Kerusuhan di Manowkari

Inilah Tokoh yang Diduga Terlibat Kerusuhan di Manokwari, Elite PDIP : Bawa Isu Papua Merdeka

Diduga ada kelompok yang ikut mendesain kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris.

Editor: Iksan Fauzi
Kolase Kompas.com/Twitter/@BennyWenda
Kerusuhan di Manokwari dan Benny 

Diduga ada kelompok yang ikut mendesain 

Peristiwa kerusuhan di Manokwari dan Sorong

Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris

Elite PDIP menyebut, kerusuhan di Manokwari penggiringan opini

-------------------------------------------

SURYA.co.id - Diduga ada kelompok yang ikut mendesain kerusuhan di Manokwari dan Sorong. Kelompok ini dipimpin oleh sosok yang kini tinggal di Inggris.

Menurut elite PDIP yang juga anggota DPR RI, Effendi Simbolon, kerusuhan di Manokwari dan Sorong sebagai upaya penggiringan opini untuk mengangkat referendum di Papua Barat ke dunia internasional.

Karena itu, Effendi Simbolon mengingatkan pemerintah berhati-hati menangani kerusuhan di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Menurutnya, penyelesaian rusuh tersebut tidak ditangani oleh banyak pihak.

"Presiden bisa menunjuk siapa ya, satu pintu betul-betul apapun coming out going dari informasi hanya dari satu pintu. Ini kan berbeda-beda ini si A si B penanganannya berbeda-beda," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Kemudian perlakuannya juga, kemudian penyebutannya juga berbeda, ada yang mengatakan ini KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata), ada yang mengatakan ini komponen yang separatis macam macam, lebih baik tunggal gitu," imbuh politisi PDIP ini.

Ia melihat, peristiwa yang terjadi di tanah Cendrawasih merupakan penggalangan opini, guna membawa isu referendum Papua Barat merdeka ke dunia internasional.

Benny Wenda (kanan) sekarang hidup di Inggris.
Benny Wenda (kanan) sekarang hidup di Inggris. ((Twitter/@BennyWenda))

Effendi Simbolon juga menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan pergerakan politik yang dilakukan kelompok masyarakat Pembebasan Papua Barat, pimpinan Benny Wenda.

"Saya menduga seperti itu, karena ini di bulan yang sama,ada benang merahnya itu, jadi dia proxy sekali, betul-betul didesain, model isu internasional seperti ini penggalangan opininya dan ini puncaknya di bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB," pungkasnya.

Provokasi video rasis

Gedung DPRD Papua Barat dibakar oleh massa, Senin (19/8/2019).

Polisi menyebut, pembakaran tersebut diduga karena massa terprovokasi akun yang menyebarkan info hoaks di media sosial.

Hoaks tersebut berisi penangkapan mahasiswa Papua di Kota Surabaya dan Kota Malang dianggap diskriminasi.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang.

"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.

Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.

Kerusuhan di Manokwari, Papua Barat.
Kerusuhan di Manokwari, Papua Barat. (Kompas TV)

Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.

Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.

Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua.

Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.

Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.

Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.

"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.

Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.

"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.

Pembakaran Gedung DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/8/2019).
Pembakaran Gedung DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/8/2019). (DOK KOMPAS TV)

Diberitakan, protes atas penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, masih berlanjut di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi.

Aksi massa ini berunjung anarkis.

Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.

Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.

Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.

Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.

Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari.

Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.

"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi.

Ketua DPRD tak menyangka

Ketua DPRD Papua Barat Peter Kondjol menyayangkan aksi unjuk rasa di Manokwari yang memprotes dugaan rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur, berakhir rusuh.

Bahkan, kerusuhan di Manokwari itu berujung pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat.

Peter mengatakan, pihaknya tidak menyangka aksi tersebut berujung rusuh, padahal Manokwari itu dikenal sebagai kota yang aman, kondusif, dan toleran.

"Kami tidak menyangka atau mengira kondisi ini bisa terjadi. Saya dapat laporan dari Manokwari. Posisi saya saat ini masih di Sorong untuk mengikuti upacara agustusan. Besok saya akan ke Manokwari," kata Peter kepada Kompas TV, Senin (19/8/2019).

Peter mengatakan, aksi ini merupakan imbas dari peristiwa dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

Kemudian informasi tersebut disebar dengan nada provokatif melalui media sosial hingga akhirnya berujung kerusuhan di Manokwari.

Peter mengaku pihaknya mengetahui masalah yang terjadi di Malang dan Surabaya.

Pihaknya juga mendapat informasi bahwa masalah di Surabaya dan Malang diselesaikan dengan baik oleh aparat TNI, Polri, dan pemerintah daerah.

Kemudian sejumlah mahasiswa mengontak dirinya terkait rencana aksi unjuk rasa pada Senin di Manokwari untuk protes masalah di Surabaya dan Malang.

Peter pun mempersilakan mahasiswa untuk berdemo, tapi harus berlangsung dengan damai dan kondusif.

"Silakan demo, tapi harus damai. Itu pesan saya kepada adik-adik mahasiswa," kata Peter.

Namun, kenyataannya unjuk rasa berujung rusuh. Peter mengaku kaget aksi itu sampai pada pembakaran gedung DPRD Papua Barat yang merupakan simbol negara.

"Tapi hari ini berubah, malah terjadi pembakaran. Kami sayangkan kenapa ini bisa terjadi," katanya.

"Kami segera koordinasi dengan aparat keamanan. Kondisi sudah agak membaik, pihak TNI dan Polri berusaha meredam massa," kata Peter.

Peter mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk membahas masalah ini demi mencari solusi yang tepat.

DPRD, kata Peter, akan berkoordinasi dengan TNI dan Polri serta tokoh masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved