Psikolog Pendidikan Komentari Zonasi PPDB SMA/SMK & SMP yang Diklaim Bisa Meratakan Mutu Pendidikan

Sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 untuk SMPN dan SMA/SMK mendapat sorotan dari psikolog pendidikan, Bondhan Kresna

Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Sejumlah wali murid dan siswa melihat hasil pengumuman Penerimaan Peserta Didik (PPBD) di SMP N 1 Semarang, Jawa Tengah, Senin (17/6/2019) 

"Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memperhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya," ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Unjuk rasa para wali murid di depan Gedung Grahadi yang menolak sistem zonasi PPDB SMA
Unjuk rasa para wali murid di depan Gedung Grahadi yang menolak sistem zonasi PPDB SMA (TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra Sakti)

Mendikbud Effendy menyebut pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama dalam pendidikan.

Oleh karena itu, katanya, tidak boleh ada diskriminasi, hak ekslusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah.

Dia menambahkan apabila seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu tidak mendapat sekolah di dalam zonanya, mereka akan berpotensi putus sekolah karena kendala biaya.

Ia bercerita tentang seorang peserta didik dengan latar belakang keluarga tidak mampu yang terpaksa harus bersekolah di tempat yang jaraknya mencapai 15 kilometer dari rumah. 

Anak itu harus berangkat pukul 05.30 dan baru sampai ke rumah pukul 18.30 setiap harinya.

"Kapan waktunya untuk belajar? Kapan waktunya untuk beristirahat? Belum biayanya untuk transportasi.

Padahal di dekat rumahnya ada sekolah negeri, tapi karena nilainya tidak mencukupi, dia tidak bisa sekolah di sana. Ini 'kan tidak benar," tuturnya.

Masyarakat yang mampu diminta ikut berpartisipasi dengan membantu sekolah yang ada di sekitarnya sehingga pada saatnya semua sekolah kualitasnya menjadi baik.

PROTES PPDB ZONASI - Ratusan orang tua wali murid dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se- Surabaya (KOMPAK) melakukan protes sistem PPDB Zonasi yang dianggap tidak adil di depan Gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019).
PROTES PPDB ZONASI - Ratusan orang tua wali murid dalam Komunitas Orang Tua Peduli Pendidikan Anak SMP Se- Surabaya (KOMPAK) melakukan protes sistem PPDB Zonasi yang dianggap tidak adil di depan Gedung Grahadi, Rabu (19/6/2019). (SURYA.co.id/Ahmad Zaimul Haq)

Selain itu, dalam jangka panjang, pemerintah juga harus menanggung risiko urbanisasi dari penduduk yang tidak memiliki kecakapan kerja dan wawasan hidup, serta hilangnya penduduk yang diharapkan dapat membangun wilayah asalnya.

Oleh karena itu, Kemendikbud meminta ketegasan Dinas Pendidikan menindak sekolah swasta yang tidak memberikan layanan baik kepada siswa, khususnya yang terindikasi hanya beroperasi demi mendapat Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.

"Kalau anak tidak mendapatkan pendidikan yang baik, yang menanggung bebannya bukan sekolahnya, tetapi negara dan masyarakat.

Maka itu, saya mohon agar Dinas Pendidikan juga dapat memberikan perhatian dan pembinaan sekolah-sekolah swasta di wilayahnya," kata dia.

Ia meminta orang tua tidak perlu resah dan khawatir berlebihan dengan penerapan zonasi pendidikan pada PPDB.

Ia mengajak para orang tua mengubah cara pandang dan pola pikir terkait dengan "sekolah favorit/unggulan".

Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019).
Antrean layanan PPDB SMP negeri di Kantor Dindik Surabaya membludak, Rabu (19/6/2019). (surya/sulvi sofiana)
Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved