Potret

Kurnia Kusuma Dewi: Memulai dari Nol di Tempat Baru

“Ibu saya kan seorang perias, jadi sejak kecil saya melihat dan ikut ikutan main rias,” ujar Kurnia Kusuma Dewi sambil tertawa.

Penulis: Wiwit Purwanto | Editor: Parmin
SURYAOnline/wiwit purwanto
Kurnia Kusuma Dewi 

SURYA.co.id - Bagi Kurnia Kusuma Dewi berhasil membuat wanita kelihatan lebih cantik dan beda pada momen istimewa  adalah suatu pilihan dan kepuasan tersendiri. Padahal lulusan Fakultas Ekonomi Perbanas Jakarta ini diincar dua bank terkemuka.

Terkait alasan dia terjun ke dunia rias merias cukup sederhana. “Dari kecil saya suka dandani anak-anak,” kata Nia, panggilan Kurnia Kusuma Dewi.

Ibarat buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, owner Sanggar Rias Kusuma Dewi & Wedding ini, memang layak menjadi seorang make up artist (MUA).

“Ibu saya kan seorang perias, jadi sejak kecil saya melihat dan ikut ikutan main rias,” ujarnya tertawa.
Waktu bermain pun Nia kecil suka mendandani teman temannya, meskipun sekedar main, tapi dunia rias sudah ia kenal.

Giliran menginjak SMP dan SMA mainan rias wajah ini masih kerap dilakukan. Hal yang sama dilakukan juga merias teman-temannya.

Masih ingat waktu itu Nia yang ikut dalam kelompok paduan suara, hampir seluruh temannya yang tergabung dalam grup paduan suara itu ia yang merias.

“Ada kalau 30 anak, saya yang merias,” kenang wanita kelahiran Bangkalan, 31 Maret 1973.

Saat menginjak bangku kuliah, keahlian merias yang ditularkan ibunya makin membuatnya jago dalam MUA. Apalagi Nia tidak mau diam, ia juga menambah hobi meriasnya dengan ikut kursus rias.
Setelah lulus kuliah, sempat mendapat tawaran dari bank ternama.

Ada dua bank di Jakarta yang menawari untuk bergabung bekerja di bank itu.
Tapi karena suaminya yang seorang dokter tidak mengijinkan ia bekerja di bank, dan ia juga memilih untuk mendampingi suaminya bertugas di kepulauan Lombok Timur.

Di perantauan Nia juga masih hobi dengan rias, hingga sekarang menetap di Sidoarjo ia juga mengembangkan keahlian yang ia miliki.

Hanya saja ia harus memulai semuanya dari nol, dari pelanggan, tim, jaringan dan teman teman semuanya baru. Dan Nia pun bekerja keras untuk membangun sebuah tim dan jaringan di tempat baru.

Namun ketika ia mencoba menerapkan riasan yang ia pahami selama ini dengan aliran simpel, natural, ada perbedaan yang mendasar di Sidoarjo dan Surabaya.

“Saat itu riasan disini (Sidoarjo, Surabaya) orang orang suka rias yang ngejreng, beda dengan di Jakarta yang natural dan simpel,” ungkap ibu dua anak.

Mau tidak mau ia harus mengikuti aliran rias yang ada, namun dalam perjalanan, tren rias di daerah Jawa Timur mulai mengarah juga ke aliran natural dan simpel.

“Dan ini tidak menjadi masalah karena dari awal saya sudah menguasai untuk tren ini,” pungkasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved