Citizen Reporter
Meriahnya Festival Cempluk Sumberejo, Malang ke-9
Festival itu sudah tahun ke-9 dan telah berjalan sukses dalam tahun-tahun sebelumnya. Festival diadakan oleh Organisasi Karang Taruna desa setempat
Penulis: Pipit Maulidiya | Editor: Adrianus Adhi
SURYA.co.id - Kompak dan memukau. Itulah kalimat yang cocok untuk menggambarkan suasana Festival Kampung Cempluk, tepatnya di Jalan Tidar Atas, Sumberejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Sabtu (28/9/2019).
Festival itu sudah tahun ke-9 dan telah berjalan sukses dalam tahun-tahun sebelumnya. Festival diadakan oleh Organisasi Karang Taruna desa setempat dan dibantu oleh segenap perangkat desa.
Pemandangan kuliner yang menggiurkan sekaligus hiburan yang disajikan membawa pengunjung yang hadir untuk masuk ke dalam suasana tempo dulu. Warna-warni makanan tradisional menghiasi stan-stan pedagang yang ada dari ujung pintu masuk hingga panggung kemeriahan.
Yang tak kalah pentingnya adalah spot-spot foto yang disajikan. Generasi milenial sering mengabadikan setiap momennya di media sosial.
Oleh karena itu, warga setempat juga menyediakan spot-spot foto yang sudah dihias sedemikian rupa mengikuti suasana zaman dahulu. Pengunjung cukup mengeluarkan uang Rp 2.000 untuk berpose sepuasnya.
Tak heran banyak masyarakat baik yang berasal dari Kota Malang maupun luar daerah Kota Malang sekadar mampir ke Kampung Cempluk. Mereka bernostalgia dan tergiur oleh aneka kuliner tradisional yang ada.
“Iya, saya jauh-jauh dari kediri tadi mampir ke Malang dan tidak sengaja diberitahu warga sekitar jika ada festival tempo dulu. Kebetulan di daerah saya jarang ada festival seperti ini. Jadi saya mampir,” ujar Iwan, salah satu pengunjung asal Kediri.
Memang malam penutupan lebih ramai pengunjung dari biasanya. Hal ini disampaikan oleh salah satu pedagang yang merupakan salah satu warga asli dusun itu.
“Memang hari ini sedikit lebih ramai dari biasanya, karena memang ada panggung hiburan juga. Mungkin karena itu pengunjung lebih berminat untuk datang ke sini,” jelas Ike, salah satu pedagang.
Festival itu juga mendorong perekonomian warga setempat. Mereka bisa berjualan dengan modal yang sedikit, namun keuntungan yang diperoleh lumayan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Faktanya, itu memang terjadi.
Bukan hanya memberikan dampak positif bagi masyarakat asli dusun itu, melainkan juga bagi masyarakat lain.
“Saya berjualan gulali mulai dari tahun 2008 sehingga saya sudah hafal jika berjualan di acara seperti pasti ramai pembeli. Itu berbeda dengan hari-hari biasa saya berjualan,” ungkap Budi, penjual gulali Jawa berasal dari daerah Kasin Malang.
Omzet pedagang pun rata-rata jika diperhitungkan bisa mencapai Rp 350 ribu hingga Rp 500 ribu per hari.
Pedagang yang berasal di dusun itu juga mengutarakan, mereka ingin dusun mereka lebih dikenal orang, ramai pengunjung, dan terus maju sebagai salah satu kampung kreatif di Kota Malang.
Semakin banyaknya kampung-kampung kreatif yang sudah dikenal banyak orang akan menjadi ikon Kota Malang.