Pilkada Serentak 2020
Besok, Kemendagri Panggil 4 Daerah di Jatim yang Belum Tuntaskan Dana Pilkada, Termasuk Surabaya
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) rencananya akan memanggil empat daerah di Jawa Timur yang belum menuntaskan anggaran Pilkada 2020.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Parmin
SURYA.co.id | SURABAYA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) rencananya akan memanggil empat daerah di Jawa Timur yang belum menuntaskan anggaran pilkada 2020.
Kemendagri akan meminta keterangan kepada pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) masing-masing daerah, Senin (7/10/2019).
Surat panggilan tersebut disampaikan melalui Radiogram bernomor T.005/5262/Kauda. Surat panggilan tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Syarifuddin.
Dikonfirmasi terkait pemanggilan tersebut, Komisioner KPU Jatim, Miftahur Rozaq membenarkan.
Menurutnya, di Jatim masih ada empat daerah yang belum melaksanakan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) sebagai bentuk komitmen kesepakatan dana pilkada oleh pemerintah daerah kepada KPU.
Keempat daerah tersebut di antaranya Surabaya, Malang, Gresik, dan Jember.
"Data tersebut terhitung hingga Minggu (6/10/2019)," kata Rozaq kepada Surya.co.id ketika dikonfirmasi di Surabaya, Minggu (6/10/2019).
Rozaq menjelaskan bahwa pihaknya tak ikut dipanggil dalam hal ini. Sebab, pemanggilan tersebut khusus untuk pemerintah maupun KPU kabupaten maupun kota yang menyelenggarakan pilkada.
Meskipun demikian, KPU Provinsi terus melakukan supervisi. "Supervisi yang kami lakukan sudah sejak perencanaan," kata Rozaq.
Dikonfirmasi terpisah, Komisioner KPU Surabaya, Subairi pun membenarkan adanya pemanggilan tersebut.
"Benar, kami dipanggil bersama Pemkot Surabaya," kata Subairi menjelaskan kepada Surya.co.id ketika dikonfirmasi terpisah di hari yang sama.
Subairi juga membenarkan bahwa pemanggilan tersebut membicarakan NPHD Pilkada mendarang. "Sepertinya, kami akan diklarifikasi," katanya menjelaskan.
Menurutnya, hingga saat ini pihaknya juga belum melakukan pembicaraan dengan lanjutan dengan pemerintah kota terkait hal tersebut.
"Memang hingga saat ini belum ada kepastian penandatanganan NPHD kapan dilakukan," kata Subairi.
Pihaknya pun menyayangkan alotnya penandatanganan NPHD di Surabaya. Menurutnya, sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya menjadi barometer daerah di Jawa Timur.
"Pertanyaan yang paling mendasar, kalau kota/kabupaten lain bisa, kenapa tidak dengan Surabaya?," sindir Bairi yang juga permah menjadi wartawan ini.
Bahkan beberapa daerah dengan jumlah APBD yang jauh lebih kecil dibandingkan Surabaya, beberapa daerah juga telah menuntaskan pembahasan NPHD.
Hal ini menunjukkan komitmen masing-masing daerah dalam melaksanakan gelaran pilkada.
Subairi menjelaskan bahwa anggaran sebesar Rp124 miliar yang diusulkan pihaknya serta Rp27,7 miliar yang diusulkan oleh Bawaslu Surabaya dinilai tak bisa menjadi alasan penundaan tersebut. Sekalipun, jumlah tersebut masuk dalam jajaran daerah dengan anggaran terbesar.
Menurutnya, anggaran besar telah disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan.
"Ini bukan soal jumlah anggaran. Apalagi, kami berproses bersama dengan pemerintah kota dalam perencanaan," katanya.
Dengan terhambatnya penandatanganan ini, pihaknya kawatir juga akan menghambat pelaksanaan pilkada.
"Agenda terdekatnya setelah NPHD adalah persiapan untuk jalur perorangan," pungkas Bairi.
Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU), batas waktu penandatanganan NPHD pada 1 Oktober.
Untuk mempercepat proses tersebut, KPU Jatim telah berkonsultasi dengan Pemerintah Provinsi Jatim.