Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Luthfi J Kurniawan, Capim KPK Asal Kota Malang. 'Saya Dikira Underdog'
Luthfi J Kurniawan terpilih jadi 10 capim KPK yang namanya sudah dikirimkan Presiden RI Jokowi ke DPR RI.
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: irwan sy
SURYA.co.id | MALANG - Luthfi J Kurniawan terpilih jadi 10 capim KPK yang namanya sudah dikirimkan Presiden RI Jokowi ke DPR RI. Setelah penyerahan, dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini ke Jakarta mengikuti proses berikutnya.
Saat ditemui SURYA di rumahnya di kawasan Joyosuko Kota Malang, Luthfi mengungkapkan banyak yang tak mengira ia sampai di proses ini.
"Saya dikira underdog," kata Lutfhi singkat.
Tapi proses demi proses dijalani mengalir hingga mendekati akhir ini.
Berikut wawancara ekslusif Surya dengan Luthfi.
Surya: Mengapa memutuskan mendaftar di seleksi pimpinan KPK saat itu?
Luthfi: Ini dilatarbelakangi ada keinginan ada percepatan pemberatasan korupsi. Maka perku konsep percegahan yang lebih jelas dan terukur. Itu spirit saya ikut seleksi. Pengalaman-pengalaman di program anti korupsi mungkin bisa diadopsi di KPK agar lebih cepat dan kuat. Terutama di pencegahannya.
Surya: Selama ini bagaimana melihat program pencegahan di KPK?
Luthfi: Saya melihat korupsi itu karena perilaku. Memang uang, kesempatan dan niat. Tapi itu semua kan dasarnya di perilaku. Maka pemberantasan korupsi pada sisi pencegahan selain tetap melakukan penindakan hukum. Untuk konsep pencegahannya harus terukur sehingga memiliki dampak pada orang ketika melakukan korupsi atau melakukan penyalahgunaan kewenangan.
Jika tidak ada instrumen yang dapat mengubah perilaku, misalkan rasa takut atau tidak nyaman, maka korupsi akan terus berjalan. Orang-orang yang berpotensi melakukan penyalahgunaan kewenangan adalah orang-orang yang punya kewenangan yang besar. Jika tidak ada cara untuk merubah perilaku pada tindak korupsi, maka tidak akan ada efek jera.
Surya: Efek jera tidak ada, apakah perlu melibatkan masyarakat?
Luthfi: Efek jera tidak ada karena ya itu adanya cara pandang atau perilaku tak berubah. Apalagi patron birokrasi kita adalah ikut yang berkuasa. Maka perlu melibatkan elemen lain yaiu masyarakat, organisasi perempuan seperti PKK. PKK kan sudah ada di level nasional hingha daerah, lembaga pendidikan umum, pesantren, berbagai organisasi di kampus juga perlu diajak.
Bukan hanya mata kuliah anti korupsi. Tapi bisa jadi subyek seperti ada pusat studi anti korupsi. Juga dilakukan di masjid, gereja dll bahwa korupsi itu masalah serius. Maka perlu melakukan pendekatan pada publik yaitu pendekatan krisis. Sebab selama ini korupsi tidak dianggap sebagai bagian dari krisis. Padahal ini ada krisis ekonomi, moral dll.
Karena itu sense of crisis harus dibangkitkan agar bisa dijadikan dasar bahwa korupsi itu membahayakan. Maka perlu konsep pemberantasan yang baik harus dilakukan. Untuk itu harus dilakukan oleh semua elemen yaitu pemerintah, dan non pemerintah. Perlu paduan keduanya agar bisa berjalan. Jangan sampai ada dialog di masyarakat "Gak popo wis korupsi. Wong titik ae". Akhirnya malah permisif.
Surya: Untuk pemberatasan korupsi agar bisa dilakukan semua pihak, siapa yang membuat acuannya?
Luthfi: Di strategi nasional pemberantasan korupsi ada. Maka diperlukan kerjama dengan institusi lain. Memang di UU dimandatkan di KPK. Tapi KPK bisa mulai berinisiatif kerjasama dengan institusi lain pada untuk melakkan program ini. Misalkan di aspek penindakan dan harusnya diikuti di aspek pencegahan. KPK sering dipahami sebagai lembaga yang kuat, positif. Tapi kalau tidak efektif? Sebab untuk pemberantasan korupsi butuh efektif.
Surya: Jadi, konsep apa nanti yang dilakukan jika terpilih nanti?
Luthfi: Saya lebih ke pencegahan. Karena korupsi itu adalah perilaku dan tentu saja penindakan hukum dan dibarengi pencegahan agar capaiannya terukur. Apakah mekanismenya kerjasama seperti dengan inpektorat-inspektorat. Ini sangat mungkin karena bisa melakukan pengawasan internal. Termasuk kerjasama KPK dengan kepolisian untuk pemeriksaan, pengaduaan bisa ke polda, polres agar tak harus semua ke Jakarta.
Bisa juga kerjasama dengan kejati, kejari karena mereka memiliki fasilitas dan sumberdaya. Contohnya kasus di Malang. Diangkut semuanya ke Jakarta dan kemudian dibawa lagi ke Malang. Maka harus bisa komunikasi dengan institusi lain agar efektif. Ini bagian dari komunikasi dan leadership. Jika efektif, maka misalkan pengembalian aset daerah bisa kembali.
Bahwa kejahatan itu akan makin termodifikasi , makin canggih. Maka butuh perubahan mindset. Untuk itu harus ada konsep gerakan anti korupsi agar orang tidak permisif. Dulu orang melakukan kesalahan saja malu keluar rumah. Sekarang tidak lagi. Bahkan kalau perlu konferensi pers dari orang yang terindikasi/terduga korupsi.