Kivlan Zen Juga Diperiksa Terkait Dugaan Kepemilikan Senjata Ilegal, Berikut Penjelasan Polisi
Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen ternyata tidak hanya diperiksa karena kasus dugaan makar. Ia juga diperiksa karena kepemilikan senjata api ilegal.
SURYA.CO.ID | JAKARTA - Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen ternyata tidak hanya diperiksa karena kasus dugaan makar. Ia juga diperiksa karena kepemilikan senjata api ilegal.
Itu disampaikan Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat Kivlan Zen menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
"Untuk Pak KZ, ada dua LP. LP pertama yang ditangani Bareskrim terkait tindak pidana makar," ujar Dedi Prasetyo seperti SURYA.CO.ID kutip dari Warta Kota dengan judul Selain Kasus Dugaan Makar, Kivlan Zen Juga Diperiksa Terkait Kepemilikan Senjata Api Ilegal.
"Kemudian ada satu LP lagi yang saat ini sedang ditangani Polda Metro Jaya terkait kepemilikan senjata api ilegal," sambungnya.
"Pemeriksaannya di Polda. Selesai di Bareskrim, dilanjutkan di Polda. Tentunya dengan melihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," imbuhnya.
Menurut Brigjen Dedi Prasetyo, penyidik Polda Metro Jaya dapat menyangkakan Kivlan Zen dengan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 2 Tahun 1951.
Tapi, Dedi Prasetyo tidak berkomentar jauh soal kemungkinan ditahannya mantan Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu.
Sebab, lanjut dia, penahanan Kivlan Zen akan sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik yang bersangkutan.
"Selesai masalah makar, tidak menutup kemungkinan beliau nanti akan dimintai keterangan kembali oleh penyidik Polda Metro Jaya terkait dengan UU Darurat Pasal 1 ayat 1 UU No 2 Darurat Tahun 1951," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kivlan Zen memenuhi panggilan kedua pemeriksaan dari penyidik Bareskrim Polri, Rabu (29/5/2019).
Kivlan Zen tiba sekira pukul 10.30 WIB, mengenakan kemeja putih lengan panjang dan celana kain hitam.
Ia terlihat berjalan tegap dengan tempo agak cepat, menyusuri jalanan di kawasan Mabes Polri.
Tiba di Gedung Awaloedin Djamin, Kivlan Zen langsung memberikan pernyataan kepada awak media.
Kivlan Zen menegaskan kali ini adalah panggilan keduanya sebagai tersangka kasus dugaan makar.
• Cara Kelompok Tajudin atau TJ Mantan Tentara Bunuh 4 Jenderal Terbongkar, Uang 150 Juta Sudah Dibagi
• Fakta-Fakta Suami Bunuh Istri di Depan Anak-Anaknya di Driyorejo Gresik Terungkap saat Rekonstruksi
• Hotman Paris Sebut Ciri Pelaku yang Sebarkan Tulisan Hoax Jokowi dan Keluarga Cendana Atas Namanya
Panggilan pemeriksaan pertama telah diagendakan pada tanggal 21 Mei lalu, namun dirinya berhalangan hadir.
"Kali ini pemeriksaan saya kedua sebagai tersangka. Kasusnya yang di Tebet waktu saya menyatakan merdeka dan lawan. Apa nanti (yang terjadi) di dalam bagaimana, kita lihat aja di dalam," ujar Kivlan Zen
Mantan Kepala Staf Kostrad itu dengan percaya diri menjawab pertanyaan awak media apabila dirinya ditahan.
Ia mengaku hal tersebut adalah hak penyidik, sehingga dirinya tak mempermasalahkannya.
"(Apakah siap ditahan)? Sudah siap," tegas Kivlan Zen.
"Itu kan haknya penyidik, haknya penyidik, jadi kita enggak ada masalah. Kita serahkan sama penyidik.
Umpamanya dilanjutkan dengan cara pemeriksaan saya di luar atau saya di dalam, saya terima, enggak ada masalah," paparnya.
Ia menyerahkan semua proses penanganan kasusnya kepada penyidik dan negara. Jika pada akhirnya dinyatakan bersalah, Kivlan Zen mengaku siap menerima putusan tersebut.
"Menurut terminologi negara saya begini, harus begini.
Saya melakukan langkah-langkah sesuai dengan yang saya lakukan bahwa ini adalah benar, jujur, dan adil. Kalau saya dinyatakan bersalah ya saya menerima apa adanya," ucap Kivlan Zen.
Kivlan Zen dilaporkan oleh seorang wiraswasta bernama Jalaludin, dengan dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/B/0442/V/2019/ BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 an/atau Pasal 15, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.
Djudju Purwantoro, kuasa hukum Kivlan Zen, mendampingi kliennya dalam pemanggilan kedua pemeriksaan sebagai tersangka di Bareskrim Polri, Rabu.
Djudju menyebut kliennya tidak memenuhi unsur pidana seperti yang disangkakan dalam kasus dugaan makar tersebut.
"Kepada Bapak Kivlan Zen ini adalah perbuatan makar sesuai yang diatur di pasal 107 atau 110 di KUHP. Itu kan kami melihat itu terlalu tendensius penyidik itu, terlalu mengada-ada," papar Djudju.
"Karena unsur-unsur dinamakan atau definisi makar itu sangat tidak relevan dan sangat tidak terpenuhi unsur-unsur itu," imbuhnya.
Ia menegaskan, Kivlan Zen tidak memiliki niat dan perbuatan permulaan untuk menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Sehingga, dirinya menilai sangkaan pada kliennya sungguh mengada-ada dan sangat tendensius.
Disinggung terkait kata diskualifikasi yang berarti menggulingkan, Djudju membantahnya. Menurutnya, ada peraturan yang memang menjabarkan ketentuan mendiskualifikasi calon presiden.
"Mendiskualifikasi sebagai calon presiden memang diatur dalam UU kita nomor 17, memang ada untuk itu. Jadi dalam hal ini Bawaslu sebagai pengawas pelaksanaan Pemilu 2019 sesuai dengan peraturan KPU," bebernya.
"Apabila prosedur tidak sesuai atau ilegal dan ditemukan hal-hal yang sifatnya melanggar hukum, maka dalam hal ini calon terpilih bisa saja didiskualifikasi dengan syarat-syarat ketentuan yang ada, dan itu legal," terang Djudju.
Sebelumnya, Kivlan Zen angkat bicara perihal tuduhan makar yang menimpanya.
Ia mengaku tak habis pikir bahwa dirinya yang seorang pensiunan TNI, dituduh melakukan makar.
Kivlan Zen pun bercerita mengenai jasanya kepada Indonesia, saat dirinya masih aktif sebagai personel TNI.
"Saya ini adalah TNI. Saya ini Mayjen TNI yang sudah punya kerja nyata untuk Bangsa Indonesia ini," ujar Kivlan Zen
"Saya pernah membebaskan sandera, pernah mendamaikan pemberontak Filipina. Saya pernah membebaskan sandera (tahun) 2016, saya membebaskan sandera tahun 73. Saya sudah berbuat untuk Bangsa Indonesia," ungkapnya.
Ia juga mengatakan dirinya adalah salah satu orang yang memperjuangkan kebebasan berpendapat, dengan mendorong lahirnya UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Namun, Kivlan Zen melihat saat ini kebebasan berpendapat di muka umum justru berkurang.
Oleh karena itu, dirinya pun menyampaikan pendapatnya agar kebebasan berpendapat itu dapat dilakukan seperti sedia kala.
"Karena memberikan pendapat di sini sudah mulai dikurangi, saya menyampaikan supaya adil dan saya sampaikan dulu kita perjuangkan 98, Pak Habibie membuat UU No 9/1998 kita bebas berpendapat dan merdeka berpendapat," beber Kivlan Zen.