Kisah Bocah 6 Tahun Hibur Sang Adik Seusai Orang Tua Meninggal Dunia, Katanya: Jangan Menangis
Bocah 6 Tahun Hibur Sang Adik Seusai Orang Tua Meninggal Dunia, Katanya: Jangan Menangis
Penulis: Arum Puspita | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Kehilangan orang tua di usia yang masih sangat kecil dirasakan oleh dua kakak beradik asal Tionghoa.
Sang kakak yang berusia 6 tahun dan adiknya yang berusia 2 tahun harus menerima kenyataan bahwa mereka akan melanjutkan kehidupan tanpa sosok orang tua.
Pasalnya, orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan.
Dilansir dari laman Shanghiist, disebutkan bahwa sebuah kecelakaan tragis telah merenggut nyawa orang tua kedua bocah tersebut.
Ada sebuah video yang merekam bagaimana kecelakaan tragis itu terjadi beredar di media sosial.
Insiden kecelakaan ini terjadi di jalan raya dekat kota Jiangxi di Ganzhou.
Diceritakan bahwa saat itu sebuah mobil putih dihantam oleh dua truk berukuran besar, satu truk dari bagian belakang, dan satu truk di bagian depan.

Dijelaskan saat tabrakan itu kedua kakak beradik itu sedang berada di luar mobil.
Keduanya harus menyaksikan kecelakaan yang merenggut nyawa orang tua mereka.
Kameja bocah laki-laki itu dilumuri darah karena ia memegang ibunya, sedangkan adik perempuannya hanya berdiri di belakangnya dengan kondisi syok dan bingung.
Kedua kakak beradik itu kemudian dilarikan ke rumah sakit.
Saat diperiksa, keduanya hanya menderita luka fisik yang ringan akibat kecelakaan tersebut, namun tidak dengan kondisi psikis mereka.
Ada sebuah kejadian mengharukan di rumah sakit, yang bahkan membius para dokter dan perawat yang ada di rumah sakit tersebut.
Bocah laki-laki itu terus menghibur adik perempuannya dengan berkata "Meimei, jangan menangis."
Pihak rumah sakit menyiapkan pakaian dan makanan untuk mereka.
Untuk mendapatkan bantuan yang lebih banyak, sebuah organisasi amal di daerah tersebut telah melakukan aksi penggalangan dana untuk membantu kedua bocah yatim piatu tersebut.
Pasca meninggalnya kedua orang tua mereka, kedua anak tersebut akan dirawat oleh kakek dan nenek mereka.

Hingga saat diungkapkan bahwa organisai amal itu telah mengumpulkan dana sebesar 300.000 Yuan atau setara dengan Rp 600 juta.
Dana tersebut digunakan untuk perawatan sekaligus konseling psikologi kedua bocah tersebut.
Bayi 14 bulan temani sang ayah yang meninggal dunia
Seorang bayi berusia 14 bulan menemani sang ayah, Fauzi alias Aan Junaidi (40) yang ternyata sudah meninggal selama 3 hari.
Kejadian ini terjadi di Perumahan Kaliwining Asri C-6 Desa Kaliwining Kecamatan Rambipuji, Jember.
Menurut tetangga rumah Fauzi, Anik Nurazizah, warga perumahannya melihat terakhir kali Fauzi pada Sabtu (10/8/2019) malam atau di malam Hari Raya Idul Adha.
"Malam itu sempat diundang kenduri peringatan Hari Raya Idul Adha," ujar Anik kepada SURYA.co.id, Kamis (15/8/2019).
Tetapi Fauzi tidak mendatangi undangan kenduri tersebut. Kemudian pada Minggu (11/8/2019) pagi jika mengacu kepada keterangan Kapolsek Rambipuji AKP Sutarjo, ada warga yang masih melihatnya.
Namun dari keterangan istri Fauzi melalui video call, sejak pukul 08.00 Wib, Minggu (11/8/2019), dirinya tidak bisa menghubungi suaminya.
"Telepon tidak diangkat, dikirimi pesan lewat WA centang satu. Tadi pagi istrinya, Mbak Sulastri, cerita soal itu kepada saya melalui video call," imbuh Anik.

• Ibunda Bayi 14 bulan yang Tunggui Jenazah Ayahnya Masih Berada di Taiwan, Begini Pesannya
• Bayi 14 Bulan Seorang Diri Bersama Ayahnya yang Sudah 3 Hari Membusuk Tak Bernyawa di Kamar
Lalu pada Senin (12/8/2019), warga sekitar kadang kala mulai membaui bau busuk seperti bangkai tikus. Namun bau itu datang dan pergi. "Itu terjadi sampai Rabu (14/8/2019) kemarin. Jadi baunya datang dan pergi, kalau ada angin mengarah ke rumah saya, ada bau. Kalau tidak ya nggak. Jadi kami nyangkanya memang bau bangkai tikus," imbuhnya.
Meski begitu, warga sekitar tidak curiga atas tidak munculnya Fauzi. Warga sekitar melihat gerbang dan pintu rumah tertutup rapat. Namun sepeda motor yang bersangkutan ada di dalam pagar, di teras rumah.
Sampai akhirnya pada Rabu (14/8/2019) siang, warga yang rumahnya berdempetan dengan rumah Fauzi mendengar tangisan bayi.
"Anak bu RT yang rumahnya dempet itu yang dengar. Langsung bilang ke ibunya kalau 'Dik Nisa nangis'," imbuh Murtini, juga warga perumahan tersebut.
Tangisan kencang yang tidak lama itulah yang makin menguatkan kecurigaan warga sekitar, ditambah adanya bau menyengat. Warga perumahan memberitahu seorang bernama Ribut, yang dikenal sebagai ayah angkat Fauzi. Rumah Ribut berbeda dusun dengan Perumahan Kaliwining Asri.
Ribut yang mendatangi rumah Fauzi langsung mendapatkan menyimpulkan jika ada mayat di rumah itu. Ribut pun bersama warga sekitar melapor ke Kepala Dusun Bedadung Kulon Desa Rambipuji, Misrawi.
Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke perangkat desa dan ke kepolisian.
Rabu (14/8/2019) pukul 14.00 Wib, warga melapor ke Babinkamtibmas Desa Kaliwining dan Polsek Rambipuji. Setelahnya, polisi, Babinsa, dan warga membuka paksa rumah Fauzi.
Mereka mendapati Fauzi sudah meninggal dunia di kamar belakang rumahnya.
"Semua pintu terkunci. Pagar terkunci dari dalam, pintu depan terkunci, kamar lokasi kejadian juga terkunci dari dalam. Bayi telentang di lekukan lengan kiri ayahnya. Sudah tidak nangis ketika pintu kami dobrak," ujar Babinkamtibmas Desaa Kaliwining, Aipda Teguh Siswanto kepada Surya.
Seperti mengetahui pintu terbuka, bayi perempuan yang pada 22 Agustus nanti genap berusia 14 bulan itu, langsung duduk.
Kasun Misrawi langsung meraup sang bayi. Bayi itu pun langsung meraih pelukan Kasun tersebut.
Setelahnya, bayi N dilarikan ke Pustu Kaliwining. Malam harinya hingga Kamis (15/8/2019) siang, dia dirawat oleh Anik Nurazizah. Setelahnya, bayi N diserahkan kepada sang bude, Setiyanti, warga Desa Kendalrejo Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi.
Penyebab Kematian Misterius
Hingga kini, penyebab kematian Fauzi alias Aan Juanidi (40) masih misterius.
Polisi tidak bisa menyimpulkan penyebabnya karena pihak keluarga menolak dilakukan otopsi pada jenazah Fauzi.
Sulastri, istri Fauzi tidak menginginkan jasad Fauzi diotopsi baik luar maupun dalam.
Hal ini ditegaskan oleh Sulastri melalui kakak kandungnya, Setiyanti, dan kakak iparnya, Heri Purnomo.
"Baik otopsi luar maupun dalam, keluarga tidak menginginkan itu. Keluarga sudah menyampaikan keputusan sang istri.
Akhirnya kami membuatkan surat pernyataan tidak dilakukannya otopsi terhadap jenazah Fauzi alias Aan Junaidi," ujar Kanit Reskrim Polsek Rambipuji, Aipda M Slamet kepada Surya, Kamis (15/8/2019).
Karenanya, polisi belum bisa menyimpulkan penyebab kematian Fauzi.
Slamet hanya memastikan tidak ada luka akibat tindakan kekerasan di tubuh lelaki tersebut.
"Luka bekas tindak kekerasan tidak ada.
Luka di tubuh, seperti gores, atau sayat, atapun bekas luka senjata tajam juga tidak ada.
Kalau apakah ada bahan beracun masuk ke tubuhnya itu tidak bisa kami simpulkan karena kondisi mayat yang sudah begitu.
Di sisi lain, kini keluarga tidak menghendaki adanya otopsi," ujar Slamet.
Slamet hanya menuturkan, berdasarkan keterangan dari beberapa orang saksi, Fauzi punya riwayat sakit perut.
Namun sakit perut macam apa, itu pun para saksi tidak mengetahui secara pasti.
Ketika dikonfirmasi apakah ditemukan kandungan bahan beracun di kamar itu, Slamet menjawab tidak menemukannya.
"Tidak ada, memang ada botol air mineral dan itu kosong. Selain botol susu anak," imbuhnya.
Meskipun tidak bisa menyimpulkan penyebab kematian Fauzi, kepolisian tetap menyerahkan jenazah lelaki itu kepada keluarganya.
Pengurusan jenazah dilakukan oleh kakak Sulastri, Setiyanti dan suaminya.
Selain menjemput anak SUlastri dan Fauzi, bayi N, Pasutri itu juga mengurusi pemakaman Fauzi.
Fauzi dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) milik Pemkab Jember di Kecamatan Patrang.