Kilas Balik
Demi Habisi Panglima TNI, Belanda Pernah Kirim Jenderal Terbaiknya Tapi Tewas Tanpa Sebab yang Jelas
Demi menghabisi panglima TNI Jenderal Besar Soedirman, penjajah Belanda pernah mendatangkan perwira terbaiknya
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Demi menghabisi panglima TNI Jenderal Besar Soedirman, penjajah Belanda pernah mendatangkan perwira terbaiknya
Dilansir dari buku "Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia", karya J A de Moor, perwira Belanda yang bertugas khusus menghentikan sepak terjang Jenderal besar Soedirman itu adalah Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor
Spoor dianggap mumpuni untuk mengatasi perlawanan para tentara republik yang dipimpin oleh jenderal besar Soedirman
Spoor merupakan pemimpin militer terakhir Belanda yang ada di Indonesia.
• Gerebek Markas KKB Papua, Prajurit Kopassus ini Tersesat 18 Hari & Alami Hal Tak Masuk Akal
• Cara Khusus Kopassus Tangkal Ilmu Gaib Musuh Saat Misi, 3 Pendekar Sakti Asal Banten Diturunkan

Dia pulalah yang menjadi otak dalam aksi Agresi Militer Belanda pada tahun 1947 dan 1948.
Sejak ditempatkan di Indonesia, Spoor memang mengemban misi berat yaitu mengembalikan kejayaan Belanda di Indonesia.
Tidak hanya itu, dia juga memiliki misi untuk menghabisi Tentara Republik yang saat itu dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Sayangnya Spoor mati muda pada usia 47 tahun.
Sampai saat ini masih belum ada yang mengetahui pasti mengenai penyebab Spoor bisa meninggal.
Ada beberapa pendapat yang berbeda tentang penyebab kematiannya.
Ada yang mengatakannya Spoor tewas karena diracun oleh Belanda sendiri, ada pula yang mengatakannya tewas karena serangan penyakit jantung.
.jpg/449px-Simon_Spoor_(1948).jpg)
Berdasarkan buku karangan Moor, Spoor memang disebutkan tewas usai makan siang di sebuah restoran pelabuhan perahu layar (Jachtclub) di Tanjung Priok, Jakarta, Jumat, 20 Mei 1949.
Saat itu, Spoor makan siang bersama beberapa orang ajudannya untuk merayakan kenaikan pangkatnya.
Namun, usai makan siang tersebut, Spoor mengalami serangan jantung, dan koma selama lima hari.
Akibatnya, Spoor pun meninggal pada tanggal 25 Mei 1949.
Rumor yang beredar, saat itu Spoor memang sengaja akan dienyahkan dengan memberikan racun pada makanannya.
Namun, dugaan itu sampai saat ini masih belum terungkap.
Spoor akhirnya gagal menghentikan Jenderal Sudirman dan gagal mengembalikan kejayaan Belanda di Indonesia.
Gerilyawan Kebal Peluru
Masih seputar penjajahan Belanda, pernah ada seorang pemuda Aceh yang dikenal kebal peluru sehingga bikin pasukan Belanda frustasi
Pemuda dari dataran tinggi Gayo yang dikenal kebal peluru ini memang dianggap layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Keberanian dan kemampuannya dalam perang gerilya melawan penjajah Belanda pada tahun 1940-an sangatlah berbeda dengan kemampuan pahlawan lain yang telah gugur di medan perang.
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel 'Kisah Aman Dimot, Pejuang Kebal Peluru yang Diharap Jadi Pahlawan', pemuda bernama Aman Dimot itu di bawah pimpinan Ilyas Leube berperang dengan cara yang unik, yaitu menghadang tank dan truk pasukan Belanda.
Bukan hanya itu, dia dianggap kebal dan memiliki ilmu kanuragan karena tidak tergores apabila disabet pedang ataupun tidak mempan ditembus peluru.

Pada tanggal 30 Juli 1949, di sekitar Tanah Karo, Sumatera Utara, pasukan Bagura dan Mujahidin asal Aceh Tengah mengintai dan menunggu iring-iringan tank dan 25 truk Belanda.
Pasukan berjumlah 45 orang itu menggunakan persenjataan senapan dan kelewang.
Berdasarkan sejumlah sumber, pasukan Barisan Gurilla Rakyat (Bagura) yang dipimpin Ilyas Leube bersama gerilyawan setempat menyerbu tank dan truk tersebut dengan membabi buta sehingga membuat pasukan marsose Belanda itu kalang kabut.
Diantara puluhan serdadu yang dipimpin Ilyas Leube itu ada seorang pemuda bernama Abu Bakar yang dijuluki dengan Pang atau (Sang Pemberani) Aman Dimot.
Sesuai dengan julukannya, Pang Aman Dimot dikenal pemberani dan tidak kenal takut jika menghadapi Belanda.
Bahkan, pemuda itu tidak gentar walaupun dalam keadaan perang terbuka atau perang jarak dekat.
Hal itu terbukti saat pasukan tersebut mulai lelah karena keterbatasan orang, persenjataan, dan logistik.
Ditambah lagi, saat bala bantuan pasukan Belanda semakin melemahkan perlawanan pejuang saat itu, Aman Dimot berkeras untuk tetap melakukan perlawanan.
Pilihan itu tetap diambil meski Komandan Ilyas Leube sudah memberi perintah kepada pasukan tersebut untuk mundur dan meninggalkan medan perang.
Aman Dimot, pemuda kelahiran Tenamak, Kecamatan Linge, Aceh Tengah, ini tetap menolak perintah Ilyas Leube.
Dia memilih melanjutkan perang terbuka bersama dua rekannya, yaitu Pang Ali Rema dan Pang Edem.
Setelah Ilyas Leube dan sisa pasukan pergi, Aman Dimot bersama kedua rekannya itu berpura-pura mati di sekitar mayat-mayat korban perang yang bergelimpangan.
Saat pasukan Belanda sedang memastikan para korban sudah mati, Aman Dimot bersama teman-temannya bangkit dan menyerang pasukan belanda itu dengan beringas.
Banyak di antara pasukan Belanda yang mati kala itu.
Namun, Ali Rema dan Edem pun tewas saat itu.
Aman Dimot terus mengejar pasukan Belanda dengan pedang, pasukan Belanda bingung karena serangan dari persenjataan mereka tidak mampu melukai, apalagi membunuh Pang Aman Dimot.
Akibat kelelahan, Aman Dimot akhirnya ditangkap Belanda.
Pasukan marsose yang frustrasi karena tidak mampu membunuh Aman Dimot, akhirnya memasukkan granat ke dalam mulut sang pejuang.
Tak cukup sampai di situ, pasukan Belanda pun menggilas tubuh Pang Aman Dimot dengan tank.
Maka dari itu, tanggal 30 Juli 1949 gugurlah Aman Dimot di Rajamerahe, Sukaramai, Karo, Sumatera Utara.
Jasad Aman Dimot pun dimakamkan di tempat itu. Beberapa tahun kemudian, kuburannya digali dan kerangkanya dipindahkan ke Tiga Binanga.
Jasad Aman Dimot selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kabanjahe, Sumatera Utara.
*Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Incar Nyawa Panglima TNI Jenderal Sudirman, Nasib Tentara Belanda Ini Justru Tamat di Tanjung Priok