Tak Senasib dengan Audrey, Siswi SMP ini Pilih Bunuh Diri saat Dianiaya Teman Sekolah dan Gurunya
Tak Senasib dengan Audrey, Siswi SMP ini Pilih Bunuh Diri saat Dianiaya Teman Sekolah dan Gurunya
Penulis: Akira Tandika Paramitaningtyas | Editor: Musahadah
SURYA.co.id - Seorang siswi SMP memilih bunuh diri saat mendapat penganiayaan, seperti yang dialami Audrey, dari teman sekolah dan gurunya sendiri.
Kasus penganiayaan terhadap Audrey oleh 12 siswi SMA ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan lantaran tindakan keji sang pelaku.
Kasus penganiayaan Audrey ini kemudian memunculkan tagar #JusticeFOrAudrey yang akhirnya trending nomor satu dunia.
Lantaran kasus ini menjadi viral, seorang selebgram dan pelukis asal Azerbijan, kedapatan mengunggah foto Audrey saat dikunjungi oleh Atta Halilintar di fitur Instagram Story miliknya.
• Singgung Kasus Audrey, Gubernur Khofifah: Tak Lepas dari Tanggung Jawab Sekolah
• VIRAL! Kasus Bullying Audrey Pontianak, Ahli Sebut Pelaku Biasanya Idap Gangguan Mental
• Tagar #JusticeForAudrey Trending Dunia, Mulai Atta Halilintar hingga Kareena Kapoor Beri Dukungan

Ia menuliskan, banyak netizen Indonesia yang memberitahu soal kasus Audrey.
Sebelumnya, ia juga mengunggah kisah seorang siswi SMP yang juga mengalami penganiayaan.
Sayangnya, kasus penganiayaan siswi SMP itu berakhir tragis.
Siswi SMP asal Azerbaijan bernama Elina Hajiyeva memutuskan untuk bunuh diri karena tak tahan sering dibully oleh temannya.
Dikutip dari JAM News, peristiwa itu terjadi sekitar seminggu yang lalu.
Elina Hajiyeva merupakan siswi SMP kelas 2 di salah satu sekolah di daerah Baku.
Ia merupakan siswi pindahan dari sekolah lain.
Sayangnya, saat ia pindah ke sekolah baru, ia malah dibully oleh teman-teman sekolahnya.
Sebenarnya, Elina Hajiyeva sudah mengadukan hal ini ke orangtuanya.
Elina bercerita kepada ibunya kalau dirinya dibully dan dianiaya baik verbal maupun fisik oleh seniornya.
Orangtuanya sempat mengeluhkan hal ini ke pihak sekolah.
Namun pihak sekolah seolah tidak memperdulikannya.
Malah ia menemukan fakta lain kalau anaknya juga mendapat kekerasan dari gurunya.
Karena tak tahan dengan penganiayaan yang diterima, pada 4 April 2019 ia nekat unuk melompat dari jendela gedung sekolah.
Ia mengalami luka parah dan dibawa ke rumah sakit.
Nahas, setelah dua hari dirawat Elina meninggal dunia.

Perlakuan Pihak Sekolah Bikin Geram
Diduga, sesaat setelah Elina jatuh dari jendela, pihak sekolah tidak langsung memanggil ambulans.
Ketika di bawake rumah sakit, para dokter tidak mengizinkan ornagtua untuk melihat kondisi putrinya.
Lalu, di media sosial beredar rekaman audia dimana kepala sekolah malah menyalahkan ibu dari Elina.
Pihak sekolah menyalahkan ibunya Elina telah menikah lagi, dan itu dianggap sebagai alasan untuk mengatakan kalau Elina bukan berasal dari keluarga yang baik.
Kisah ini pun menjadi viral di media sosial.
Banyak orang yang bersimpati atas kematian Elina, dan ramai-ramai menuliskan tagar #JusticeForElina.
Warga Baku Azerbaijan juga menunukkan rasa dukanya lewat menaburkan bunga di makam Elina.
• Hotman Paris Peringatkan Soal Hasil Visum Audrey yang Diluar Dugaan, Sebut Hukuman 5 Tahun Penjara
• Anang Hermansyah Marahi Ashanty hingga Nekat Lapor Polisi di Surabaya, Sampai Sebut kata Bego
• Usai Nikita Mirzani Murka Foto dan Video Audrey Disebar Tanpa Sensor, Ifan Seventeen Bereaksi Lagi
7 Fakta Terbaru Kasus Audrey
Fakta-fakta terbaru kasus Audrey, siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat yang dikeroyok belasan siswi SMA secara sadis antara lain soal pengakuan pelaku yang mau dibunuh keluarga Audrey, Presiden Jokowi turun tangan, hingga peringatan (warning) pengacara Hotman Paris soal hasil visum.
Ada juga reaksi tak terkendali dari musisi Jerinx SID yang marah dan serukan bakar rumah orangtua pelaku kalau orangtua mereka tidak kooperatif.
Sementara itu, polisi menetapkan tiga siswi pengeroyok Audrey sebagai tersangka, dan kondisi terkini Audrey yang masih memprihatinkan.
1. Pelaku dibunuh membuat Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) turun tangan
KPPAD Kalbar mendorong agar kasus Audrey diselesaikan sesuai hukum yang berlaku agar tidak terjadi aksi pembalasan dari pihak korban.
Di sisi lain KPPAD Kalbar menegaskan pihaknya sejak awal tidak berinisiatif menyelesaikan kasus ini secara damai (tidak melewati jalur hukum).
Berawal dari keluarga tersangka penganiayaan yang mendatangi kantor KPPAD Kalimantan Barat pada Rabu (10/4/2019).
Dikutip Surya.co.id dari Tribun Pontianak, keluarga para pelaku datang untuk meminta perlindungan anak-anak yang jadi pelaku penganiayaan.
Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati mengatakan bahwa para pelaku kini mengalami trauma berat akibat ancaman dari orang-orang tersebut.
"Kami didatangi pihak keluarga pelaku sejak tadi pagi, mereka datang karena ingin mengungkapkan si pelaku ini sekarang sedang dalam tekanan luar biasa," ujarnya.
Lebih lanjut, Eka menyebutkan tekanan yang dialami oleh para pelaku.
Disebutkan bahwa para pelaku sampai mendapat ancaman pembunuhan dan lain-lain secara bertubi.
"Sanksi sosialnya sampai ada yang mengancam ingin menusuk kemaluan mereka, ada yang ingin membunuh, ada yang ingin menyekap, ancaman itu bertubi-tubi mereka terima.
Jadi dalam hal ini mereka ingin meminta perlindungan yang sama," ungkapnya dikutip Surya.co.id dari Tribun Pontianak, Rabu (10/4/2019).
Eka menjelaskan kedua belah pihak yakni pelaku dan korban sama-sama berhak mendapat perlindungan dari KPPAD sesuai UU yang berlaku.
"Karena dalam UU menjelaskan bahwa pelaku juga memiliki hak dilindungi di sini, itu yang sedang kita rundingkan," ujarnya.
Eka mengatakan, terkait fakta-fakta, nanti pelaku sendiri yang akan menjawab.
"Untuk lanjutan besok akan ada trauma healing yang akan diberikan kepada pelaku, nanti sore kami akan menemui korban untuk memastikan pendampingan lanjut terkait trauma healing," tandasnya.
2. Bantah isu adanya upaya damai
Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat Eka Nurhayati Ishak membantah pihaknya berupaya mendamaikan pelaku pengeroyokan siswi SMP di Kota Pontianak.
Dia menilai, anggapan yang menyebar luas di masyarakat melalui media sosial tersebut diaggap menyudutkan lembaga KPPAD Kalimantan Barat.
"Lembaga KPPAD memiliki tupoksi melakukan perlindungan dan pengawasan terhadap korban," kata Eka, Selasa (9/4/2019).
Dia menjelaskan, KPPAD Kalbar tidak akan masuk dalam ranah hukum. Apalagi melakukan upaya damai antara korban dan pelaku.
"Kami tidak bisa mengintervensi. Misalnya Ini harus damai. Enggak bisa. Kita enggak boleh seperti itu. Kita menghormati kepolisian yang bekerja sesuai tupoksi mereka," ucapnya.
Menurut dia, setiap keputusan yang akan diambil terkait penanganan selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada pihak korban.
Dia menceritakan, KPPAD Kalbar menerima pengaduan korban pada Kamis (5/4/2019). Sehari sebelum korban membuat laporan ke Polsek Pontianak Selatan.
Di Mapolsek, sebenarnya sudah dilakukan mediasi. Namun keberadaan KPPAD adalah mendampingi korban. Bukan memfasilitasi mediasi tersebut.
"Lagi pula, ranah kami bukan pada penanganan perkara hukumnya. Kami hanya melakukan pendampingan," ucapnya.
Dia minta kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyeret-nyeret lembaga KPPAD untuk kepentingan pribadi atau kelompok, berkaitan dengan kasus tersebut.
Sebelumnya, KPPAD Kalbar melaporkan akun Twiitter Ziana Fazura (@zianafazura) ke Polda Kalbar, Selasa (9/4/2019).
Laporan itu terkait unggahan akun tersebut, yang mengomentari peristiwa pengeroyokan pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pontianak.
Unggahan dengan tagar #JusticeForAudrey itu, diduga memancing reaksi warganet untuk memberikan komentar yang kemudian menyudutkan nama lembaga KPPAD Kalbar.
3. Video pengakuan 7 siswi SMA yang mengeroyok Audrey
Para siswi SMA itu meminta maaf kepada korban dan menyatakan bahwa mereka tidak melakukan pengeroyokan, namun perkelahian dilakukan satu lawan satu.
Pengakuan 7 siswi SMA dalam kasus Audrey disampaikan di Mapolresta Pontianak, Jalan Johan Idrus, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019) petang WIB.
Mereka didampingi Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah ( KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar).
Ketujuh orang tersebut secara bergiliran menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan keluarga korban serta mengaku tidak melakukan pengeroyokan, namun perkelahian dilakukan satu lawan satu.
4. Pelaku Utama Tiga Orang
Pelaku utama dalam kasus penganiayaan terhadap siswi SMP Pontianak, berjumlah tiga orang.
Ketiganya merupakan siswi dari sekolah berbeda di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).
"Menurut pengakuan korban pelaku utama itu ada tiga. Ini semua anak SMA yang berada di Kota Pontianak," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, kepada Tribun Pontianak (grup Surya.co.id).
Menurut Eka, ketiganya ini yang melakukan pemukulan terhadap korban yang mengakibatkan Au muntah dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Muhammad Husni Ramli mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara pihaknya, terduga pelaku pengeroyokan mengarah ke tiga orang.
Terduga pelaku memiliki peran berbeda.
Ketiga terduga adalah E, T, dan L. Sementara D yang menjemput korban menuju rumah P.
Kasat Reskrim Kompol Husni menjelaskan, dari rumah P, korban Au keluar menggunakan roda dua dan diikuti dua sepeda motor yang pengendaranya tidak dikenal korban.
Setelah sampai di Jalan Sulawesi, korban dicegat.
Tiba-tiba dari arah belakang, terduga pelaku, T menyiram air dan menarik rambut korban sehingga terjatuh.
Setelah korban terjatuh, saudari E menginjak perut korban dan membenturkan kepala korban ke aspal.
Setelah itu, korban melarikan diri bersama P menggunakan sepeda motor.
Namun korban dicegat kembali oleh saudari T dan saudari L di Taman Akcaya yang tidak jauh dari TKP pertama.
Setelah itu, korban dipiting oleh T. Selanjutnya L menendang pada bagian perut korban.
Namun saat kejadian itu dilihat warga sekitar, sehingga pelaku melarikan diri.
Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Muhammad Husni Ramli mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan keterangan saksi-saksi.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan rumah sakit terkait rekam medis dari korban.
Kasat Reskrim mengatakan, setelah mendapat pengaduan orangtua korban selanjutnya dilakukan visum terhadap korban.
Korban saat ini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit setelah kejadian ini.
Au menjalani serangkaian rontgen untuk pemeriksaan tengkorak kepala dan dada untuk mengetahui trauma yang diakibatkan pengeroyokan tersebut.
• Lama Misteri, Akhirnya Terungkap Motif Siti Zulaeha Dibunuh Dosen UNM, dari Chat WA di iPhone X
• Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo Perjelas Soal Orang yang Haus Kekuasaan, Yang Pengen Menang
• 10 Fakta Terbaru Kasus Audrey, Pengakuan Pelaku Mau Dibunuh, Jokowi Turun Tangan & Warning Hotman
5. Tiga Siswi SMA Pengeroyok Audrey Jadi Tersangka
Polres Pontianak resmi menetapkan tiga siswi SMA Pontianak pelaku pengeroyokan Audrey sebagai tersangka, Rabu (10/4/2019).
Ketiga pelaku di antaranya yakni, FZ alias LL (17), TR alias AR (17), dan NB alias EC (17).
Penetapan tiga tersangka itu dilakukan setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan meneriam hasil rekam medis dari Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.
"Dalam pemeriksaan terhadap pelaku, mereka juga mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Kapolresta Pontianak Kombes Pol Anwar nasir dikutip dari Kompas.com.
Menurut dia, ketiga tersangka dikenakan Pasal 80 Ayat 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Kategori penganiayaan ringan sesuai dengan hasil visum yang dikeluarkan hari ini oleh Rumah Sakit Pro Medika Pontianak," ujarnya.
Dia menjelaskan, penganiayaan yang dilalukan pelaku tidak secara bersama-sama.
Tetapi bergiliran satu per satu di dua tempat berbeda.
"Sehingga sesuai dengan sistem peradilan anak, bahwa ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya.
Selain itu, dalam setiap pemeriksaan, korban maupun pelaku juga didampingi orangtua, Bapas Pontianak dan KPPAD Kalbar.
"Kami tetap bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak, baik korban maupun tersangka, kami atensi untuk melakukan perlindungan," ucapnya.
6. Hasil visum tidak ada kerusakan organ intim
Hasil visum siswi SMP Pontianak korban pengeroyokan disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (10/4/2019).
Menurut Kapolresta, hasil pemeriksaan visum dikeluarkan Rumah Sakit Pro Medika Pontianak, hari ini, Rabu 10 April 2019.
M Anwar Nasir mengatakan, dari hasil visum diketahui jika tak ada bengkak di kepala korban.
Kondisi mata korban juga tidak ditemukan memar.
Penglihatan korban juga normal.
Lebih lanjut Kapolresta mengatakan, untuk telinga, hidung, tenggorokan (THT) tidak ditemukan darah.
"Kemudian dada tampak simetris tak ada memar atau bengkak, jantung dan paru dalam kondisi normal," katanya.
Kondisi perut korban, sesuai hasil visum tidak ditemukan memar.
Bekas luka juga tidak ditemukan.
"Kemudian organ dalam, tidak ada pembesaran," jelasnya.
Selanjutnya Kapolresta menyampaikan hasil visum alat kelamin korban.
Menurut Kapolresta, selaput dara tidak tampak luka robek atu memar.
Anwar mengulangi pernyataannya terkait hal ini.
"Saya ulangi, alat kelamin selaput dara tidak tampak luka robek atu memar," katanya.
Hasil visum juga menunjukkan kulit tidak ada memar, lebam ataupun bekas luka.
"Hasil diagnosa dan terapi pasien, diagnosa awal depresi pasca trauma," ungkap Kapolresta.
7. Audrey masih ketakutan dan tak bisa tidur
Ibunda Audrey dirundung kesedihan mendalam karena melihat sang anak kini didera depresi dan trumatik yang cukup berat.
Melansir TribunnewsBogor.com dari Kompas TV Pontianak ibunda Audrey yang merupakan korban dugaan penganiayaan mengabarkan kondisi terkini putrinya.
Terlihat dari tayangan tersebut, Audrey saat ini tengah menjalani perawatan intensif di rumah sakit setempat.
Menurut pengakuan ibunda korban, saat ini anaknya terlihat semakin depresi dan tertekan akibat penganiayaan yang ia alami.
"Sementara kondisi anak saya karena baru berani bicara dia dianiaya itu, sekarang semakin depresi tertekan traumatik psikisnya sudah terkena," ungkap ibunda korban.
Tidak hanya depresi, ibunda Audrey juga mengungkap bahwa sang putri mengalami kesulitan tidur karena kerap bermimpi buruk.
Saking buruknya ingatan korban tentang kejadian tersebut, ia kerap berteriak ketakutan hingga menangis.
"Tadi juga sudah dikontrol oleh psikiaternya ibu Jojor, bahwa AU ini tidak bisa tidur.
Dia itu selalu terbangun, terbangun dan teriak ketakutan.
Dia ini tingkat stress-nya sudah trauma ya karena dia juga anak kecil," pungkas sang ibunda.
Terkait kasus tersebut, kuasa hukum keluarga korban, Fety Rahma Wardani menyatakan pihak keluarga menolak perdamaian.
"Saat ini hukum tetap berjalan, prosesnya akan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi pengadilan. Tidak ada kata damai," ucap Fety Rahma kepada awak media.
Lebih lanjut lagi hal ini dilakukan oleh pihak keluarga lantaran ingin memberikan efek jera kepada para pelaku.
Terlebih lagi ketika mediasi yang dilakukan sebelumnya antara pihak korban dan pelaku dinilai gagal dan tak menghasilkan apapun.
"Karena media yang pertama kita gagal, kalau ada mediasi lagi, kita tak kan mediasi. Kasus ini tetap akan kita lanjutkan," pungkas kuasa hukum keluarga korban.