Moeldoko Blak-blakan Soal Presiden Jokowi Setuju Revisi UU KPK, hampir Sama dengan Fahri Hamzah
Mantan Panglima TNI Moeldoko menyebut, KPK bukanlah dewa. Selama ini KPK dianggap hambat investasi. Karena itu, Presiden Jokowi setujui revisi UU KPK.
Mantan Panglima TNI Moeldoko
Menyebut, KPK bukanlah dewa
Selama ini KPK dianggap menghambat investasi
----------------------------
SURYA.co.id | JAKARTA - "Lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi. Ini yang tidak dipahami masyarakat," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko itu menyebut, keberadaan KPK bisa mengganggu investasi.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah dan DPR sepakat merevisi UU KPK.
"Lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi. Ini yang tidak dipahami masyarakat," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Hal tersebut disampaikan Moeldoko menjawab pertanyaan wartawan kenapa Jokowi menyetujui revisi UU KPK tetapi meminta revisi UU KUHP ditunda.
Padahal, kedua RUU ini sama-sama mendapat penolakan dari masyarakat.
Moeldoko tak menjelaskan lebih jauh bagaimana keberadaan KPK bisa mengganggu jalannya investasi.
Selain karena faktor investasi itu, Moeldoko menyebut Presiden Jokowi juga mempertimbangkan hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan lebih banyak responden mendukung revisi UU KPK.
Survei yang dirilis 16 September lalu itu menunjukkan 44,9 persen masyarakat mendukung revisi UU KPK, sedangkan yang tidak setuju 39,9 persen, dan yang menjawab tidak tahu 15,2 persen.
"Hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak. Survei Kompas, 44,9 persen," ucap Moeldoko.
Soal kemungkinan Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk mencabut revisi UU KPK sesuai tuntunan mahasiswa, Moeldoko menyebut hal itu belum dibahas.
Lagipula, Moeldoko menegaskan, revisi UU KPK yang dilakukan pemerintah dan DPR ini demi menguatkan KPK.
Ia menilai, KPK bisa kuat jika diawasi dewan pengawas dan diberi wewenang untuk menghentikan penyidikan.
"Jadi jangan melihat KPK itu dewa. Enggak ada, manusia. Kita perlu pemahaman semuanya, ada yang perlu kita perbaiki. Enggak ada upaya pemerintah untuk melemahkan," kata mantan Panglima TNI ini.
Analisis Fahri hamzah
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RUI, Fahri Hamza menganilisis sikap Presiden Jokowi yang menyetujui revisi UU KPK atau UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Meski mendapat penolakan elemen masyarakat sipil, Presiden Jokowi tetap pada keputusannya.
DPR dan pemerintah pun telah mengesahkan revisi Undang-Undang KPK dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019) siang ini.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengaku tidak kaget dengan sikap Jokowi tersebut.
Ia punya analisis sendiri mengapa presiden akhirnya berani menyetujui revisi.
Menurut Fahri, sikap Jokowi ini adalah puncak kekesalannya atas gangguan yang selama ini diciptakan KPK.
"Nah inilah yang menurut saya puncaknya, Pak Jokowi merasa KPK adalah gangguan," kata Fahri lewat pesan singkat kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
Menurut politisi PKS ini, sikap Jokowi yang merasa diganggu KPK sudah teradi sejak awal masa pemerintahannya pada Oktober 2014.
Fahri menyebut, awalnya Jokowi menaruh kepercayaan pada KPK.
Sampai-sampai KPK diberikan kewenangan untuk mengecek rekam jejak calon menteri, sesuatu yang tidak diatur dalam UU.
"Saya sudah kritik pada waktu itu ketika KPK sudah mencoret nama orang. Dia taruh hijau, dia taruh merah, dia taruh kuning. Dia bilang yang hijau boleh dilantik, kuning tidak boleh karena akan tersangka dalam enam bulan, lalu kemudian yang merah jangan dilantik karena akan tersangka dalam sebulan. Luar biasa sehingga ada begitu banyak nama-nama dalam kabinet yang diajukan oleh Pak Jokowi dan paropol kandas di tangan KPK," kata dia.
Menurut Fahri, KPK waktu itu merasa bangga karena akhirnya dia diberi kepecayaan sebagai polisi moral oleh Presiden.
Namun selanjutnya, Fahri menilai KPK justru semakin bertindak berlebihan.
Puncaknya adalah ketika Jokowi memilih nama Budi Gunawan untuk dikirimkan ke DPR sebagai calon Kapolri.
Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Tiba-tiba (Budi Gunawan) ditersangkakan tanpa pernah diperiksa oleh KPK," ujar Fahri.
Budi yang tidak terima saat itu melawan KPK lewat praperadilan.
Ia menang dan lepas dari status tersangka.
Tapi Fahri menilai KPK saat itu terus menggunakan masyarakat sipil, LSM termasuk juga media untuk menyerang sang calon tunggal Kapolri.
"Apa yang terjadi, Budi Gunawan terlempar, dia tidak jadi dilantik. Tetapi begitu Pak Jokowi mencalonkan Budi Gunawan kembali sebagai Kepala BIN, tidak ada yang protes, akhirnya diam-diam saja. Jadi KPK itu membunuh karier orang dengan seenaknya saja, tanpa argumen, dan itu mengganggu kerja pemerintah, termasuk mengganggu kerja Pak Jokowi," ucap Fahri.
Selain Budi Gunawan, Fahri menyebut ada banyak orang yang diganggu oleh KPK secara sepihak, tanpa koordinasi, dan itu menggangu jalannya kerja pemerintah.
Contoh terbaru adalah Kapolda Sumatera Selatan Firli Bahuri yang mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK 2019-2023.
Sehari sebelum mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Firli disebut melanggar kode etik berat saat menjabat deputi penindakan KPK.
"Jadi Pak Jokowi tentu menurut saya merasa terganggu. Sekarang ya, bagaimana Pak Jokowi sebagai mantan pengusaha, orang yang mengerti bahwa dunia usaha itu perlu kepercayaan, dunia usaha itu perlu keamanan, perlu stabilitas.
Orang mau invest, bawa duit perlu keamanan, perlu kenyamanan, perlu berita baik, bahwa sistem kita tidak korup, sistem kita ini amanah, sistem kita transparan dan bersih," ujar Fahri.
"Tapi itu terus menerus dilakukan oleh KPK. KPK terus menerus mengumumkan si ini tersangka, si ini tersangka, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MK, pernah dulu di KY, polisi ini, jaksa ini, gubernur ini, bupati itu, semuanya setiap hari diumumkan sebagai tersangka, OTT, ditangkap, dan seterusnya, tokoh-tokoh semua kena, pengusaha juga begitu.
Bagaimana orang mau percaya pada sistem kayak begini?" sambungnya.
Fahri mengatakan, dalam rapat konsultasi dengan Presiden, pimpinan DPR sudah mengingatkan soal gangguan-gangguan yang dibuat oleh KPK ini.
Menurut dia, keberadaan KPK tak sesuai dengan prinsip sistem presidensialisme yang diemban Indonesia.
Sebab, dalam sistem presidensialisme, yang dipilih rakyat namanya Presiden.
Tidak boleh ada lembaga lain yang lebih kuat, atau seolah-olah lebih kuat, berpretensi mengatur jalannya pemerintahan dan penegakan hukum.
Sebab, kontrol harusnya ada pada presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
"Nah menurut saya inilah yang menjadi latar mengapa muncul keberanian, dan Pak Jokowi melakukan tindakan itu. Tepat ketika dia berakhir 5 tahun dan akan memasuki 5 tahun berikutnya. Kalau dia tidak lakukan, dia akan mandek seperti yang terjadi dalam 5 tahun belakangan ini," ujar Fahri.
DPR telah mengesahkan revisi UU KPK.
Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
Pengesahan Undang-Undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat.
Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Fahri Hamzah: Inilah Puncaknya, Pak Jokowi Merasa KPK adalah Gangguan"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Moeldoko: KPK Bisa Menghambat Investasi".