai, Program Keluarga Harapan, maupun Kartu Indonesia Sehat.