Kilas Balik

Nasib Miris Menimpa Soeharto Sebelum Jadi Presiden, Bingung Cari Kerja hingga Diperlakukan Tak Adil

Nasib miris sempat beberapa kali menimpa Soeharto sebelum akhirnya ia menjadi presiden ke-2 RI, berikut ulasannya

SUAR.id
(Foto Ilustrasi) Nasib Miris Menimpa Soeharto Sebelum Jadi Presiden, Bingung Cari Kerja hingga Diperlakukan Tak Adil 

SURYA.co.id - Nasib miris sempat beberapa kali menimpa Soeharto sebelum akhirnya ia menjadi presiden ke-2 RI

Perjalanan karier Soeharto hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia memang beberapa kali mendapat rintangan

Rintangan yang pertama datang saat Soeharto muda belum berkarier di militer

Saat itu, Soeharto ditimpa nasib apes saat ia bekerja sebagai pegawai Bank

Dilansir dari Majalah Hai edisi 18 Februari 2008, hal ini berawal saat ia baru lulus dari sekolah menengah pertamanya pada tahun 1939

Soeharto
Soeharto (Kolase Kolase IST dan Kompas.com)

Soeharto saat itu berniat mencari kerja agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi

Soeharto akhirnya mendapat kerja sebagai juru tulis di sebuah bank desa.

Sebagai pegawai bank, saat itu Soeharto harus mengenakan blangkon, beskap, dan sarung.

Suatu ketika, sarung yang dipakai Soeharto tiap hari untuk bekerja sudah lusuh.

Lalu, ia dipinjami oleh bibinya sarung kesayangannya.

Sarung itu ternyata tak sengaja nyangkut di jari-jari sepeda yang sedang ia tunggangi.

Dan akhirnya nasib apes itula yang mengakhiri kariernya sebagai juru tulis bank desa.

Menganggur, Soeharto mencoba peruntungan ke Solo.

Seorang teman menginformasi bahwa Angkatan Laut Belanda sedang mencari juru masak.

Tapi, ternyata begitu sampai di Solo lowongan yang dimaksud sudah tak ada

Soeharto pun kembali ke Wuryantoro dan bekerja serabutan (dari ikut membangun langgar sampai membersihkan selokan air), supaya bisa menyambung hidup.

Tak lama kemudian Soeharto mendengar informasi lowongan kerja bergabung dengan Angkatan Perang Belanda (KNIL).

Tanggal 1 Juni 1940 Soeharto mantap mendaftar sebagai prajurit.

Soeharto mendapat pelatihan kemiliteran yang superkeras.

Tiap hari dari Subuh sampai larut malam, Soeharto tak henti-hentinya digembleng fisik dan mental.

Soeharto dan Siti Hartinah
Soeharto dan Siti Hartinah (Foto Bombastis/Yoyok Prima Maulana)

Namun, Soeharto justru kepincut dengan disiplin keras dan keteraturan yang diajarkan di sana.

Makanya, Soeharto sukses lulus sebagai kadet terbaik di angkatannya

Tapi di balik kesuksesannya itu, Soeharto sempat melewati masa-masa sulit di militer

Soeharto ternyata pernah putus asa dan berniat banting stir jadi sopir taksi

Niat Soeharto untuk pindah pekerjaan jadi sopir taksi ini diungkap oleh adiknya, Probosutedjo dalam buku Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto

Menurut Probosutedjo, saat itu Soeharto merasa putus asa dengan karier militernya

Tak hanya itu, Probosutedjo juga menyebut Soeharto merasa diperlakukan tak adil di angkatannya

Berikut kesaksian Probosutedjo yang tercantum dalam bukunya :

"Ini adalah kejadian nyata.

Mas Harto memang pernah sangat ingin banting setir menjadi sopir taksi.

Mas Harto pernah merasa putus asa dengan pekerjaannya sebagai tentara.

Dia tak juga naik pangkat dan merasa disikapi tak adil dalam angkatannya.

Dia mengungkapkan niatnya untuk menjadi sopir taksi saja.

Menyetir mencari uang dan tidak perlu gelisah dengan pangkat." tulis Probosutedjo dalam bukunya

Soeharto tetap melanjutkan karier militernya hingga kemudian ia dikirim ke Batalyon XIII di Rampal, Malang.

Pada 2 Desember 1940 dia diberi gelar kopral.

Mbak Tutut dan keluarga Soeharto.
Mbak Tutut dan keluarga Soeharto. (Twitter)

Kemudian dia dikirim ke Gombong buat menjalani latihan lanjutan. Dan, begitu lulus dinaikkan pangkatnya jadi sersan.

Baru saja menyandang gelar sersan, tahu-tahu Jepang udah merapat ke Indonesia dan menyerang Belanda

Belanda kalah, karier Soeharto sebagai prajurit ikut terhenti. Dia lalu memutuskan pergi ke Yogya, mencari pekerjaan baru.

Di Yogya, awalnya Soeharto belajar mengetik supaya punya bekal mencari kerja lain.

Kemudian Seoharto membaca pengumuman satuan polisi Jepang, Keibuho, membuka lowongan.

Langsung Soeharto mendaftar

Diterima di Keibuho, karir Soeharto cepat melesat. Performanya yang bagus tercium ke mana-mana.

PETA (Pembela Tanah Air, sebuah kekuatan sosial yang didirikan oleh putra-putri negeri untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, RED.) membujuk Soeharto bergabung.

Begitu Jepang kehilangan kekuasaan dan Indonesia memasuki masa transisi revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan, Soeharto yang sudah memiliki keterampilan bertempur langsung bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Sebagai anggota TKR yang kemudian menjabat Batalyon X, Soeharto terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan pasukan Sekutu dan Belanda.

Pasukan Sekutu yang datang ke Indonesia pasca proklamasi 1945 itu bertugas melucuti tentara Jepang sekaligus mengambil alih kekuasaan RI ke tangan kolonial Belanda.

Soeharto saat itu berpangkat Letkol, pernah terlibat dalam beberapa pertempuran besar di kawasan Banyubiru, Ambarawa (Palagan Ambarawa), dan serbuan dadakan ke kota Yogyakarta yang kemudian dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 atau Enam Jam Di Yogya.

Pascakemerdekaan, Soeharto tetap memiliki peran yang penting dalam lingkup militer (TNI).

Soeharto kemudian mengemban amanah sebagai Paglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dan sekaligus penumpasan Gerakan 30 September (Gestapu), pada dekade yang sama, Soeharto juga menjabat sebagai Pangkostrad.

Irian Barat kembali ke pangkuan RI pada 1 Mei 1963 dan Gestapu berhasil diredam pada Oktober 1965.

Karir Soeharto yang menjadi batu loncatannya untuk menduduki Presiden RI adalah saat menjabat sebagai Pangkostrad pada 6 Maret 1961.

Awalnya, KSAD Jendral TNI Abdul Haris Nasution menginstruksikan untuk membentuk kekuatan cadangan strategis yang besifat mobil di akhir tahun 1960, yang kemudian dikenal sebagai Korps Ke-1 Cadangan Umum Angkatan Darat (Korra 1/Caduad), panglima pertama yang menjadi komandannya adalah Brigjen TNI Soeharto.

Hingga Caduad berubah nama menjadi Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Soeharto yang tetap menjabat sebagai panglimanya (Pangkostrad).

Pada saat yang bersamaan, Soeharto juga menjabat sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat berpangkat Mayor Jenderal.

Dua jabatan sebagai panglima yang membawahi puluhan ribu pasukan ini membuat karir Soeharto berkembang secara drastis hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved