Kilas Balik

Penyebab Jenderal TNI Banting Baret Merah Kopassus Menurut Sintong Panjaitan, Tak Terima Soal ini

Penyebab Jenderal TNI Benny Moerdani berani banting baret merah Kopassus diungkap oleh Sintong Panjaitan.

Kolase Net dan Tribun Jabar
Jenderal TNI Benny Moerdani 

SURYA.co.id - Penyebab Jenderal TNI Benny Moerdani berani banting baret merah Kopassus diungkap oleh Sintong Panjaitan.

Melalui bukunya yang berjudul 'Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, Sintong menyebut penyebab Jenderal TNI Benny Moerdani banting baret merah Kopassus lantaran masih tak terima karena suatu hal

Menurut Sintong, Benny Moerdani berani banting baret merah Kopassus karena masih tidak terima dan marah terkait dirinya yang pernah didepak sebagai anggota RPKAD (sekarang Kopassus) setelah membela Agus Hermoto.

Hal ini berawal saat Agus Hermoto yang merupakan prajurit Kopassus, diterjunkan dalam sebuah pertempuran membebaskan Irian Barat

Benny Moerdani
Benny Moerdani (Kolase Tribun Jabar)

Dilansir dari buku 'Legenda Pasukan Komando, Dari Kopassus Hingga operasi Khusus', Bob H Hernoto, Penerbit Buku Kompas, kaki Agus Hermoto terpaksa diamputasi akibat luka tembak.

Pada akhir 1964, diadakan sebuah pertemuan perwira Kopassus membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD dan Agus termasuk di dalamnya.

Rekan yang sekaligus juga atasannya, Benny Moerdani, berusaha membelanya.

Akibatnya, mereka berdua sama-sama dikeluarkan.

Hal inilah yang menurut Sintong menjadi penyebab Benny Moerdani berani membanting baret merah Kopassus, meski pada akhirnya Benny mau mengenakannya

Nama Kolonel Agus Hermoto yang dibela oleh Benny Moerdani itu memang menjadi legenda dalam deretan misi prajurit Kopassus.

Agus adalah pejuang tak kenal takut dari Kopassus.

Dalam pertempuran di pedalaman Papua pada pertengahan 1962, Agus dan pasukannya terlibat kontak senjata yang sengit.

Dia terluka parah pada bagian punggung dan kaki kirinya.

Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya. Namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.

Ia tetap berada di medan pertempuran hingga akhirnya tertangkap dan ditawan oleh tentara Belanda.

Meski hari-harinya diisi dengan penyiksaan, tapi mulut Agus terkunci rapat.

Pasukan Indonesia saat operasi Trikora di Papua
Pasukan Indonesia saat operasi Trikora di Papua (Tribunnews.com via GridHot)

Dia tak sudi membocorkan informasi terkait operasi besar-besaran yang dipimpin Benny Moerdani atasannya.

Meski begitu, pasukan Belanda juga memperlakukan Agus sesuai konvensi Jeneva.

Agus dirawat hingga sembuh tapi kakinya terpaksa diamputasi mengingat luka tembaknya sudah membusuk.

Agus masih hidup dan Irian Barat akhirnya jatuh ke tangan Indonesia.

Penyesalan Soeharto Karena Abaikan Teguran Benny Moerdani

Kisah keberanian Benny Moerdani lainnya adalah saat memberikan teguran kepada Soeharto

Sejak masih berpangkat Kapten di TNI AD, Benny Moerdani sudah berhubungan akrab dengan Presiden Soeharto yang pada pada tahun 1960-an berpangkat Mayor Jenderal.

Pak Harto sangat mengagumi Benny Moerdani karena piawai dalam strategi tempur dan memecahkan masalah secara intelijen.

Benny Moerdani - Soeharto
Benny Moerdani - Soeharto (Kolase surya.co.id)

Sehingga masalah rumit baik di dalam maupun di luar negeri selalu dipercayakan kepada Benny Moerdani yang dikenal sangat loyal terhadap Soeharto.

Misalnya saja ketika Indonesia terlibat konflik politik dan militer dengan Malaysia (1964).

Pak Harto merasa kalau penyelesaian secara militer tidak menguntungkan Indonesia, lalu ia memutuskan untuk mengambil langkah intelijen serta diplomasi.

Tugas yang sebenarnya sangat berat dan tidak dikehendaki oleh Presiden Soekarno itu, diam-diam diserahkan kepada Benny Moerdani dan berhasil gemilang.

Indonesia dan Malaysia pun kembali berdamai serta terhindar dari bentrok militer yang bisa sangat merugikan kedua negara.

Mayor jenderal TNI Benny Moerdani dibentak bintara
Mayor jenderal TNI Benny Moerdani dibentak bintara (Tribun Jambi)

Dilansir dari buku 'Benny Moerdani Yang Belum Terungkap, Tempo, PT Gramedia, 2015' dan juga dari 'Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan, Julius Pour, Yayasan Kejuangan Panglima Sudirman 1993',

Ketika Soeharto menjabat Presiden RI kedua hingga lebih dari 30 tahun (1967-1998), Benny Moerdani pun terus dipercaya sebagai ‘tangan kanan’ Pak Harto.

Benny diberi tugas untuk menangani masalah keamanan, hubungan diplomatik dengan negara lain, dan sekaligus pengawal Presiden yang sangat loyal dan setia.

Tapi meski menjadi seorang yang loyal, Benny Moerdani ternyata seorang yang kritis dan berani memberi masukan serta teguran kepada Soeharto.

Benny bahkan berprinsip, ia harus bisa menjauhkan Soeharto dari orang-orang yang suka menjilat atau orang yang suka menfitnah demi mendapat perhatian.

Rencana Jokowi Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jakarta Sudah Ada Sejak Dulu, Soeharto Juga Sependapat
Rencana Jokowi Pindahkan Ibu Kota ke Luar Jakarta Sudah Ada Sejak Dulu, Soeharto Juga Sependapat (Kompas.com)

Pada 1984 sejumlah menteri merasa risau dengan anak-anak Pak Harto yang sudah tumbuh dewasa dan mulai berbinis tapi dengan memanfaatkan kekuasaan bapaknya.

Bisnis anak-anak Pak Harto bahkan merambah ke soal pembelian alutsista yang seharusnya ditangani pemerintah dan ABRI/TNI bukan oleh warga sipil.

Ketika ada kesempatan bermain biliar dengan Soeharto, Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Panglima ABRI memberanikan diri ‘menegur’ Pak Harto.

Ia mengingatkan soal bisnis anak-anak Pak Harto yang sudah merambah ke mana-mana dan terkesan memonopoli.

Pak Harto ternyata tidak terima oleh teguran Benny yang dianggap sangat kurang ajar dan setelah itu hubungan mereka berdua memburuk.

Benny Moerdami kemudian dicopot dari Panglima ABRI meski Pak Harto membantah jika pencopotan Benny akibat ‘teguran maut’ yang telah dilakukannya.

Pada Agustus 2004 Pak Harto menjenguk Benny Moerdani yang sedang sakit keras dan terbaring di Rumah Sakit RSPAD, Jakarta.

Di depan Benny, Pak Harto secara terus-terang mengakui bahwa teguran yang pernah dilontarkan Benny pada tahun 1984 ternyata benar.

Akibat bisnis anak-anaknya yang ikut memicu krisis ekonomi dan kemarahan rakyat terhadap keluarga Pak Harto, pada 21 Mei 1998, kekuasaan Soeharto pun tumbang.

Pak Harto juga menyatakan kepada Benny, jika teguran Benny itu dipatuhi, dirinya tidak akan sampai lengser dari kursi Presiden akibat demo besar-besaran dan kerusuhan sosial yang terjadi di mana-mana.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved