Ramadan 1440 H

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Beri Pandangan Tentang Beragama Secara Lapang

Apakah orang yang beda agama bisa masuk surga? Tentu jawabannya beragam, dipengaruhi sikap pribadi dan buku yang dibaca serta guru agama yang diikuti.

Editor: Akira Tandika
YouTube
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Beri Pandangan Tentang Beragama Secara Lapang 

SURYA.co.id - Dalam forum-forum diskusi kadang muncul pertanyaan, apakah orang yang beda agama, Tuhannya juga berbeda? Ataukah sama namun hanya satu jalan dan pintu menuju kepada-Nya?

Apakah orang yang beda agama bisa masuk surga? Tentu saja jawabannya beragam, dipengaruhi sikap pribadi dan buku yang dibaca serta guru agama yang diikutinya.

Jika sikap tidak rela melihat pemeluk agama hanya untuk diri sendiri dan komunitasnya, itu masih bisa diterima. Tetapi jika berkembang menjadi konstruksi ideologi dan gerakan yang mengambil sikap permusuhan terhadap umat lain, agama akan jadi sumber keresahan sosial.

Tuhan lalu diposisikan untuk dibela, kalau perlu dengan pertumpahan darah. Perbedaan agama serta merta menciptakan garis pemisah bagi umat yang berbeda keyakinan.

Sejarah dan Perintah Baca di Malam Nuzulul Quran Mampu Guncang Peradaban Hanya Dalam 22 Tahun

Muncul konstruksi teologis, di sana hanya ada satu pintu ke surga lalu diperebutkan secara berdesak-desakan, bahkan terjadi saling bunuh. Bukankah ada doktrin membunuh orang kafir itu memperoleh pahala dari Tuhan?

Jika sikap ini yang berkembang membesar, pemeluk agama akan terus terlibat konflik, kebencian dan peperangan sepanjang sejarah. Lalu perangnya pun disebut perang suci (holy war). Siapa yang membunuh lawannya pintu surga terbuka di depan mata.

Penduduk bumi mesti bersiap untuk melihat dan terlibat pernag antarumat beragama yang kian seru dan merata. Mengapa? Karena populasi penganut agama semakin besar jumlahnya dan semakin tersebar ke berbagai penjuru dunia.

Masyarakat dunia pun semakin berdekatan jaraknya, namun pluralitas agama juga semakin kental dirasakan. Betapa pesimisnya masa depan masyarakat dunia kalau perbedaan agama bukannya membuat kehidupan semakin nyaman dan peradaban semakin maju, tetapi eksistensi agama-agama malah menjadi sumber keresahan.

Perkembangan dan perubahan demografi pemeluk agama ini sangat dirasakan oleh negara-negara Barat, dan Eropa, di mana jumlah pemeluk Islam berkembang jauh lebih cepat dan pesat ketimbang umat Kristiani.

Baik para imigran maupun umat Islam yang terlahir dan tumbuh di sana pada umumnya anaknya banyak, sementara warga nonmuslim pertumbuhannya nol, atau bahkan minus. Mereka enggan punya anak.

Perubahan perbandingan populasi ini jika tidak disertai pemerataan kesejahteraan ekonomi, pendidikan dan keamanan, potensial menimbulkan konflik etno religion. Bertemunya sentimen etnis dan agama.

Manfaat Puasa Dalam Jangka Panjang Bagi Kesehatan Tubuh Menurut Riset Ilmuwan Barat

Keragaman
Kegelisahan ini sudah dan sedang berlangsung di berbagai belahan dunia. Jadi, ke depan teman keagamaan dan ketuhanan tidak akan pernah surut, bahkann terdapat tanda-tanda menguat.

Apakah institusi negara, institusi sosial, dan institusi lain akan menjadi pendamping, pesaing ataukah musuh agama? Atau, bagaimana agama akan merumuskan peran dirinya dalam masyarakat dunia yang kian padat dan majemuk ini?

Apakah tokoh dan gerakan agama akan menjadi penggerak perubahan dan pembangun peradaban seperti abad-abad lalu? Jawaban yang muncul bisa bernuansa ideologis, teologis, utopis, dan saintifik.

Secara politis sosiologis kita juga sering melihat fenomena pemaksaan ataupun bujukan kepada seseorang untuk memeluk suatu agama tertentu. Namun sesungguhnya, keberagaman yang demikian itu bukanlah keberagaman sejati.

Halaman
12
Sumber: Surya Cetak
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved